Setelah acara berpelukan di siang hari di meja makan, Shayla dan Jheriel memutuskan untuk langsung menyantap makan siang mereka. Kata Jheriel, Shayla perlu mengisi kembali amunisi yang sudah habis keluar bersamaan dengan air matanya. Tentu, Jheriel tak membiarkan istrinya itu untuk memasak. Ia lebih dulu memesan makanan secara online.
Acara makan siang mereka pun berjalan dengan tenang meskipun iringi oleh suara tarikan ingus dari Shayla. Tapi itu tak membuat Jheriel merasa jijik. Malah cowok itu sesekali tersenyum geli. Aneh memang nama tengah dari Jheriel.
Namun, hari-hari berikutnya Jheriel yang merasakan keanehan dari Shayla. Wanita itu semakin giat bekerja. Pergi lebih pagi, pulang lebih malam. Sampai di rumah pun, Shayla masih anteng menatap layar laptopnya. Sebelum Jheriel memaksa untuk beristirahat, Shayla tidak akan lebih dulu beranjak ke ranjang. Itu pun harus ia layangkan paksaan berkali-kali dahulu, baru istrinya itu menurut.
Meski begitu, kewajibannya sebagai seorang istri Jheriel yaitu menyiapkan sarapan dan makan malam masih ia laksanakan. Seperti sekarang, Shayla tengah memasak menu sederhana untuk makan malam mereka. Ayam kecap dan tumis sawi putih yang menurut Jheriel tidaklah sederhana. Karena memasak itu memerlukan tenaga yang banyak.
Sudah Jheriel bilang juga pada Shayla jika wanita itu tidak perlu memasak makan malam. Zaman sudah canggih hanya untuk sekedar menghadirkan makanan yang diinginkan dalam waktu sekejap tanpa mengeluarkan banyak tenaga. Tetapi Shayla akan tetap menjadi Shayla. Kalau dirinya sudah berkata tidak apa-apa maka tidak apa-apa.
Tidak dengan Jheriel. Lelaki itu kian hari kian merasa bersalah pada Shayla. Mau bagaimana pun, ia adalah saksi bisu di mana jam empat subuh Shayla sudah bangun, mandi, kemudian menyiapkan sarapan, berangkat menuju kantor seorang diri. Lalu akan tiba lagi di rumah pukul delapan malam dan tanpa berganti pakaian kerjanya, shayla akan langsung menuju dapur untuk memasak makan malam. Di jam setengah sebelas wanita itu akan bermesraan bersama laptopnya di meja rias hingga jam dua malam di saat Jheriel menyelesaikan kesenangannya dengan sang kekasih.
Sedih, tentu saja. Sebagai manusia yang hatinya masih merasakan empati, Jheriel sedih. Sebenarnya apa yang Shayla cari hingga istrinya itu mengerahkan seluruh tenaganya untuk bekerja dengan begitu keras?
Untuk kebutuhan, Jheriel amat sangat mampu memenuhi segala kebutuhan yang Shayla perlukan. Bahkan jika Shayla mau, Jheriel bisa membelikan sepuluh tas mahal berbagai merk bagi wanita itu. Lalu apa lagi?
Selama beberapa hari ini pun, wanita itu tidak banyak berbicara banyak dengan dirinya. Shayla selalu berbicara seperlunya saja. Membuat Jheriel bingung dan merasa mereka berdua hanyalah orang asing yang kebetulan berada di satu atap.
"Mas, makan dulu," ujar Shayla membuat Jheriel yang tengah memainkan ponselnya mendongak. Tidak, sebenarnya Jheriel hanya memegang benda itu dengan tatapan kosongnya.
"Oh, iya, Shay. Makasih, ya." Jheriel menatap sepiring makan malamnya yang sudah siap untuk disantap. Kemudian tatapannya beralih pada wajah Shayla yang jejak lelahnya tercetak jelas di sana.
Merasa diperhatikan, Shayla membalas tatapan Jheriel. "Kenapa, Mas?"
"Oh, nggak, Shay. Selamat makan."
Keadaan di sekitar meja makan kini tenang. Hanya terdengar dentingan alat makan serta piring yang beradu. Sejujurnya sembari makan, Jheriel tengah merangkai kata-kata yang akan dia ucapkan pada Shayla. Jheriel memikirkan bagaimana ucapannya agar tidak menyinggung istrinya itu. Walaupun sebenarnya Shayla bukan tipe orang yang mudah tersinggung, tapi siapa yang tahu? Apalagi biasanya jika orang yang sedang lelah raga dan fisik akan mudah tersenggol. Maka dari itu, Jheriel harus berhati-hati.
Namun sampai dirinya menjalankan tugas sehabis makan yaitu mencuci piring, Jheriel belum menemukan waktu yang pas. Karena setelah menyelesaikan makannya seperti biasa, Shayla akan berdiam diri di meja makan untuk menunggu Jheriel menyelesaikan kewajibannya. Kali ini berbeda. Setelah makan, Shayla beranjak mengambil laptop dan mulai mengerjakan sesuatu di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Here With Me
ChickLitPerasaan kosong, kesepian, takut, dan ingin hilang dari Bumi adalah hal yang selalu ingin aku lupakan. Tapi nyatanya, mereka selalu kembali datang. Lagi dan lagi. Kadang kala ingin menyerah, namun aku masih waras untuk tidak mengakhiri hidup dengan...