Feat. KSJ as James
Sebesar apakah sebuah kasih bisa diukur?Well, aku tidak tahu. Memangnya ada sebuah pengukuran untuk itu? Memangnya itu nyata? Bukankah kita hanya membohongi diri sendiri bahwa menerima hal itu akan membuat kita bahagia? Bukankah kita terlalu mendamba, mengagungkan, dan menggilai hal itu padahal ada sesuatu yang lebih nyata yang sebenarnya menunggu kita, pasti mendekap kita dan pantas untuk diterima semua orang?
James memberiku hal itu dengan cara yang sungguh unik.
James menyandang predikat sebagai pacarku. Pria luar biasa dengan wajah dan pesona yang mampu membuat siapa pun bertekuk lutut serta isi pikirannya yang kaya akan ide mengagumkan. Dia pria manis dengan jalan pikiran yang tidak bisa ditebak.
Kami bertemu dengan cara yang klise. Tak sengaja bertemu di sebuah kafe, ditemani hujan lebat, dan udara lembap. Aku yang hanya berdialog dalam pikiranku dan ditemani kopi dingin yang tidak tersentuh, mendadak didatangi olehnya. Dengan senyum ramah dan permintaan sopan sekaligus berhati-hati, James meminta izin agar dapat menempati kursi kosong tepat di hadapanku.
Tak ada alasan bagiku untuk menolaknya. Aku memang duduk di meja itu sendirian dan tidak sedang menunggu siapa pun. Lalu James baru saja masuk ke kafe yang telah hampir penuh tersebut, dengan bekas air hujan pada beberapa bagian jas berwarna cokelatnya dan ekspresi kedinginan samar pada wajahnya.
Jelas dia perlu minuman hangat dan tempat untuk duduk, jadi aku mengiyakan permintaannya. Namun, bukan hanya menjadi orang asing yang mendadak menginterupsi waktu menyendiriku, James malah menjadi teman mengobrol yang sempurna.
Kami dan pertemuan kami terlihat seperti kisah romantis yang dirangkai rapi oleh takdir. Tapi, entahlah, mungkin bukan situasi dan kondisi hari itu, melainkan hanya karena masing-masing dari kami telah tahu dan saling menemukan.
Aku telah dapat merasakannya, begitu pun dengan dirinya.
Setelah pertemuan di kafe tersebut, setiap kali aku mendatangi tempat itu lagi, James juga akan ada di sana, duduk di meja yang sama seperti yang kami tempati di hari pertama kami bertemu. Dia akan melambai, dan berkata lembut ketika aku sudah mendekat, “Aku telah menunggumu, nona.”
“Benarkah?” Ucapku dengan senyum simpul. Aku melanjutkan dengan nada bercanda untuk menyelimuti keseriusan nyata, sembari duduk berhadapan dengannya, “Aku juga sudah menantimu—menanti pertemuan kita.”
Dan obrolan kami berlanjut, sekaligus hubungan kami. Bukan lagi hanya sekadar teman mengobrol di sebuah kafe langganan, melainkan hubungan kekasih.
Kami tidak lagi hanya bertemu di kafe, melainkan juga tempat-tempat lainnya. Selayaknya pasangan yang berusaha menciptakan berbagai momen bersama. Bahkan tak segan, kami mulai lebih sering mengunjungi tempat-tempat yang lebih privat, di mana tidak ada banyak orang yang ada di sekeliling kami. Tempat di mana kami dapat saling mengeksplorasi lebih dalam dan akurat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Odds and Ends
Fiksi Penggemar[Oneshot collection | Previous title: Phosphenes] Odds and Ends (n); miscellaneous remnants or leftovers Kalau ini permen, bungkusnya ngga isi deskripsi pasti rasa tertentu, jadi kalian ngga akan tahu rasa apa yang bakal kalian dapat, kecuali kalau...