Something Bad Happen

1.1K 104 5
                                    

Sepulang sekolah, ketiga anak kembar itu langsung berpencar menuju kamarnya masing - masing. Ketika sampai di kamarnya, Varo melempar tasnya asal ke arah sofa kemudian merebahkan dirinya di tempat tidur kesayangannya. Setelah latihan intensif kemarin, badannya kini terasa sedikit pegal.

"Duh tumbenan banget ini badan gue pegel - pegel. Kelewat semangat apa ya gue" Ia sesekali memijit pundak dan lengan atasnya. Suara ketukan di pintu kamarnya kemudian terdengar. Pintu pun terbuka dan menampilkan Vale disana.

"Kenapa kak?"

Vale berjalan menghampiri sang adik setelah menutup pintu kamar Varo. Ia duduk di samping adiknya itu.

"Anter gue yuk.."

"Baru nyampe loh? Mau kemana?"

"Beli cat air, gue besok ada demo sama anak anak baru. Baru sadar beberapa warna udah abis"

"Sama Pak Rudi mau nggak? Gue capek banget kak sumpah deh.." Varo merasa sungkan menolak ajakan sang kakak. Namun, tubuhnya benar - benar lelah. Butuh istirahat lebih cepat karena latihannya masih terus berlangsung.

"Lo juga ikut yuk? Bertiga.." Rayu Vale.

"Clingy banget pengen sama gue? Tumben?"

"Nggak tau, pokoknya lo ikut. Yaa mau yaa?" Vale memohon dengan mata yang terlihat sedikit berbinar. Seperti tatapan memohon seekor anak kucing.

"Lo aja ya, berdua Pak Rudi? Nanti gue temenin chat dah atau telpon gitu vidcall. Gue pengen rehat banget, masih ada jadwal soalnya kak" Vale merengut, mengangguk kemudian pergi begitu saja dari kamar Varo.

"Aneh banget itu bocah kenapa dah? Nggak biasanya pengen dianter juga sama gue. Biasanya sama Pak Rudi doang juga oke. Aw— anjir pinggang gue aduh!"

.

Di perjalanan, Vale banyak berdiam diri. Sesekali mengecek ponsel, mengetikkan sesuatu disana kemudian menguncinya kembali. Hal itu tentu membuat Pak Rudi bertanya - tanya.

"Kenapa kak? Kayaknya gelisah gitu?"

"Pak.. Ngerasa ada yang aneh nggak sama mobilnya?"

"Nggak, aneh gimana kak?" Ketika mendengar jawaban dari Pak Rudi, Vale hanya menggeleng.

"Ini belinya di toko biasa kan? Atau mau di tempat yang lain?"

"Di tempat biasa aja pak, lagian aku cuma beli beberapa barang yang kurang"

Setelah mengucapkan itu, Vale menghadapkan badannya ke arah kiri. Melihat pemandangan kota dari dalam mobil. Pikirannya sedang melayang entah kemana saat tiba - tiba mobil yang mereka tumpangi berhenti mendadak. Seperti deja vu bagi Vale. Ia terkejut, kemudian bertanya pada Pak Rudi.

"Pak? Kenapa?" Tanyanya panik

"Barusan ada mobil yang mau nabrak kita, dari kanan" Memang mereka sedang berada di perempatan jalan. Beruntungnya, entah kenapa Pak Rudi tiba - tiba ingin melambatkan laju kendaraannya itu dan melirik ke arah kanan. Namun yang membuatnya lebih terkejut bukanlah itu, melainkan sang pengemudi mobil ugal - ugalan tersebut. Ia sangat familiar dengan wajahnya.

"Kak.. Saya nggak mau berburuk sangka, tapi yang barusan itu mirip ayahnya Celli" Sontak Vale terkejut. Bola matanya sedikit melebar dan tubuhnya terpaku mendengar penuturan dari Pak Rudi.

"Bapak nggak salah liat kan?" Vale hanya ingin memastikan kebenarannya. Dan Pak Rudi menggeleng dengan cepat.

"Kita bisa lihat di dashcam mobil buat lebih jelasnya."

.

"Kan, kata gue juga apa. Ini orang emang udah gila! Masih aja ya ngincer keluarga kita!" Setelah Vale pulang, ia menceritakan semua kejadian yang ia dan Pak Rudi alami pada sang adik. Tentu responnya kesal, takut dan marah.

"Bilang ayah aja nggak sih kak? Ini udah keterlaluan. Bakal beda cerita kalo Pak Rudi bawa mobilnya agak kenceng. Ah bisa gila gue!" Ia menghempaskan tubuhnya pada sofa di pojok kamar tidurnya. Vale menghampiri, mengusap paha sang adik kemudian berkata

"Kan gue nggak apa - apa. Lagian kita masih butuh banyak bukti dek. Lo tau ayah nggak akan percaya gitu aja kalo kita cuma kasih ini"

"Cuma?? Kak lo hampir ditabrak sama itu orang dan lo bilang cuma??!! Kak, itu bahaya!"

"I know.. Tapi kan gue gak apa - apa. That's the point for now. Gue mau cari lebih banyak bukti biar ayah lebih percaya"

"Ah terserah lo aja deh! Gue lagi kesel"

Vale hanya tersenyum, menepuk pundak Varo kemudian pergi keluar dari kamar adiknya itu. Varo mengusak rambutnya kasar. Kemudian mengambil ponselnya dan menelpon Raka. Ia menceritakan kembali kejadian itu.

"Anjir, gue nggak habis pikir. Itu kakak lo lempeng amat ekspresinya. Dia nggak kaget??"

"Kagak! Malah gue yang kaget. Lo tau? Jantung gue langsung disko dengernya"

"Sama! Gue jadi dia juga udah pasti kaget. Terus rencana lo apa sekarang?"

"Nggak tau, gue masih buntu. Lo sendiri?"

"Sama. Eh btw abang lo kemana?"

"Nggak tau, tadi izin keluar ke bunda. Gue nggak sengaja denger dari dapur pas ambil cemilan. Palingan ke ceweknya lagi"

"Ada cewek?!" Respon Raka terkejut

"Bukan anjir, si Celli"

"Ya kenapa lo sebut ceweknya??"

"Orang nempel terus, sering berdua. Ngapain lagi kalo bukan pacaran"

"Ya terus lo mau abang lo jadian sama itu cewek? Ngomong tuh jangan sembarangan. Nanti beneran jadian lo ketar - ketir"

"Dah ah gue tutup dulu ya, mau nugas juga. Bye, thank you!"

.

"Dih si kampret, telpon gue main di matiin aja" Ucap Raka sesaat setelah sambungan telponnya diputus sepihak oleh Varo.

"Si Vale kasian banget, dia pasti lagi ketakutan sekarang. Apa gue telpon aja ya? Siapa tau dia mau cerita" Setelah mencari kontak temannya itu, ia dengan cepat menelpon Vale. Panggilan pertama tak di jawab. Panggilan ke dua pun sama.

"Ini orang kemana deh? Tidur apa ya"

Dalam percobaan ke empat, barulah panggilannya dijawab oleh Vale. Raka langsung memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

"Sabar Ka, satu - satu nanyanya. Gue jadi pusing ini"

"Ya abis lo lagi ngapain sih? Telpon gue loh dicuekin gitu aja sampe gue harus nelpon empat kali?? Empat kali loh Val"

"Gue habis tidur, baru bangun ini gara - gara ditelponin lo"

"Lo bisa - bisanya tidur? Setelah kejadian tadi?"

"Hadeh pasti adek gue cepu nih. Ya sebenernya gue juga kaget, Ka. Gue juga manusia normal kok, kaget sama takut kalo ngalamin hal kayak tadi. Gue cuma nggak mau nunjukkin secara gamblang di depan adek gue. Dia keliatan banget khawatirnya"

Raka sempat terdiam. Kemudian, terdengar Vale melanjutkan ucapannya.

"Gue juga tadi nggak sengaja liat beberapa sosok, bikin badan gue lemes banget. Makanya gue tidur, re-charge"

Oke, ingatkan Raka untuk meminta maaf pada temannya itu dengan membelikan jajanan enak karena telah mengganggu waktu istirahat yang sangat dibutuhkannya.

"Sorry.." Raka hanya bisa mengucapkan satu kata itu

"Gak usah minta maaf, udah ya gue mau lanjut tidur ini"

"Hm.. Sleep well Vale"

"Haha najis, so romantis. Thank you Ka"

Makin berani ya ternyata orang itu..

Triple TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang