Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam."
(HR. Muslim no. 1163).
----
Setelah tertidur lagi selama kurang lebih dua jam, Yudha akhirnya membuka mata. Tatapannya yang masih buram langsung tertuju ke arah jam dinding yang tergantung di salah satu sisi. Pukul 03.50. Masih beberapa menit lagi sebelum shalat shubuh. Sepertinya Yudha masih memiliki waktu untuk melaksanakan shalat tahajjud.
Mesiki setengah malas lantaran masih mengantuk, Yudha beringsut turun dari tempat tidur. Ia melangkah gontai menuju kamar mandi, meninggalkan Alifa yang masih lelap di dalam tidurnya.
Yudha merasa jauh lebih segar setelah berwudhu'. Ia kemudian menggelar sejadah di samping tempat tidur. Ya, meskipun kamar ini adalah kamar tamu yang jarang digunakan, di dalam kamar selalu disediakan perlengkapan shalat. Ibu Alifa bahkan menggantinya setiap bulan walaupun tidak ada yang memakainya. Alhasil, sejadah yang kini Yudha gunakan sudah pasti terjamin kebersihannya.
Tidak berselang lama, Alifa juga terbangun. Dalam keadaan setengah sadar, ia melakukan hal yang sama dengan suaminya, yaitu beranjak menuju kamar mandi untuk berwudhu'. Wanita itu juga ingin melaksanakan shalat tahajjud sebelum waktunya habis.
Sebenarnya, sebelum keduanya menikah, Yudha sangat jarang melaksanakan shalat sunnah yang satu ini. Nyaris tidak pernah malah. Jangankan untuk shalat tahajjud, untuk shalat shubuh saja dirinya terlalu malas untuk membuka mata. Namun, sejak resmi menjadi suami Alifa, Yudha selalu melihat istrinya itu bangun pagi-pagi sekali untuk shalat tahajjud. Alifa juga pernah menjelaskan soal keutamaan shalat tahajjud, yaitu Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam." (HR. Muslim no. 1163). Lama kelamaan, hati Yudha akhirnya tergerak. Ia merasa malu karena Alifa lebih rajin beribadah daripada dirinya. Padahal, sebagai kepala keluarga dan seorang suami, ia lah yang harusnya membimbing Alifa lebih dekat kepada Allah. Akhirnya, sejak saat itu Yudha juga ikut melaksanakan tahajjud walau masih tidak rutin seperti istrinya.
Beberapa menit sebelum adzan shubuh berkumandang, Yudha pamit untuk pergi ke mesjid. Kebetulan sekali, ia berpapasan dengan Arfan saat keluar dari kamar. Ia tersenyum canggung lantaran wajah Arfan sepertinya terlihat penasaran mengapa ia bisa tidur di kamar tamu. Namun, ayah mertuanya itu juga tidak bertanya apapun. Alhasil, sama sekali tidak ada percakapan di antara keduanya pagi itu. Mereka hanya buru-buru mengejar waktu agar segera sampai di mesjid.
Yudha kembali ke rumah lebih cepat dibanding Arfan. Matanya terasa sangat berat. Rasanya ia ingin segera menyambung tidurnya yang tadi terputus.
Sesampainya di rumah, Yudha langsung masuk ke dalam kamar yang ada di lantai atas. Alifa juga ada di sana. Wanita itu sedang membaca Al-Qur'an, salah satu rutinitasnya setiap pagi. Diiringi suara merdu istrinya, Yudha mengganti pakaian dengan baju tidur dan langsung berbaring di atas kasur.
"Mas, kok tidur lagi?" tanya Alifa yang baru saja menyelesaikan bacaan Al-Qur'annya.
"Ngantuk banget, Sayang."
Alifa menghela napas mendengar jawaban itu. Sejujurnya, ia tidak suka melihat suaminya yang suka sekali tidur setelah shubuh. Namun, mengingat tadi malam Yudha tidur larut malam ditambah lagi insiden semalam yang pasti mengganggu tidur suaminya, Alifa akhirnya menyerah. Baiklah, untuk kali ini saja dia akan membiarkan Yudha melanjutkan tidurnya.
Untuk mengisi waktu sebelum pagi menjelang, Alifa menghabiskan waktu dengan membaca buku. Setelah cukup bosan, ia beralih melakukan kegiatan bersih-bersih. Walaupun rumahnya cukup besar, orang tua Alifa sama sekali tidak pernah menyewa pembantu. Kebersihan tetap menjadi tanggung jawab anggota keluarga. Di antara mereka, Alifa lah yang paling sering bebersih. Ibunya lebih bertanggung jawab di dapur. Meski begitu, tidak jarang mereka bertiga gotong royong untuk bersih-bersih rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terang [LENGKAP]
RomanceTentang keluarga dan pasangan. Tentang alur nyata kehidupan. Tentang berdamai dengan semua takdir menyakitkan. Tentang menerima, mencintai, dan saling menguatkan. Cerita tentang titik terang dalam hidup yang gelap dan diselimuti kebohongan.