2. Fran

13 2 0
                                    

Aku tidak tahu apa alasan sebenarnya, aku terbangun begitu awal bahkan mendahului Rinata sekalipun. Di rumah saat hujan mengguyur lumayan deras, ibu dan adikku sama-sama melayangkan pandangan penuh tanya. Melihat aku yang sudah duduk manis di bangku teras rumah, bersama Walkman yang menutup kedua telinga dengan suara Say You, Say Me dari Lionel Richie.

Menunggu seseorang yang kemungkinan akan keluar dari rumahnya. Baru saja memikirkannya, tepat di hadapan mataku, aku melihat sebuah pintu berjendela yang belum membawa seseorang itu kepadaku.

"Ibu! Fran berangkat yaa~!?"

Dan dari teriakan itu, aku mengetahui namanya.

Aku sumringah dan terpesona, melihat seorang anak laki-laki yang akhirnya keluar membuka pintu berjendela, dengan kaki kanan terangkat agar memudahkan ia memakai sepatu.
Namun terlepas dari alasan mengapa aku berusaha bangun lebih awal, disaat itulah Rinata mengetahui apa maksud dari senyumanku yang tak henti-hentinya menatap seorang anak laki-laki, yang sekarang sudah masuk ke dalam mobil Jeep hitam, terparkir di halaman rumahnya.

"Ooh... Kau menyukainya, ya? Cih! Dasar!"

Aku tidak panik, karena yaa... Memang begitulah adanya.

Untuk apa aku berbohong tentang perasaanku saat ini, kepada Rinata.
Lagipula, Rinata adalah tipe adik yang bisa jaga mulut. Karena tidak ada seorang pun yang ingin mendengarkan ceritanya, selain aku.

Sejujurnya ada sedikit kesenjangan antara aku dengan dia, Fran.
Dia dengan tenang di dalam mobilnya pergi ke sekolah, sementara aku dan Rinata...

"Hei! Aku kan adikmu, harusnya kau yang mengalah!"

"Apa!? Jadi kau pikir setelah aku mengalah, kau akan tega membiarkan diriku basah kehujanan!?"

"Tidak peduli! Siapa suruh punya tubuh seperti babi!? Itu kan salahmu."

Di tengah perjalanan menuju sekolah, dua bocah perempuan SMP yang cukup terbilang sedikit dewasa... Masih sempat untuk kami bertengkar, hanya karena memperebutkan payung yang ukurannya hanya cukup satu orang.

"Walaupun tubuhku seperti babi, artinya aku sehat! Lihat dirimu, kurus, terlihat kurang gizi!"

Dia sewot, "Obesitas begitu dibilang sehat. Sejarahnya, mana ada orang obesitas itu sehat!"

Begitu seterusnya, hingga sampailah kami di tempat sebagai penengah pertengkaran kami berdua.

Halte bus.

Di mana aku melihat ada Viona dan Sandra di sana. Gadis-gadis, teman-temanku, yang secara diam-diam sebenarnya aku membenci mereka berdua. Tetapi sebenarnya aku tidak tahu apa yang membuatku selalu tidak suka, seperti merasa tidak nyaman jika berada didekat mereka.

Mungkin karena mereka adalah gadis jelita, sering mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang sekitarku, bahkan juga Ibu, dan selalu mendapatkan hal yang aku inginkan. Menjadi sebuah alasan mengapa aku menyimpan dendam pada mereka. Namun aku tidak bisa mengatakan bahwa itu adalah alasan yang jelas, mengapa aku secara diam-diam membenci keduanya padahal di satu sisi aku berteman baik di sisi luar.

Begitu juga sebaliknya.

"Kenapa... Kalian tidak menunggu ku?"

Napas ngos-ngosan, memaksaku untuk tetap bertanya kepada mereka.
Walaupun sudah jelas jawaban yang tidak pernah aku harapkan, akan keluar dari mulut salah satu diantaranya.

"Maaf, aku kira kau sudah pergi lebih dulu diantar Ayahmu."

Kata gadis yang memiliki paras yang sangat cantik diantara mereka berdua, siapa lagi kalau bukan Viona.

From Walkman To SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang