Chapter • 9

170 11 0
                                    

Annchi mengenal Adelio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Annchi mengenal Adelio. Bahkan sampai segala ekspresinya pun dia hapal. Adelio bukan hanya punya wajah datar dan dingin seperti yang seringkali dia tunjukkan di depan banyak orang. Ketika dia kesal karena lagi-lagi diceramahi ayahnya yang selalu membanding-bandingkannya dengan prestasi sang kakak padahal dia sendiri baru saja menjuarai lomba debat untuk yang kesekian kalinya, alih-alih menunjukkan amarahnya dia akan mengadu seperti anak kecil yang diambil mainannya oleh anak tetangga di depan Annchi.

Dan Annchi merasakan hal itu pada diri Adelio saat ini.

“Bisa nggak kita berdua aja?” gaung Adelio dengan dahi berkerut. Bibirnya mencebik sedikit.

Karena terus menjadi tempat curhat dan rengekan Adelio, Annchi sempat merasa istimewa. Dia tidak tahu kalau perasaannya saat ini akan lebih dari yang biasa dia rasakan. Mungkin Annchi sudah meleleh. Adelio seperti anak kecil yang merengek tidak mau ditinggalkan ibunya pergi bekerja. Atau, ehm kalau boleh Annchi berharap, dia seperti pacar yang tidak ingin berpisah dengan kekasihnya.

“Sekalian gue anter lo pulang. Bilang Mada nggak perlu jemput.”

Ucapan Adelio menyadarkan Annchi. Dan bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, Annchi mengikuti arahan Adelio mengirim pesan pada Mada untuk tidak usah mendatanginya sementara dia mengekori Adelio.

Sampai mereka tiba di restoran. Seharusnya udon ini enak di lidah Annchi, tapi keterdiaman Adelio membuatnya kikuk. Dan entah kenapa dia jadi ikut tegang.

“Mm... enak, ya,” gumam Annchi setelah mengecap kuah kari dari sendoknya, bermaksud memecah keheningan di antara mereka.

Annchi tahu belakangan mereka jarang berkomunikasi. Apalagi semenjak Adelio berpacaran dengan Viola. Tapi, rupanya diam sambil berhadapan langsung begini membuatnya sesak juga.

“Ujian lo udah selesai?” Lebih baik Annchi membuka percakapan ringan.

Dia harus menghela napas saat Adelio hanya mengangguk. Hanya. Mengangguk. Lalu, diam lagi.

Annchi sedang sibuk memikirkan topik apalagi saat Adelio akhirnya buka suara. Dia pikir Adelio akan terus bungkam.

“Kenapa lo sama Mada akhir-akhir ini deket banget?” tanya Adelio dengan suara rendah.

Pertanyaan yang tidak Annchi duga. Apalagi tudingan Adelio selanjutnya.

“Lo pacaran sama dia? Nggak, kan?” Pertanyaan yang lebih terdengar seperti penegasan.

Apa ini tujuan Adelio mengajaknya bicara? Setelah lama diam selama makan siang mereka, pertanyaan yang keluar dari mulutnya langsung soal hubungannya dan Mada. Apa upayanya menunjukkan kedekatan dengan Mada di depan Adelio selama ini sudah berhasil membuat Adelio terusik?

“Memangnya gue sama Mada kelihatan kayak orang pacaran?” Berusaha menahan senyum, Annchi menjebak Adelio dengan pertanyaannya.

Adelio malah mengalihkan pandangan. Lebih tertarik memainkan sumpit yang diaduk-adukkan secara acak pada kuah udon dalam mangkuk.

Revenge Partner • 97LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang