[Writora : Take Your World 2023]
Nou ditemani sahabatnya, Gil. Menjelajahi negara baru setelah terombang-ambing di samudera pasca badai aneh yang menerpa laut bagian selatan pulau Hilang. Zex, si kepala desa kebingungan mencari mereka. Sementara Tor...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Melewati beberapa pohon Eboni di belakang yang dahannya seolah mengintip ke mana mereka pergi, sinar matahari mulai ikut masuk melalui celah-celah ventilasi alami dari daun yang tidak rimbun serta angin pagi, Zex berjalan paling depan, sedangkan Wei berada di tengah dan Sam mengekor di belakang.
“Bagaimana kau mengenal orang itu?” Sam menendang tanah basah dengan kaki telanjang.
“Siapa?” Sahut Zex.
“Kakek tua itu, kau tahu si penjaga pantai, dia dengan senang hati membiarkan kita semua masuk.”
“Dia bagian dari kita, Sam. Jika tidak, kita pasti sudah berada di kantor pengawas karena dianggap penyusup,” kata Wei menimpali.
“Benarkah? Bagaimana kau tahu?”
Perempuan gempal itu berbalik, menjauhkan jaraknya dengan Zex. “Kau pikir bagaimana pak tua itu mendapat pasokan setiap bulan untuk pulau kita?”
Seperti ada bola lampu raksasa mencuat dari kepala Sam, “Benar, aku tidak menyadarinya. Kupikir Zex benar-benar seorang penyihir.”
“Jadi selama ini kau yang menyebarkan rumor itu?!”
Entah bagaimana Zex jadi berhenti dan ikut meladeni pembicaraan teman-temannya. Sam cekikikan. “Tidak, sungguh. Aku tidak membicarakan banyak hal.”
“Kau tahu, Sam. Aku bisa melihat masa depan, kan? Kupikir kau tidak akan keluar dari hutan ini, jika tidak bisa berhenti menyebarkan gosip.”
Wajah gelap Sam pias, ia menyugar rambutnya dengan baik, lalu berdiri tegap di depan Zex. Memberi isyarat menutup mulut dan membuang kuncinya ke udara.
“Bagus, Sam.”
Kemudian Zex kembali berjalan di depan. Meninggalkan Sam si mulut besar. Dia Jos, lelaki itu bahkan menghabiskan seluruh hidupnya untuk membantu Zex. Jika ada orang yang patut disuguhi tanda pahlawan, bagi Zex, Jos adalah salah satu yang pantas menerimanya.
Setengah umurnya dihabiskan untuk menjaga pantai, memberi pulau kehidupan. Jos menampung bahan baku yang dibelinya dari kota dengan harga murah, memberikannya pada Zex saat dibutuhkan.
Seperti orang-orang terdahulunya, ayahnya, kakeknya. Menyambung benang-benang agar yang jauh tidak putus, agar yang pulang tidak hilang. Mata Zex menerawang jauh, kini melambung menuju dua jam ke belakang Jos selalu begitu, berdiri di bibir pantai dengan sebuah senter berwarna merah yang usang. Menyinari tugboat kami yang menepi.
“Syukurlah kau datang lagi,” ucapnya terdengar seperti kelegaan.
“Bagaimana kau tahu aku akan datang, Jos?” Aku turun, memeluk tubuh sahabatku.
“Mereka di sini, Zex. Namun aku kehilangan mereka.”
Sementara aku menggiring Jos ke bawah ceruk tebing di utara pantai, Wei dan Sam menurunkan bawaan kami. Menunggu dengan khidmat.