"Jadilah anak perempuan yang kuat!" Kata-kata tersebut selalu terdengar ditelinga Hana setelah ayahnya meninggal.
Hana selalu mengingat pesan Ayahnya, sehingga baginya, air mata cukup mengalir di atas bantal dimalam hari.
Hana tidak ingin ibu dan adiknya menderita, cukup lama ibunya menjadi tulang punggung keluarga selepas ayahnya meninggal.
"Kak, aku berhenti kuliah ya!" ucap Rafa yang tidak tega melihat kakaknya bekerja banting tulang untuk menghidupi ibu dan dirinya.
"Tidak, kamu tidak boleh berhenti kuliah, Dek!!!" Bentak Hana "Kamu harus selesaikan kuliah mu!" Tegas Hana sambil berlalu dengan tergesa-gesa untuk berangkat kerja.
Rafa melihat kakaknya berlalu, menunjukan kekecewaan tak terhingga, ia pun langsung menghampiri ibunya. "Bu, kasian Kak Hana, usianya sudah 30 tahun lebih, tetapi masih belum memikirkan untuk menikah ...." Rafa menghela nafas, seakan rasa bersalah.
Wanita yang sudah cukup berumur tersebut pun menghela nafas dan berkata, "semua ini salah ibu, sehingga Kakak mu harus bekerja keras," air mata menetes di pipi wanita tersebut."Kakakmu Hana memang tidak pernah libur, hari senin sampai jumat ia bekerja di kantor, sabtu dan minggu ia menjadi pelayan restoran. Baginya istirahat ketika ia tidur, andai saja ibu tidak sakit" Ibunya menatap arah jalan yang telah dilalui Hana
*********
"Hana loe normalkan?" tetiba teman kantor Hana bertanya.
Hana yang sudah biasa dengan pertanyaan tersebut berkata "normal lah!" Tegasnya dengan wajah jutek.
"Dikenalin sama cowok ganteng, Mau gak? tanya Icha dengan muka serius.
"Gak usah repot-repot, urus saja hidup loe sendiri" sahut Hana dengan ketus
"Ya Elah, mau sampai kapan loe sendiri?" tanya Icha dengan senyum sinis.
"Sampai tuhan menghendaki" tanya Hana dengan wajah kesal.
"Ok, ok, ok!" ucap Icha, "tetapi kalau suatu saat sudah berubah pikiran, kabari, ya!" Tegasnya. Hana hanya senyum sinis.
Hana sesungguhnya kurang senang terlalu lama ngobrol dengan teman kerjanya, baik di kantor maupun di restoran. Karena ia sudah dapat memperkirakan pertanyaan atau obrolan kearah mana.
****Bagi Hana, rasa sakit dan lelahnya hanya ia dan Tuhan yang tahu.
"Ayah ..., Hana rindu ..., Hana tak sekuat yang Ayah katakan. Jika bisa bertukar ruang, biarkan Hana yang berada di dimensi ayah saat ini. Ayah tak tahu kah ? Hana lelah!" Tulis Hana sambil meneteskan air mata.
Hana lalu memutar badannya dan berbaring menatap dengan kosong langit langit rumah, mendekap bukunya di atas dada. Menetes air mata di pipinya ketika terlintas senyum sang ayah, "Ayah, kebahagiaan dalam hidup Hana telah pergi, seiring kepergian ayah. Yang Hana inginkan sekarang hanya kebahagikan Ibu dan adik. Karena kebahagiaan Hana sudah hilang, setelah ayah pergi" ucap lirih Hana.
Hana mengusap air matanya, teringat begitu besar cinta sang ayah kepadanya. Ayah Hana selalu mengantar Hana ke sekolah, selalu memastikan bahwa Hana masuk ke sekolah, baru ia akan bergerak pergi. Ketika Hana terluka karena belajar motor, ayahnya pun sangat mengkhawatirkan keadaan Hana, ayahnya tidak tidur untuk menjaga Hana, ketika Hana harus dirawat di RS karena tangannya patah.
Ayah Hana selalu memperlakukan Hana Tegas namun penuh kasih sayang. Bagi Hana, banyak pelajaran hidup dari ayahnya yang bisa ia ambil. Baginya, ayah adalah orang bijaksana dan bisa dipercaya. Ayahnya selalu memberi pemahaman kepada Hana, ketika ibunya mulai memarahinya karena pulang terlambat atau membuat temannya nangis.
Bagi Hana, ibu adalah anugerah dalam hidupnya, tetapi ayah tak tergantikan. Sehingga ketika ayahnya meninggal karena sakit, Hana merasa dunia seolah-olah runtuh, hancur dan tidak ada obatnya. Hana merasa terpuruk,
"Ayah, kenapa begitu cepat engkau pergi. Ketika ayah ada, semua keluarga menganggap kita saudara, bahkan ayah lah yang membantu mereka. Tetapi ketika ayah tiada, dan kita butuh bantuan, tidak ada satupun keluarga kita yang datang membantu. Kalaupun bertemu, mereka hanya bertanya kapan Hana menikah. Ah, ayah, hidup tak seindah ketika engkau bersama kami" ucap Hana sambil menghela nafas
"Ayah maafkan Hana! Hana belum bisa bersinar seperti dulu, ketika ada ayah. Hana kehilangan pijakan, Yah. Jika saja ayah masih ada..." lagi-lagi Hana menangis dan mengusap air matanya
****"Makan, Nak!" Pinta ibu.
Hana yang akan berangkat kerja terkejut, melihat makanan kesukaannya terhidang di meja. Sudah lama semenjak ibunya sakit, Hana tidak pernah mencicipi makanan kesukaannya.
"Siapa yang masak, Bu?" Tanya Hana
Ibunya tersenyum, sambil menoleh ke adik Hana, "adikmu, ia ingat hari ini ulangtahunmu, makanya dia inisiatif masak, walaupun ibu yang memastikan bumbu dan lainnya dari kursi roda ini. In sya Allah masakannya enak, gak kalah dengan ibu" Jelas ibu Hana.Rafa tersenyum menyembunyikan rasa malu ketika dipuji oleh sang ibu, "lumayan lah, Kak" kata Rafa malu-malu, "tapi masih enak buatan ibu, jauh banget" Tegas Rafa.
Hana langsung menyatukan nasi dan semur daging di dalam piring kecil, ia pun memakannya dengan lahap. Tetapi air mata sulit untuk dibendung olehnya, ia teringat bagaimana ayahnya selalu berebut makan semur daging dengannya di meja makan.
Ibu dan adiknya seakan-akan faham dengan apa yang dirasakan Hana, dengan lembut ibunya berkata "ayo, Nak. Makannya segera tuntaskan , nanti terlambat kerja!" Pinta ibu lembut. Hana pun langsung menghabiskan makannya, memberi salam kepada ibu dan adiknya dan berangkat kerja.Ketika di dalam bis, lagi-lagi Hana berbicara dalam hati, "Ya, Allah. Hana rindu ayah, ayah adalah ayah yang sempurna. Kenapa begitu cepat ayah pergi? Jika waktu bisa diputar, Hana ingin bersama ayah, ayah adalah tempat ternyaman Hana untuk berteduh. Ayah adalah orangtua terhebat, keberadaan ayah yang dapat menghangatkan jiwa Hana."
Lamunan Hana, tetiba terbangunkan oleh seorang laki-laki yang menyapanya, laki-laki itu tinggi dan bertubuh sedang dan bicara sopan, "permisi, apakah bangkunya kosong?" Tanyanya sopan.
Hana langsung bergeser dan berkata "kosong, kak" jawab Hana lembut dan sopan.
10 menit kemudian bis berhenti, ternyata laki-laki tersebut turun di tempat Hana turun, dan masuk ke kantor tempat Hana kerja.
Hana terlihat sangat penasaran dengan laki-laki itu, Hana merasa tidak asing dengan laki-laki tersebut. Tanpa disadari laki-laki tersebut, Hana banyak mencuri pandang ketika mereka satu bis, tetapi sayangnya Hana tidak mengingat dengan baik siapa laki-laki tersebut. Tetapi senyum laki-laki tersebut tidak asing bagi Hana, tetapi entah dimana, Hana sama sekali tidak dapat mengingatnya.Sebetulnya, siapakah laki-laki tersebut, apa benar Hana pernah mengenalnya?
Ataukah semua yang Hana rasakan karena rasa kesepian, sehingga terpesona dengan pandangan pertama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hana
General FictionMenjadi tulang punggung keluarga, membentuknya menjadi gadis yang keras. Hana harus memilih mengubur mimpi dan menjadi gibahan semua orang hanya untuk kebahagiaan keluarganya. Ketika ia membuka hati, ternyata cinta yang salah yang ia dapati. Aka...