Tidak ada yang berbicara sejak dua puluh menit, saat aku membawa Build masuk ke dalam rumahku. Build sibuk membongkar kotak P3K, sedangkan aku hanya diam memperhatikannya. Build kebingungan bagaimana cara mengobatiku, jadi dia memilih duduk dengan kedua kaki di atas pahaku. Menurutku, ini adalah pengobatan intens yang pernah aku lakukan.
Sebenarnya aku sudah menolak untuk diobati mengingat diriku yang sedang ingin menjauhi Build agar fokus dalam masa perbaikan diri. Tahu sendirilah, aku selalu tidak fokus jika berdekatan dengan Build. Naluri dewasaku bekerja dengan gencar. Mengingat posisi ini saja, aku terus mencoba menahan hasrat gilaku.
Bible, jangan sakiti Build!! Aku terus memperingatkan diriku sendiri.
"A-apa yang terjadi?" Build bertanya setelah menempel plester pada area tulang hidung bangirku. Aku menatap bibir tipis yang bergerak dengan lembut—aku teringat akan rasa manis dari ranum itu dan lesung yang bergerak hilang-hilang timbul, astaga, ini sangat menggoda. Sabar. Kedua netra kami sempat saling menatap, sebelum akhirnya Build lebih dulu mengalihkan dengan menatap salep di tangannya. "Kamu bertengkar?"
"Hm, something like that."
"Dengan siapa?" Kali ini pengobatan beralih pada area pelipis. Dengan telaten si manis menempelkan salep pada lukanya, satu tangannya menahan rahangku.
"Anak di kelas." Aku membenarkan posisi kaki Build yang sempat menindih lututku, itu tidak nyaman.
"Temanmu?"
"Tidak bisa di sebut teman juga." Aku tidak tahu Nodt bisa disebut teman atau tidak, selama ini yang berkontribusi ke dalam hidup masing-masing lebih banyak aku, 'kan? Dan kami tidak pernah berbicara baik. "Invisible enemy,"
Build mendadak terkekeh, bahkan menutup mulut dengan kedua tangannya. "Maaf, kamu mengatakan itu seperti berteman dengan hantu."
"Dia memang seperti hantu."
Build tidak menanggapi, dia kembali mengoles titik luka di wajahku. Jangan sampai membekas, itu akan terlihat buruk di wajah tampanku. "Di kelasku tidak ada yang seperti itu, kami berteman baik, hanya menjadi musuh saat mengejar nilai."
"Kita berada di level yang berbeda, Build."
"Kenapa begitu?"
Aku mengangkat bahu pertanda tidak tahu, merasa saja bahwa hidup kami itu berbeda level.
Build mengangguk-angguk, dia kembali meraih gel salep ke atas cotton bud dan mengoles pada ujung bibirku. Matanya beberapa kali terlihat bergerak melirik ke arah kedua belah bibirku dan lukanya. Dia seperti tidak fokus.
"You wanna taste?"
"Huh?" Build mendongak. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum melirik ke arah bibirku, lalu menggeleng samar.
Aku terkekeh. "Just kidding,"
Kami kembali saling membungkam mulut, aku mencoba tenang meski tanganku terus bergerak gusar di atas paha Build yang mengenakan celana pendek. Ditambah, Build terus menatap ke arah bibirku, di sana ada apa sih, Build?
Seharusnya pengobatan ini sudah selesai, tapi tampaknya Build enggan menyelesaikannya. Anggap saja, pelajaran sebelum menjadi Dokter.
"Bible,"
"Hum, ya, Why?" Aku menjawab dengan gugup.
"I'm sorry,"
"For what?"
"Kemarin ... Apa aku menyinggungmu?"
"Tidak, seharusnya aku yang meminta maaf." Aku melirik pada Build yang sudah menurunkan tangannya, si cantik menunduk. "Aku bertindak tidak sopan, seharusnya aku lebih menghargai dirimu, Build."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang Naluri [SUDAH TERBIT]
FanfictionBible tidak tahu jika pria yang baru saja pindah ke sebelah rumahnya adalah sebuah narkoba yang menjelma manusia, membuatnya kecanduan setiap saat. "What do you think about me? Tentang ... Seseorang yang akan menjadi pasanganku nantinya, apa bisa ak...