2). Taeil dan Doyoung Hyung.

18.6K 1K 5
                                    


Gas nggak?

Gas dong!!





















Sudah lima belas menit berlalu Doyoung yang selalu memperhatikan mangne nya mondar mandir tidak jelas.

Sedari anak itu bangun tadi, tidak ada hal lain yang ia lakukan selain berjalan kesana kemari ntah guna nya untuk apa??

Doyoung menghela nafas, "pasti bosan tuhh bocah".

Lihat saja, bocah satu itu tidak berhenti menyembulkan kepalanya di kamar sang Hyung, Taeyong.

Sedangkan leader mereka itu pergi ke Paris untuk jadwal individu nya, bisa Doyoung tebak, bukan hanya di landa bosan saja sebenarnya, anak itu juga tengah merindukan Hyung nya itu.

Dia ada di dorm hanya dengan Doyoung, Mark dan Taeil, selebihnya ada jadwal masing-masing yang harus mereka selesaikan.

"Haechan-ie," yang di panggil menoleh dengan wajah cemberutnya, Doyoung yang awalnya ingin menegur karena dia tidak bisa diam akhirnya urung karena gemas.

Haechan menghampiri Hyung nya itu, duduk di sebelah nya lalu tanpa permisi dia menidurkan diri nya dengan paha Doyoung sebagai bantalan.

"Mereka kapan pulang," tanya nya pelan.

"Mereka kan juga punya jadwal, jadi tunggu saja eoh!! Kau mau apa?? Aku akan telfon mereka agar pas pulang nanti mampir membeli nya." Tangan Doyoung bergerak mengusap kepala adiknya dengan sayang, dia memang sering berdebat dengan Haechan, perihal masalah sepele sekalipun.

Tapi di balik sifat anak itu yang jahilnya setengah mati, dia tau kalau adiknya hanya menginginkan perhatian, lihatlah!! Saat Doyoung mengusap kepala nya. Haechan memejamkan matanya dengan nyaman.

Usapan dari hyungdeul tidak pernah gagal membuat senyum nya merekah karena senang, Haechan itu benci di abaikan dan dia tidak suka suasana sepi begini, apalagi Taeil tidak keluar dari kamar semenjak sarapan tadi, ntah apa yang di perbuat Hyung nya itu di dalam kamar nya.

Bersemedi, atau apa?? Haechan tidak tau dan dia kesal karena hanya ada dirinya dan Doyoung di ruang tengah dorm, Haechan benci kesepian.

"Hyung,,," dari suara nya yang parau, Doyoung tau kalau Haechan sudah ingin terlelap. "Nanti kalau hyungdeul pulang,,," belum sempat anak itu melanjutkan ucapannya, Doyoung sudah mendengar dengkuran halus dari bibir berbentuk hati itu, bibir yang mudah tersenyum dan suka berceloteh sesuka nya dan membangun sebuah kesenangan dalam ruang lingkup dimana anak itu berada.

Senyum lembut terukir di wajah tampan Doyoung, dia terus mengusap kepala Haechan, beralih ke pipi yang semakin menirus seiring berjalannya usia anak gempal itu.

Masa remaja Haechan, anak itu terlihat begitu lucu dengan wajah bulat dan senyum matahari nya, kulit nya yang unik membuat banyak anak lain penasaran dengan nya.

Doyoung bersyukur, karena saat adiknya kecil nya itu terkena masalah pun dia akan tetap tersenyum menjaga hati dan perasaan orang lain agar tak khawatir padanya, sosok kuat yang pernah Doyoung temui selama trainee dan menjadi satu grup dengan bocah nakal itu, nyatanya anak itu juga bisa rapuh dan bisa menangis kala sudah tidak mampu menahan semua cerca an yang menimpa nya.

"Eoh, dia tidur lagi." Doyoung menoleh ke samping, dimana dia bisa melihat Taeil yang baru selesai mandi dan keluar dari kamar nya.

"Eum,," Taeil ikut mendudukkan dirinya di sofa berhadapan dengan Doyoung yang memangku kepala Haechan.

"Sudah lama ya??" Doyoung menggeleng, memang Haechan baru saja tertidur. "Dia mondar-mandir di depan kamar Taeyong tadi, pasti bocah ini merindukan nya."

Taeil mengangguk, lalu tersenyum tipis. "Dia sudah seperti tidak bisa jauh saja dari Taeyong." Doyoung menyetujui ucapan Hyung tertua nya.

"Hyung benar, kadang aku merasa iri pada Taeyong," Taeil mendongak untuk menatap Doyoung, sedangkan Doyoung yang mengerti akan tatapan Hyung nya yang bingung pun segera menjelaskan arti dari ke iri an nya.

"Karena Haechan selalu mencari nya dulu setiap pulang dari jadwal nya saat tidak memiliki jadwal bersama ilichil." Salahkah jika Doyoung merasa iri, jika mangne nya lebih bergantung pada leader nya.

"Aku mengerti, akupun kadang merasakan nya?" Doyoung menatap tak percaya pada Hyung nya itu, benarkah yang ia dengar ini.

"Haechan itu anak penurut sebenarnya, dia melakukan nya saat ada orang lain yang meminta nya, tapi dia juga mengerti dan memahami mana yang baik ia turuti dan mana yang tidak pantas ia lakukan, Haechan itu sebenarnya lebih dewasa dari usia nya!! Dulu, aku pernah menceritakan keluh kesah ku pada nya saat dia tau kalau aku tidak baik baik saja, dia yang meminta ku untuk mengeluarkan semua apa yang aku pendam dan benar, aku lega setelah bercerita pada nya dan baik nya lagi, anak kecil yang selalu bertingkah manis ini menjadi pendengar terbaikku sampai kini." Tatapan Taeil menyendu, mengingat kembali waktu sepekan lalu saat dirinya di landa kecemasan akan keputusan yang ia berikan, dan lagi lagi. Haechan lah yang menjadi pelarian nya untuk mendengarkan apa yang ia rasakan saat itu.

"Aku bersyukur, karena dia menjadi mangne kita! Ntah apa yang akan terjadi jika anak nakal ini tidak debut dalam grup kita. Aku pun dulu pernah ingin menyerah, tapi perkataan nya saat itu membuat ku mampu berpikir panjang dan mengambil keputusan yang menurut ku berat saat itu." Senyum Doyoung kembali menghiasi wajah nya, usapan nya kian memelan, perlahan air matanya turun membasahi pipi sang adik.

"Ah-, maaf Hyung cengeng ya." Doyoung mengusap pipi Haechan yang terkena lelehan bening dari mata nya, dia tulus menyayangi Haechan sebagai adiknya, bukan seperti apa yang mereka katakan di luar sana.

Mereka yang tidak tau apapun memang suka menjadge orang lain, maka Doyoung tidak kaget lagi saat membaca komentar pedas yang menyangkut perhatian nya pada sang mangne.

Taeil menarik nafas nya lalu menghembuskan pelan, ia tatap wajah damai bayi beruang kesayangan Taeyong itu, begitu lelap meskipun bisa di bilang anak itu bangun dua jam lalu. Taeil terkekeh ketika mengingat bujukan Taeyong sebelum pergi kemarin, dia harus mati matian memberikan Haechan seribu janji yang ntah kapan akan terlaksana, mungkin satu persatu nanti akan dilakukan oleh leader nya itu. "Aku akan siapkan makan siang dulu, nanti bangun kan dia kalau sudah selesai." Doyoung mengangguk, dia tidak berniat memindahkan kepala mangne nya karena kasihan kalau nanti anaknya akan terganggu dan bangun dia tidak tega.



"Hyung, kalau Taeil Hyung menyerah!! Siapa yang akan menjadi temanku. Aku tidak mau disini lagi kalau Hyung pergi." Ucapan Haechan waktu itu.

Sederhana memang, tapi bagi Taeil terasa begitu bermakna, karena ada seseorang yang menganggap nya berharga.














Momen bayi dengan Doy Hyung dan Taeil Hyung.

Ayi (Baby) Haechan Maknae 👶✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang