8 - Meninggalkan Nashville

87 6 0
                                    

Seumur hidup Mala, dia tak pernah bermimpi akan meninggalkan Nashville untuk selamanya, kecuali kematian yang membawa pergi. Namun ketika menoleh ke belakang menatap pucuk Bellsouth Building–bangunan tertinggi di Nashville–jiwanya seakan lepas melayang tak tentu arah.

"Jika bersamaku, tidak boleh ada air mata."

Uncle Jimmy memang bukan orang yang hangat. Namun Mala memahami kenapa kalimat itu menjadi kesepakatan antara mereka berdua saat Mala duduk di belakang Uncle Jimmy.

Harley Davidson paman yang tak pernah disayanginya itu meraung kencang ketika mereka memasuki batas kota Nashville. Tak ada lagi yang membuatnya harus bertahan di kota kelahirannya. Baik itu Gamma Moreano–lelaki yang padanya sudah Mala serahkan segenap hati dan raganya. Juga Jeff Hopkins sang ayah tercinta yang memaksanya meninggalkan Tennessee–negara kelahirannya.

"Karena kau harus tetap hidup, maka sebaiknya kau tidak membantahku." Mala memeluk erat pinggang Uncle Jimmy–melindungi diri dari dinginnya angin yang menderu. Mungkin setelah ini, dia akan berusaha menyayangi adik kandung ibunya yang selama ini tak pernah peduli padanya. Dia tak punya siapapun untuk berlindung dari ancaman yang didapatnya.

Masih terbayang jelas di pelupuk, Notaris Rayyes dengan bekas lubang peluru di keningnya. Peluru itu bisa jadi ditujukan untuk dirinya. Hanya saja Rayyes berada di tempat dan waktu yang salah.

Mungkin Vicky dan pengawalnya yang membunuh Rayyes. Mungkin juga orang yang sama dengan yang membunuh Lowkey Moreano–mertuanya.

Setelah tiga jam berkendara, Uncle Jimmy membelokkan si Harley di sebuah pom bensin. Harley kehausan–jadi mereka bisa beristirahat sejenak. Mala bergegas menuju toilet yang ada di mini market, sementara Uncle Jimmy menelpon.

Saat Mala keluar dari toilet, dia melihat beberapa motor Harley Davidson berseliweran di area pom bensin. Mereka semua mengenakan kostum yang mirip dengan Uncle Jimmy, hanya berbeda di jumlah rantai, gelang dan cincinnya.

Mala berpura-pura berbelanja, namun memasang sikap waspada sembari mengamati apa yang terjadi di luar. Tampak Uncle Jimmy yang sudah duduk di atas Harley dikelilingi beberapa "teman". Mereka tampak berdiskusi serius.

Mala mengeluarkan dompet kulit dari saku bajunya. Menimbang-nimbang hendak mengeluarkan pistol mini, namun kemudian mengurungkannya. Uncle Jimmy tidak akan menyakitinya. Dia dan "teman-temannya" memang tampak tidak ramah apalagi dengan bendera bersimbol dua tulang manusia bersilang–yang dipasang di bangku belakang Harley masing-masing.

Suara klakson Uncle Jimmy memanggilnya. Setelah membayar beberapa makanan dan minuman yang dibelinya–Mala keluar dari mini market, masih dengan sikap waspada. Teman-teman Uncle Jimmy sontak menoleh ke arahnya dan Mala bisa melihat sebagian besar mereka sudah seusia Uncle Jimmy.

Mungkin mereka bukan geng motor yang ditakuti di Tennessee. Tapi klub lelaki pensiunan pecinta Harley Davidson.

"Siapa mereka?" bisik Mala ketika sudah duduk di belakang Uncle Jimmy. Gerombolan Harley itu mengikuti mereka.

"Mereka akan melindungi kamu–bila aku tidak ada."

"Paman mau ke mana? Meninggalkan aku bersama mereka?" tanya Mala was-was. Entah kenapa, dia mulai merasa Uncle Jimmy adalah pengganti ayahnya. Meski tentu saja dia bukan Kepala Polisi teladan di Nashville.

"Aku akan kembali ke Nashville setelah kamu sampai di Pearl House. Di Nashville, kamu sudah tidak aman."

"Aku tahu."

"Tidak sebanyak yang kami tahu."

Uncle Jimmy menderukan laju Harley Davidson.

***

Gamma benar-benar tidak bisa membendung emosinya. Hal yang selalu disesalinya ketika barang-barang di sekitarnya sudah berjumpalitan ke segala penjuru. Setelahnya dia menjadi lemas dan kelelahan, dan hanya bisa tergolek di atas sofa–menyesal dan tanpa daya.

Andai dia bisa memutar waktu, pasti koper itu hanya akan dipatahkannya–tapi tidak dilempar ke arah istrinya.

"Kau sudah mencari ke teman-temannya?" tanyanya parau.

Vicky yang berdiri di sebelahnya, kini tidak lagi berusaha mengembalikan barang-barang di kamar Gamma ke tempatnya semula. Biar nanti para pelayan yang melakukannya. "Dia tidak punya banyak teman. Sejak kalian menikah, banyak yang menghindar berteman dengannya. Semua orang di kota ini tahu siapa Moreano–jadi mereka memilih untuk tidak berurusan dengan segala hal yang mengaitkan dengan Moreano."

"Apa papa sejahat pemikiran mereka?"

Vicky mengendik bahu. "Kurasa hanya Jeff Hopkins yang tahu."

Gamma mendengus. Menjambak rambut sekuatnya lalu berteriak. Vicky hanya mengamatinya tanpa merasa perlu mengambil tindakan apapun.

Gamma sedang berada di titik terendahnya. Dia perlu bantuan, dan itu seharusnya dia dapatkan dari Mala. Satu-satunya wanita yang bila tidak diusirnya pasti akan membantunya untuk bangkit kembali.

Sayang sekali, orang seperti Gamma tidak bisa menghargai betapa berharganya Mala untuk dirinya. Vicky mendengus pelan.

"Cari Mala sampai ketemu, Vicky. Apapun yang harus dilakukan, lakukan! Bahkan bila harus mengerahkan polisi se-negara bagian."

Vicky menarik sudut bibir. "Masalahnya, Tuan Rayyes ditemukan terbunuh di rumah Mala. Dan dia kabur entah ke mana. Bila polisi menemukannya–belum tentu akan membawanya baik-baik ke hadapan kita."

"Apa mereka menuduh Mala pembunuhnya?"

"Masih dalam penyelidikan."

Gamma menendang meja di sebelah sofa. Dia mengaduh pelan–dan meja itu tampak bergeming.

"Aku harus membuktikan bahwa Mala tidak bersalah."

Vicky mengangguk. "Itu tugas kita. Mala hanya korban–dan bisa jadi dia juga dijebak. Dan notaris itu, kenapa dia menemui Mala? Apakah ada perjanjian di antara mereka?"

Gamma tidak bereaksi. Tentu saja banyak spekulasi berseliweran di kepalanya. Dan dia tidak tahu mana yang bisa menuntunnya untuk menemukan kebenaran. Jeff Hopkins masih mengaku tidak bersalah meski semua bukti mengarah padanya. Lalu siapa?

Anak buah Vicky tiba-tiba masuk dengan tergesa. Begitu melihat Gamma dan situasi kamar yang kacau balau, dia menahan langkah.

"Ada kabar?" tanya Vicky mendekat.

Anak buahnya mengangguk, lalu berbisik di telinga Vicky. Kening Vicky mengernyit. "Kau yakin?"

Anak buahnya mengangguk. "Beberapa pengawal membuntuti, tapi mereka kehilangan jejak. Untuk sementara, apa perintah Tuan Lowkey Moreano masih berlaku?"

"Yang mana?"

Anak buah Vicky berbisik lagi.

"Kenapa harus berbisik!" bentak Gamma kesal.

Vicky menyuruh anak buahnya pergi, lalu mendekati Gamma. Melihat tatapan tidak sabar majikannya, Vicky memutuskan untuk memberitahu tanpa menyaring apapun.

"Mala Hopkins sudah meninggalkan Nashville. Lebih tepatnya, meninggalkan Tennessee."

"Apa?"

"The Bones yang membawanya. Aku akan memastikan mereka tidak menculik Mala untuk jaminan atau semacamnya."

Gamma berdiri dan mencengkeram kerah baju Vicky. "The Bones? Kau pikir aku akan membiarkan mafia Gang Motor itu membawa istriku? Kejar mereka!"

Vicky melepaskan tangan Gamma dari kerah bajunya. Sejak Lowkey Moreano meninggal, sepertinya dia bisa lebih mengatur Gamma dari sebelumnya. Apalagi lelaki ini sedang kalut. "Tuan Lowkey Moreano punya aturan khusus terkait The Bones."

"Aturan? Aturan apa?" tanya Gamma tidak mengerti.

"Aturan pertama dan utama buat para pengawal. Hindari berurusan dengan The Bones."

Dendam Mantan IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang