30. Tragedi Pertandingan ✔️

92 12 0
                                    

Happy Reading~

Jangan lupa tinggalkan bintang ⭐ serta berkomentarlah.

Kasih Saran sama kritik juga boleh ya sayangku. Jangan takut, karena aku juga butuh saran buat perbaiki cerita ini.

Terima kasih sudah membaca senyum dari saguna❤

••••




Dania menghembuskan napas berat. Ia memastikan terlebih dahulu perasaannya sebelum melangkahkan kaki ke ruangan yang lumayan ramai orang itu.

"Cari siapa, Dan?" pertanyaan itu datang dari Pak Rian, guru muda yang mengajar geografi di kelas 11 IPS 2. Ia memang terkenal ramah pada semua orang.

Dania tersenyum kecil dengan raut wajah sedikit gugup, "Saya di suruh Bu Aini ke ruangan guru, Pak."

"Oh Bu Aini?" Pak Rian berbalik menghadap ke dalam ruangan besar berisi puluhan meja itu, "itu Bu Aini ada di mejanya."

Pak Rian tersenyum pada Dania. Ia melanjutkan perkataannya, "pasti Bu Aini juga lagi nungguin kamu. Sana masuk!"

Dania mengangguk. Ia menengok ke dalam dan terlihat Bu Aini sedang sibuk di mejanya.

"Saya permisi, Pak." Dania berpamitan dengan gurunya itu. Pak Rian mengangguk disertai senyum manis kesukaan para siswi dan guru wanita di Tanubrata.

"Permisi, Bu." Bu Aini mendongak untuk melihat siapa yang menegurnya, "katanya, Ibu memanggil saya."

"Iya, silakan duduk, Nak!"

Dania menurut saja. Ia sekarang duduk berhadapan dengan wali kelasnya itu.

"Ibu sudah tunggu untuk kamu segera bergabung pada ekstrakurikuler sekolah, tapi sampai sekarang kamu belum bergabung di mana pun. Bagaimana ini? Apa yang akan ibu tuliskan pada rapormu nanti? Kita sudah mendekati ujian semester loh, Dan. Kamu tau itu 'kan? Apa kamu tidak masalah kalau nilai untuk ekskul milikmu kosong? Sayang banget, Dan."

Dania menundukkan kepala meresapi semua ucapan wali kelasnya. Ia juga teringat ancaman sang ibu yang mewanti-wanti kekurangan nilai tidak menghambat prestasinya.

"Dari dokumen yang saya terima saat kamu pertama kali masuk. Di sana tertulis kamu cukup aktif di ekstrakurikuler Paskibraka. Mengapa tidak meneruskan itu saja?"

Kini gadis itu telah menatap wajah gurunya. Dania ingin sekali menjelaskan semua yang ia rasa. Namun, di satu sisi, dia juga takut kalau nanti hal itu akan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.

"Kalau kamu tidak mengikuti ekstrakurikuler yang diwajibkan untuk kelas sepuluh dan sebelas maka kamu akan tertinggal oleh teman-temanmu yang mengikutinya. Saran itu, pilihlah salah satu ekstrakurikuler yang kamu minati!"

Dania mengangguk pelan, "Iya, Bu. Mungkin, saya akan bergabung dengan jurnalistik seperti Laya."

Bu Aini tersenyum mendengar itu. Ia bukannya memaksa anak didiknya ini. Namun, ia takut kalau Dania tidak mendapatkan nilai sempurna hanya karena mengosongkan nilai ekstrakurikulernya.

"Ibu senang mendengarnya. Apa pun itu semuanya baik. Segera-lah mendaftar! Agar cepat pula untuk bergabung."

"Iya, Bu. Saya akan bilang ke Darel."

Bu Aini mengangguk sekali dengan senyuman masih terukir di wajahnya yang mungil.

"Sekarang kamu boleh kembali ke kelas."

Dania segera bangkit. Setelah berpamitan, ia lantas melangkahkan kaki keluar dari ruangan yang cukup ramai itu.

Gadis ini tidak dipertemukan lagi dengan Pak Rian, tetapi saat baru saja kakinya menginjak koridor, ia dipertemukan dengan Saguna. Ternyata sedari tadi cowok itu sudah menunggunya di depan pintu.

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang