16. Morning Crash

1.8K 206 26
                                    

〔༻ 🌌 ༺〕

Terhitung sudah satu minggu sejak kepulangan mereka berdelapan dari Bali. Karin masih ingat bagaimana kecanggungan menyertai mereka selama perjalanan pulang. Tidak ada candaan atau gelak tawa dalam interaksi mereka. Semuanya hanya berbicara jika betul-betul diperlukan. Ya, sekaku itu. Berbanding terbalik dengan mereka saat di beach club malam harinya. Memang hanya Alan dan Wina yang berselisih akan tetapi hawanya menyebar ke yang lain. Bahkan Heksa yang secara tidak resmi selalu bertanggung jawab dalam mencairkan suasana juga ikut terdiam. Entah karena sungkan atau suasana hatinya sedang buruk pula.

Maka selepas quadruple honeymoon atau sebut saja liburan akhir tahun singkat itu, mereka berdelapan kembali pada rutinitas masing-masing, tak terkecuali Karin. Tubuh proporsional Karin yang dibalut blouse putih serta loose pants khaki bergerak keluar dari kamar. Tangan kanannya menahan ponsel yang ditempelkan ke telinga sedangkan tangan kirinya menjinjing tas.

"Udah siap belum, La?"

"Okay, ini gue juga udah kok. Bentar lagi keluar."

Mendengar suara Karin datang mendekat, Jeco yang tengah duduk di sofa ruang televisi sambil memegang ponselnya secara horizontal menoleh pada istrinya. Jeco baru melontarkan tanya sesudah Karin menyelesaikan panggilan telepon. "Mau ke mana, Rin?"

"Bandung." Karin menduduki sofa, mengambil tempat di sebelah Jeco. Ditaruhnya tas di atas meja kemudian memakai kaus kaki.

"Sendiri?"

"Bareng Nila," jawab Karin dibarengi gelengan kecil, "temen gue ada yang mau buka café di Bandung dan lagi nyari desainer interior. Karena gue ada kenalan, gue rekomendasiin Nila ke dia. Untungnya mereka berdua sama-sama setuju. Jadi sekarang gue sama Nila mau ke sana, ngobrol-ngobrol sekalian Nila survei."

Jeco manggut-manggut paham. "Mau gue anter?" tawarnya yang memang di hari Sabtu ini tidak ada kerjaan ataupun kepentingan.

Karin menegakkan badan, telah selesai memakai kaus kaki. Dipandangnya Jeco sambil menjawab. "Gak usah, Je. Takut kelamaan. Nanti lo bosen nunggunya."

Jeco menyahutinya dengan kata oke, walau sebetulnya ia tidak masalah perkara lama waktu menunggu.

"Gue berangkat dulu ya. Mungkin malam pulangnya." Karin bangkit dari sofa. Begitu mendapat anggukan dari Jeco, ia melangkah keluar apartemen.

Sepeninggal Karin, Jeco kembali pada kegiatannya. Bermain game online sejenis MOBA atau Multiplayer Online Battle Arena buatan perusahaan pengembang game milik Heksa. Tadi Jeco sempat meminta tips and tricks ekslusif dari si pencipta utamanya tapi tidak dikasih dan malah mendapatkan sesi refleksi diri.

"Gak ada! Lo jangan harap bisa dapet tips and tricks ekslusif karena kenal orang dalem! Semua player harus berjuang dari nol, gak ada pengecualian. Lagian kunci utama menang dari setiap permainan itu cuma tiga; terus berjuang, belajar dari kesalahan dan pantang menyerah. Karena euforia kemenangan yang sesungguhnya baru akan terasa kalau semua yang udah lo laluin itu hasil dari jerih payah lo sendiri. Anjay!! Jarang-jarang nih gue jadi bijak begin—"

Begitulah kata Heksa yang sebenarnya belum selesai bicara tapi sambungan teleponnya lebih dulu diputus Jeco. Mending ia lanjut bermain daripada mendengar celotehan panjang Heksa di pagi hari yang matahari pun masih bersinar malu-malu ini.

"Jeco."

Jeco mengernyit mendengar suara Karin memekikkan namanya. Tak lama terlihat kepala wanita itu menyembul dari lorong pintu masuk. Jeco keheranan kenapa Karin kembali lagi padahal tadi sudah berpamitan. "Kenapa? Kok balik lagi?"

520 | aedreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang