Terik matahari yang menyengat kulit tak ia hiraukan kala menyadari koran-korannya belum ada yang terjual sejak pagi tadi. Sadewa terduduk sambil kedua tangannya menyeka keringat yang keluar. Ia termenung sesaat lalu merasakan hal yang janggal diperutnya. Astaga, Ia melupakan makan siang.
Biasanya Jihan selalu datang sembari membawa makanan yang lezat. Namun, Sadewa tahu jika Jihan pasti mempunyai kesibukan lain. Dan, Sadewa juga tak mau merepotkan gadis itu. Lagipula, Sadewa masih memiliki sedikit uang untuk membeli makanan.
Namun niatnya untuk membeli makanan urung seketika saat ia menyadari sesuatu. Sebelum berangkat kerja, tanpa sengaja Ia melihat sepatu milik Ayahnya. Sepatu itu terlihat jelek dan tak layak untuk dipakai.
Sadewa menghela nafas panjang. Sepertinya ia harus menahan rasa laparnya kali ini. Sebab, uang ini akan ia gunakan untuk membeli sepatu baru untuk Ayah.
Sadewa kembali berdiri, ia melangkah ke kiri hendak ke toko sepatu. Setelah sampai didepan toko, ia tak langsung masuk, melainkan berdiri memandang jejeran sepatu dibalik jendela kaca toko. Sadewa berharap harga sepatu didalamnya tidak lebih dari uang yang dibawa.
Memutuskan untuk masuk, Sadewa tersenyum ramah terhadap pengunjung yang menatapnya dengan tatapan kurang mengenakkan. Sadewa dianggap seperti pengemis karena penampilannya yang lusuh. Tak hanya penampilan saja, wajah lebam Sadewa turut menjadi pusat perhatian. Untungnya ia tak ambil pusing hal itu.
Kedua maniknya berbinar menatap sepatu-sepatu yang terlihat keren. Untungnya ia mengingat ukuran kaki sang Ayah sehingga Sadewa tidak perlu repot mencari sepatu yang cocok.
"Kenapa harganya mahal sekali?" Batinnya setelah melihat-lihat harga yang tertera di balik sepatu tersebut.
Seorang pria dari kejauhan memerhatikan pergerakan Sadewa. Senyuman miring terbit di wajah sangarnya. Pria itu melangkah mendekati Sadewa. "Nyari sepatu untuk siapa, dek?" Tanyanya basa basi.
Merasa ada seseorang berada disampingnya, Sadewa menoleh lalu tersenyum kikuk. Ia membalas ucapan pria tersebut dengan gelengan kepala. Sadewa mencoba untuk tidak peduli, namun pria itu cukup menganggu. Bagaimana tidak, pria dengan jaket coklat tersebut selalu mengikuti kemana ia pergi. Apalagi gerakan pria itu cukup mencurigakan. Sadewa merasa harus waspada.
"Apa orang ini punya niat buruk?"
Dan benar saja, tak berselang lama- beberapa wanita berteriak seraya menunjuk ke arah mereka berdua, lebih tepatnya kearah pria itu yang berada di samping Sadewa.
"PENCURI!"
Pria itu langsung kabur dan menarik Sadewa untuk ikut bersamanya. Tentu Sadewa dibuat bingung sama tindakan pria itu. Ditengah pelarian, Sadewa berusaha mungkin melepaskan tangannya dari genggaman orang ini.
Beberapa pengunjung dan karyawan toko beramai-ramai mengejar mereka berdua. Setelah keluar dari pintu masuk, langkah pria itu terhenti kala Sadewa menggigit punggung tangannya sekuat tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadewa 1987
Fiksi RemajaSUDAH END , PART LENGKAP Ibarat Bulan dan Matahari. Sampai dunia hancur pun, Tuhan tidak akan ngizinin mereka untuk bersatu. Karena pada dasarnya, mereka hanya berdiri sesuai masanya. Siang dan malam. Mereka berbeda, berbeda segalanya Sama seperti k...