Soraya

15 3 0
                                    

Bagai seorang pangeran, lelaki tampan ala-ala oppa Korea dengan tinggi badan di atas 180 sentimeter, berpostur kurus, dan berkulit putih mendorong gadis itu hingga menabrak tembok.

Jantung si gadis berpacu sangat cepat. Di hadapannya kini berdiri seorang CEO tampan yang menguasaì sepuluh perusahaan ekspor impor di dalam negeri hingga ke Korea Selatan.

Aroma parfum si lelaki berjas hitam itu menyeruak memenuhi ruang sempit yang temaram. Si gadis makin takbisa menahan diri. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan napas itu untuk menenangkan diri.

Wajah lelaki itu mendekat. Si gadis memejam. Makin lama wajah mereka makin dekat. Hingga ....

"Woey! Ngelamunin apa lo?" Lili memukul pundak Soraya hingga gadis itu tergeragap.

"Ish, pa'an, sih, lo?!"

"Lo ngelamunin cowok-cowok di Wattpad itu lagi?"

"Emang kenapa?"

"Ya nggak pa-pa, sih. Sebenernya, gue penasaran sama apa yang lo bayangin."

"Yaa ... gue sering ngebayangin hidup gue dipenuhi keindahan. Itu seperti ... lo hidup di taman yang penuh dengan bunga, lalu dijemput oleh seorang pangeran tampan dan dibawa ke istana. Aih ... indah banget nggak, sih? Gue sering banget ngebayangin ketemu cowok yang dingin dan nyebelin, tapi dia manis dan bucin banget sama gue ala-ala CEO atau geng motor di Wattpad. So sweet banget nggak, sih?"

"Enggak. Mana ada yang kayak gitu. Setahu gue mah, cowok dingin ngeselin aja. Lo ngirim WA bakalan dicuekin, atau kalau pun dibales, paling cuma dijawab satu kata doang. Mau lo kayak gitu?"

"Lili! Lo kenapa, sih? Nggak ngedukung banget gue punya impian kayak gitu. Ngeselin banget."

"Bukan gue nggak ngedukung, tapi kisah cinta yang sempurna kayak yang lu baca itu sulit ditemui di dunia nyata, Ra."

"Emang lo pernah baca?"

"Sering. Tapi, gue kayak ... emm ... nggak percaya aja ada CEO tampan yang suka sama cewek miskin, apalagi sampai kerjaannya bercinta mulu. Temennya Papi gue seorang CEO, dia malah jarang pulang karena banyak kerjaan, boro-boro bercinta. Trus, istrinya temen Papi itu juga berasal dari keluarga yang gak maen-maen. Sama-sama kaya dari zaman orok."

"Itu bukan mustahil. Sebentar lagi kita lulus SMA. Gue akan bekerja keras biar bisa masuk ke perusahaan besar. Minimal jadi sekretaris. Atau kalau nggak gitu, minimal jadi asisten rumah tangga di rumah orang kaya. Siapa tahu ada ahli waris yang jadi CEO dan dia jatuh cinta sama gue."

"Idiiihh ... emang lo sepenting itu sampai CEO mau sama lo? Pinter aja ngarang cerita."

"Bodo amat! Di dunia ini nggak ada yang mustahil."

"Serah lo aja, deh, Ra."

Lili mulai kesal. Setiap kali dia mengatakan tentang hal-hal yang sesungguhnya, Soraya tak pernah bisa menerima.

"Sora, gue curiga ...."

"Curiga apa?"

"Jangan-jangan lo udah terobsesi cowok-cowok yang ada di situ. Kayaknya lo kudu ke psikiater biar nggak terlalu halu."

Soraya mendekat. Kini wajahnya hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari wajah sahabatnya itu.

"Lili, lo akan lihat bahwa gue nggak halu. Akan gue tunjukkin ke lo kalau cowok sempurna itu ada. Ah ... dan juga ... gue mau kenalin lo sama seseorang."

"Siapa?"

"Nanti kalau pulang sekolah, dia akan jemput gue."

"Oke. Semoga cakep."

"Cakep, dong. Masa nggak cakep."

Bel masuk berbunyi. Para murid segera memasuki kelas, lalu menempati bangkunya masing-masing.

Sementara itu, di luar kelas, seorang pria berjalan perlahan. Di tangan kanannya ada sebuah buku dan tangan kirinya memegang sepidol. Pria itu terus berjalan, sesekali dia membalas dengan ramah sapaan dari murid-murid yang ditemuinya. Senyumnya seperti senyum malaikat dan sorot matanya seperti angin sepoi-sepoi yang menyejukkan.

Si pria kini telah sampai di depan kelas dua belas C. Sebuah kelas yang membuatnya belajar tentang sebuah tanggung jawab kepada anak-anak yang lebih muda.

Pria itu berdiri sejenak di muka pintu. Jantungnya kembali berdetak cepat ketika akan memasuki kelas. Bagaimana tidak? Setiap kali dia melihat sosok perempuan bernama Soraya, dia selalu teringat akan sang mantan yang mengisi hari-harinya 21 tahun yang lalu.

Meski begitu, dia tetap masuk dan menyapa murid-muridnya seperti biasa. Sebisa mungkin dia menahan diri agar tidak melihat Soraya.

**
Bel pulang sudah berbunyi. Suara riuh merebak memenuhi koridor-koridor sekolah. Beberapa murid berlarian seolah-olah tidak sabar untuk meninggalkan kelas.

"Hei, Sora, mau pulang bareng?" tanya seorang laki-laki dengan jerawat memenuhi pipi.

"Enggak. Gue udah ada yang jemput."

"Oh, oke. Kalau gitu gue pulang dulu, ya, Ra."

"Ya udah pergi sono! Ngapain pamit segala!"

Remaja lelaki berusia tujuh belas tahun itu tersenyum kecut, kemudian berlari meninggalkan Soraya dan Lili.

"Ra, lo jangan terlalu jahat, deh, sama Teguh. Dia, kan, cuma ngajak lo pulang bareng. Lo nolak, kan, bisa baek-baek. Kagak usah pakai ngebentak."

"Gue nggak ngebentak."

"Lo ngebentak, Ra."

"Ya gimana, sih. Dia, kan, udah tahu kalau gue nggak bakal pulang bareng dia meskipun rumah dia deket sama gue."

"Ngapa lo nggak mau pulang bareng dia? Apa karena dia nggak good looking?"

"Ya ... kurang lebih seperti itu lah."

"Minimal gue tahu kalau dia suka sama lo dan tulus."

"Sok tahu banget lo, Li."

Soraya menarik tangan Lili, mengisyaratkan bahwa Lili harus berjalan lebih cepat. Mereka menuruni tangga, melewati koridor, halaman, hingga sampai di depan gerbang sekolah.

Di depan gerbang, seorang lelaki berjaket kulit, duduk di atas motor gede. Tangan lelaki itu sibuk menyalakan rokok yang sudah ada di mulutnya.

"Hei, Rama!" Soraya berteriak dengan tangan terangkat.

"Siapa itu, Ra?"

"Itu gebetan gue, Li."

Dahi Lili mengernyit. Dia sempat menghentikan langkahnya, kemudian berjalan kembali. Gadis itu heran bagaimana mungkin seorang Soraya yang berselera tinggi ala-ala CEO bisa punya gebetan seperti Rama?

Takbisa dimungkiri, Rama memang tampan, beralis tebal, dan berhidung mancung. Wajahnya kearab-araban. Penampilannya simpel—sedikit urakan—dengan memakai kaus, dipadu dengan hem kotak-kotak, celana jins belel, dan sandal jepit.

Bagi sebagian remaja wanita, Rama memang idola, tetapi tidak dengan Lili. Gadis itu justru berasumsi bahwa laki-laki yang sedang berkenalan dengannya itu bukan seorang laki-laki yang baik alias bad boy.

Rama mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Lili. Sorot mata lelaki 22 tahun itu terlihat berbeda. Rama seolah-olah sedang berusaha menebar pesona terhadap Lili, tetapi Lili justru bergidik. Gadis itu segera menarik tangan Soraya untuk menjauh.

"Ra, lo yakin sama gebetan lo?"

"Yakin, dong. Nih, ya, menurut yang gue baca di Wattpad, cowok geng motor tampan dan dingin kayak Rama itu misterius dan bucin banget sama cewek."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HIDUP TAK SEINDAH DUNIA WATTPAD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang