- chap 52 -

60 3 0
                                    

Dave terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa berat. Kepalanya sedikit pusing seperti habis terbentur. Dia melihat sekelilingnya, ah ini kamar Arabella.

"Tunggu. Apa aku masih hidup? Aneh,  aku telah mati beberapa saat lalu. Apa, ini? Aku baik-baik saja." Ucap Dave panik sambil mengecek keadaan tubuhnya yang terlihat sangat baik-baik saja.

Dia merogoh sakunya mencari pil yang di bawanya. Aneh, tidak ada pil di sakunya. Apa itu hanya mimpi?

Tapi, dia memang kekamar Arabella setelah mengantar Louis dan Seraphim. Aneh.

KRIET.. Pintu kamar yang gelap itu terbuka, Selene berjalan masuk menghampiri anaknya yang tampak kacau.

"Ibu benar, ternyata kau disini." Selene memeluk anaknya. Dia menatap kamar Arabella, anak itu lebih sering menghabiskan waktu nya di sini daripada rumahnya, itulah kenapa ratu menyiapkan nya sebuah kamar. Jadi, dia tak perlu tidur di kamar tamu.

Dave sangat bingung dengan apa yang terjadi. "Bu, aku merindukan Arabella." Gumamnya sambil memeluk ibunya.

"Ibu pun begitu. Iklaskan dia pelan-pelan, nak. Dia akan sedih jika kau tidak menjaga kesehatanmu, kau tahu itu kan?"

Dave mengangguk. Malam itu, setelah selene pergi kembali ke istana nya. Dave tidur di kamar Arabella. Semuanya begitu cepat, sampai tak terasa beberapa tahun telah berlalu.

Keesokan harinya Dave menjalani harinya seperti biasa, dengan pekerjaan yang menumpuk dan mengikuti berbagai rapat juga berkonsultasi untuk bisnis pribadinya.

Malam harinya, saat semua tertidur. Dave ke taman seorang diri, terasa sunyi dan sepi.

"Jika arwah memang bisa bergentayangan, kuharap Arabella akan mendatangi ku sesekali. Haha. Dasar gila." Dave mengacak-acak rambutnya. "Sungguh hari yang panjang. Kumohon, kali ini biarkan aku pergi."

Dave memanggil rèarmor.

"Ada apa, nak? Kau terlihat kacau." Ucap pedang tu dengan nada khawatir.

"Tolong bantu aku seperti kau membantu Arabella saat itu." Pinta Dave dengan frustasi.

"Dia bertindak ceroboh untuk menyelamatkan mu, tak bisakah kau tetap hidup untuk menghargai pengorbanannya?" Ucap pedang itu. "Maaf, aku tak mau membantumu." Pedang itu pun menghilang.

Dave tersenyum kecut. Dia berjalan dengan gontai meminta pedang dari prajurit yang bertugas jaga dan kembali ke taman.

"Baiklah, Arabella. Mari bertemu kali ini." Dave bersiap menusuk dadanya dengan pedang itu dan menariknya.

"Sakit ini sangat nyata. Ini pasti bukan mimpi seperti saat itu bukan?" Gumam Dave sambil memegang dadanya. Pandangan nya buram, dia yakin ini waktunya. "Alex, aku titip kerajaan padamu."

.
.

"Yang mulia, yang muliaa... apa anda baik-baik saja?"

Dave membuka matanya secara terpaksa. "Argh.. dimana aku?"

"Anda tak sadarkan diri di taman." Ucap pengawal itu.

Dave segera berdiri dan memegang dadanya. "Kenapa aku masih hidup." Gumam nya.

"Yang mulia?" Pengawal itu tampak bingung. Sebenarnya apa yang terjadi pada putra mahkota?

Dave berlari ke kamar Arabella.

"Apa ini hukuman? Atau apakah ini berkah? Bagaimana ini, Arabella. Aku hanya ingin ikut bersama mu, tak bisakah kau membawaku juga?"

Dave tak mudah menyerah. Dia mengikat tali dengan kuat di langit-langit kamar. Setelah dirasa cukup untuk menahan beratnya, dia mengambil kursi dan menaikinya.

Dave memasukkan kepalanya ke dalam lingkaran tali itu. "Kumohon, matilah. Dasar nyawa syalan. Lepaslah dari raga ini." Tanpa ragu, Dave menjatuhkan kursi yang menjadi pijakannya.

.
.

"Dave? Apa yang kau lakukan?"

Dave membuka matanya dan segera menatap kearah dia mengikat tali. Tali itu tak ada.

"Alex? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Dave.

"Aku melihatmu berlari ke arah sini, jadi aku mengejarmu." Ucap nya lalu keluar dari kamar.

"Jika kau nyaman disini, tidurlah disini. Jika kau ingin minum aku akan menemanimu jika kau mau." Alex berlalu keluar kamar.

Dave tertawa dengan frustasi. "Apa yang salah dengan ini."

Dia merebahkan tubuhnya. "Apa mungkin aku harus mencoba cara lain?" Gumam nya lagi.

Hari berlalu dengan cepat. Dave mencoba segala cara yang dia tahu untuk menghilangkan nyawanya, namun tak ada satu pun yang berhasil. Dia kembali bernafas seperti hal itu tak pernah terjadi sebelumnya.

Ini hari ke tiga belas Dave mencoba berbagai cara. Dan disinilah dia, di depan sebuah rumah tua di ujung hutan bagian barat.

Dari informasi yang dia dapat di gilda Spinx.  Di dalam rumah ini hidup orang tua bijak yang sudah hidup cukup lama. Namun, dia tak menemui sembarang orang. Jadi, hanya orang yang dia mau temui yang bisa membuka pintu rumahnya.

"Permisi.. apakah ada orang di dalam?" Teriak Dave sambil mengetuk lonceng di pintu.

Karena tak ada jawaban, Dave segera membuka pintu itu. "Pintunya terbuka." Dave tampak senang.

Di dalam rumah, tampak kosong. Tak ada apapun. "Apa ini benar tempatnya?"

"Kau datang lebih lama dari yang aku perkirakan." Ucap orang tua itu dengan ramah. "Ah, lihat semua bekas luka itu. Kurasa kau sudah melakukan cukup banyak hal untuk mati, bukan?"

Dave terkejut. Bagaimana dia tahu? Padahal tak ada bekas luka di tubuhnya. "Siapa kau?"

"Hahaha... kau cukup gigih. Kau tahu? Aku pernah bertemu dengan orang yang mirip dengan mu, mungkin beberapa kali?" Ucap pria tua itu sambil tersenyum.

"Aku, ingin mati. Beritahu aku caranya, aku sangat frustasi. Tolong, bantulah aku."

Pria itu duduk di kursi tuanya. "Nak, kau ingin mati atau ingin bertemu gadis itu lagi?"

"Itu membuatku takut. Kenapa kau seperti bisa membaca isi hati." Dave bergidik ngewri.

"Aku sudah menyimpan ini cukup lama. Ini bisa menyembuhkan segala penyakit. Saat gadis itu telah menusuk dirinya dengan pedang, minumkan ini padanya. Dia akan kembali seperti semula." Pria tua itu tersenyum sambil menyodorkan botol kecil itu.

Dave tersenyum frustasi. "Dia sudah tidak ada. Dia sudah pergi. Obat itu terlambat. Itu tak berguna. Itu tak akan merubah apapun." Ucap Dave sambil mengepalkan tangannya.

"Kau tahu Eternal flint falls? Itu berada di dalam hutan di bagian utara. Ada api di balik air terjunnya, itu jelmaan dewi waktu, Flarie. Dia di jaga oleh Ceffil, ku pikir kau pernah bertemu dengannya, bukan?"

Dave mengingat-ingat. Ah benar, itu air terjun yang dia datangi bersama Louis. "Tapi itu spirit api dan bukan dewi waktu." Ucap Dave bingung, dia yakin jika Alerie berkata itu adalah Spirit Api.

"Dia menyamar, karena banyak yang mengincarnya. Pergilah ke tempat itu." Ucap pria itu lalu mengeluarkan sebuah permata emerald. "Berikan ini padanya, katakan kau ingin mengulang waktu."

Dave tersenyum sumringah. "Aku bisa kembali sebelum Arabella mati. Aku bisa menyelamatkannya." Ucap Dave girang. "Pak tua, aku sangat berterimakasih."

"Anggap saja ini balas budi. Dulu kau pernah membantu ku." Ucap pria itu sambil tertawa.

Dave bingung. "Benarkah? Aku?"

Pria tua itu mengangguk. "Jika kau mengingat kehidupan mu Sebelumnya, kau pernah menyelamatkan seekor naga di balik gunung. Naga itu aku."

Dave tercengang. Semua kebetulan tak masuk akal ini seperti telah di rencanakan.

Time Won't Fly : The Place We Can't Be Found [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang