Suara gemericik air mengalir terdengar, membuat siapapun yang mendengarnya mengantuk, ditambah hembusan angin yang semilir, siapa saja yang ada ditempat tersebut pasti akan tertidur pulas. Begitu juga dengan dua wanita yang sedang duduk bersama di pondok-pondokan kecil dipinggiran kebun, sayup-sayup mata nya hendak terpejam, sesekali mereka melirik satu sama lain. Hingga akhirnya salah satu dari gadis itu melayangkan pertanyaan.
"Kamu teh jadi berangkat kejakarta Sha?"tanya nya sambil menoleh kearah gadis yang disampingnya.
"Iya nay, mau bagaimana lagi, emangnya aku ada pilihan? Kalo aku gak kejakarta, siapa yang mau nafkahin keluarga ku."terselip helaan nafas di jawaban gadis dengan rambut sepanjang punggung itu, matanya yang teduh menatap nanar.
Ya, dia adalah Zesha Avani Putri. Gadis yang hanya tinggal dengan ibu serta adiknya yang masih duduk dibangku sekolah SD, tak banyak hal spesial yang bisa diceritakan, selain dirinya menjadi tulang punggung keluarga sejak ayah kandungnya pergi begitu saja meninggalkan keluarga kecilnya, meninggalkan begitu banyak luka dan dendam untuk Zesha. Apa alasan sang ayah meninggalkan ibunya? Padahal selama ini ibu nya selalu melakukan yang terbaik.
Mendengar hal tersebut, Anaya Syafari berdecak. "Aku mah gak abis fikir sama bapakmu loh, kok bisa ninggalin kamu sama keluargamu, memang bener apa Sha, ayahmu katanya minggat sama perempuan desa sebelah?"
Zesha mendelik, sebenarnya ia juga ragu akan hal tersebut. Tapi mendengar desas-desus di desa nya yang tiada henti tentang perselingkuhan ayahnya itu membuatnya mau tidak mau ikut percaya, walaupun didalam hatinya ia berharap kalau itu hanyalah omong kosong.
"Aku juga gak tau nay, kira-kira bapak sekarang dimana ya? Ada banyak banget yang mau aku tanyain walaupun aku selebihnya ingin marah besar kedia." Jawab Zesha pasrah.
Anaya mengusap pelan bahu teman nya tersebut, ia tahu Zesha sangat terpukul, selaku teman dekat nya, ia hanya bisa menghibur walau kadang ucapan Anaya sendiri kadang membuat Zesha sedih. Tapi mereka berdua selalu memaklumi satu sama lain, begitulah keadaannya. Anaya sendiri adalah gadis dari orang tua yang terbilang punya segalanya sejak kecil, Ayahnya adalah seorang Juragan beras, sawahnya berhektar-hektar, sedangkan ibunya adalah seorang bidan di puskesmas.
Kadang Anaya membantu kebutuhan Zesha yang mendesak, orang tuanya pun menganggap Zesha seperti anak kandungnya sendiri. Karna sebelum tragedi Ayahnya Zesha pergi, mereka sebenarnya sudah seperti saudara, satu sama lain telah menganggap mereka tidak hanya sekedar teman. Orang tua Anaya pun terkejut saat mendengar kabar itu.
Baik Zesha maupun Ibu dan adiknya sekarang, tidak lagi ingin mengkhawatirkan keadaan Ayahnya, atau bahkan ingin mencari tahu keberadaannya, memang sesak dan kesal jika mengingatnya, tapi keberlangsungan hidup mereka jauh lebih penting.
Anaya dan Zesha akhirnya berangsur pergi dari kebun ditepi sungai milik Ayah Anaya. Mereka berdua saling melambaikan tangan dipersimpangan jalan.
"Kabarin aku ya kalo mau berangkat kejakarta" Seru Anaya sambil melambaikan tangan kanannya kearah Zesha.
Zesha menyunggingkan senyumannya seraya mengangguk pelan. "Kemungkinan 2 minggu lagi aku bakalan berangkat, pokoknya nanti aku langsung kabarin kamu nay!"
"Eh.. Tapi kamu udah bilang Gavin masalah ini?" Anaya sedikit berteriak, melihat jarak mereka sedikit jauh, tentu Zesha mungkin tidak begitu mendengar jika Anaya hanya bicara pelan-pelan.
Zesha menggeleng kuat. "Aku bakal hubungin dia dan nanti malam aku ajak ketemu"
Anaya mengangguk paham, tidak ingin menanyakan lebih detail lagi. Gadis dengan helaian rambut sebahu berwarna kecoklatan itu kembali melambaikan tangannya, dan beranjak pergi. Menyisakan Zesha yang jalan melamun hingga tiba dirumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under The Sky
Teen FictionSinopsis Bagaimana rasanya setelah melewati berbagai hal menarik dalam beberapa tahun? Apakah pertemuan malam itu mengingatkan mereka kembali ke 10 tahun yang lalu? Gadis yang sekarang telah menjadi seorang pegawai tetap diperusahaan terkenal itu k...