- chap 51 - three times -

40 3 0
                                    

Side Story

Testeon hari ini berencana untuk memetik bunga middlemist red, bunga langka kesukaan Alerie. Dia dengar dari para spirit jika bunga itu tumbuh di tepi sungai di seberang gunung.

Setelah bersiap-siap dia segera berangkat ke sungai itu. Namun, di tengah perjalanan dia melihat seorang anak kecil sedang di kejar oleh pria yang sepertinya dia kenal.

Pria itu mengarahkan pedang nya ke arah anak kecil itu. Testeon segera menghampiri anak itu untuk menyelamatkan ny dan... Jleb, pedang itu menembus perutnya.

"Syalan, kau satu klan dengan Andrew bukan? Kenapa kau mengganggu anak manusia, dasar iblis. Enyah sebelum aku menghabisimu." Bentak testeon.

Iblis yang tak seberapa itu pasti akan terbakar hanya dengan jentikan jari Testeon. Jadi, iblis itu segera melarikan diri.

Anak kecil itu menangis. "

"Hey, tidak apa, nak. Kau akan baik-baik saja. Sekarang semuanya telah aman." Ucap Testeon menenangkan.

Anak itu menatap Testeon dengan mata sembabnya. "Tuan, kau terluka karna aku. Bagaimana ini. Bagaimana jika kau mati. Huwaaaa." Jerit anak itu sambil menatap perut Testeon yang terluka.

Testeon menepuk jidatnya. Tentu saja anak ini khawatir, tapi sebagai pelindung desa, Testeon tak akan mati hanya dengan tusukan pedang ini.

"Aku bisa menyembuhkan diriku sendiri." Ucap Testeon lalu menggunakan kekuatan sucinya untuk menghilangkan luka itu. "Lihat? Aku tak apa-apa. Jadi kau bisa berhenti menangis." Ucap nya lagi.

"Hiks... baiklah, jika kau lukanya terbuka lagi. Carilah aku, aku akan merawatmu sampai sembuh." Ucap anak itu sambil menghapus air matanya.

"Pfft... baiklah, nak. Tapi, kenapa kau bisa berada disini? Dimana orang tuamu?" Tanya Testeon sambil melihat pakaian yang dikenakan anak itu. Bisa dipastikan jika anak itu bukan berasal dari keluarga miskin, dia terlihat seperti nona dari keluarga kaya.

"Aku bermain ke hutan bersama pengasuhku. Tapi aku tersesat karna bermain terlalu jauh. Jadi aku tak tahu jalan kembali." Ujar anak itu sambil menunduk.

"Aku akan mengantarmu. Dimana rumahmu?"

Anak itu menatap Testeon. "Slitch... aku dari keluarga Slitch. Tapi, aku tak tahu arah jalan pulang."

Testeon mengingat-ingat. Ah keluarga itu. Slitch adalah keluarga paling kaya di desa itu. Semua orang pasti tahu dimana letak rumahnya.

Testeon menggendong anak itu. "Kau sangat ringan, berapa umurmu?"

"Huwa... tuan, anda sangat tidak sopan karena menggendong seorang gadis. Aku tujuh tahun. Besok adalah ulang tahunku." Ucap anak itu sambil mengalungkan tangan kanan mungilnya di leher Testeon.

"Hahaha... baiklah, nona. Tutup mata mu dan aku akan membawamu pulang. Jangan membukanya sebelum ku izinkan. Mengerti?"

Anak itu mengangguk.

Dalam hitungan detik mereka tiba di depan gerbang kediaman Slitch.

"Bukalah matamu. Ingatlah untuk jangan berkeliaran sendirian. Jangan menjadi anak nakal." Ucap Testeon sambil menurunkan anak itu.

"Tuan, terimakasih. Bisakah aku mengetahui namamu?" Tanya anak itu.

"Teon.. panggil saja begitu."

Testeon pun melanjutkan tujuannya untuk mengambil bunga untuk Alerie.

.
.
.

10 tahun kemudian..

Testeon sedang berkeliling desa seperti biasa untuk melihat keadaan. Biasanya dia akan berkeliling bersama Alerie, tapi kali ini Alerie tak bisa ikut.

Time Won't Fly : The Place We Can't Be Found [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang