41. Kambali pulang

8.5K 500 46
                                    

Suasana danau sepuluh tahun lalu masih sama sepertini kini, saat pertamakali nya Lila dan Kala bertemu dan bertukar cerita hingga akhirnya menjadi sahabat yang tak terpisahkan.

Lila kecil yang cerewet, cocok bersanding dengan Kala yang tak banyak bicara.

Bahkan saat kedua nya bertemu kini, di tempat yang sama namun dengan suasana yang amat berbeda.

Hening dan amat sunyi, Kala bahkan merasa asing di sana meski danau itu menjadi tempat favorit nya bersama Lila.

"Kala?"

Yang di panggil menoleh, kedua nya duduk tenang di atas rumput hijau yang terlihat jauh lebih segar. Menatap air danau yang begitu jernih seolah di sanalah tempat mata air berada.

"Kenapa Lila?"

Lila menggeleng kecil, hingga luka di leher nya jelas terlihat. Seperti habis di lilit sebuah Tali yang begitu kuat.

"Lo masih betah di sini?"

Kala tak mengerti apa yang di maksud gadis berwajah pucat itu, namun agak nya Lila tak suka ia berada di sana.

"Kenapa?" Tanya Kala pelan, "Ini tempat favorit kita dulu kan?"

Lila menatap Kala dalam. "Iya dulu, sebelum tempat ini jadi menyeramkan."

"Kalo gitu ayo kita pulang." Ajak Kala, gadis itu mulai bangkit dari duduk nya menepuk rok abu-abu nya pelan karna beberapa rumput seolah ingin ikut.

Gadis itu masih bergeming, tatapan mata nya memerah dengan wajah sepucat kertas. Senyum nya begitu tipis di lempar pada Kala.

"Ga bisa Kal."

"Kenapa? Ayo pulang! Lo mau di maraih Bunda sama Umi?"

"Kala."

"Kalo lo gak mau pulang, gue juga gak mau. Gue mau sama lo terus. Gue mau main sama lo selama nya—"

"Gue udah meninggal." Lila berujar pelan. "Kita udah gak bisa sama-sama lagi."

Kala memejamkan mata resah, kepala nya terasa seakan ingin pecah. Amat sakit, seakan ingatan dari memori yang awalnya hilang masuk ke kepala dengan paksa.

"Lo harus pulang, sendiri. Jalan lo masih panjang Kal. Banyak orang-orang yang nunggu lo di rumah." Lila menyentuh bahu Kala lembut, tak lama mendorong Kala pada sebuah cahaya yang amat menyilaukan hingga gadis itu hilang.

"Kala?"

Uhuk!

"Detak jantung nya melemah."

"Oprasi nya gagal?"

Uhuk!

Uhuk!

Di tengah rasa sakit nya Kala dapat mendengar suara-suara yang saling bersahutan menyebut nama nya.

Hingga kaki nya terasa begitu dingin seolah ada yang meniup, lalu naik beransur ke badan dan berakir di tenggorokan.

Dada nya seolah terhampit, amat sesak. Hingga Kala tak bisa membuka mata. Mulut nya terasa penuh akan selang  yang di paksa untuk masuk kedalam paru-paru baru milik nya.

"Jangan," Lirihan suara Sang Ayah terdengar, "Jangan paksa Kala lagi."

"Kalo Kala emang udah gak kuat, Ayah ga papa—"

"Mas!" Kirana menarik tubuh Yuri yang membisiakan Kala kalimat seperti itu. Ia ketakutan jika nanti Kala akan benar-benar menyerah.

Beberapa hari setelah oprasi nya selesai, gadis itu memang belum sadar. Kala mengalami Koma hingga sekarang tiba-tiba menjadi kritis seperti ini.

Kala, Dan 10 Pinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang