⊚ 25 ⊚

98 19 0
                                    

Jimin duduk di lantai dengan kedua kaki yang tertekuk, punggungnya bersandar ke ranjang. Sambil memeluk bantal. Tampaknya dia tengah bermenung sekarang. Begitu terkejut saat mengetahui kebersamaannya dengan Lisa kemarin sore adalah untuk yang terakhir. Sesampainya di rumah, Jimin menemukan selembar kertas di dalam tasnya. Kertas berisi ucapan perpisahan dari Lisa. Jika tahu begini, dia pasti akan menyiapkan sesuatu yang lebih baik. Apalagi mengingat sikap banyak diamnya saat mereka berada di perjalanan pulang. Walau tak bermaksud demikian, tetap saja hal tersebut menjadi penyesalan baginya.

Rasanya udara yang dia hirup tak pernah cukup untuk mengisi rongga di paru-paru. Barangkali karena kelesah dan sekarang sungguh kesunyian. Dalam artian benar-benar sendirian, tanpa kehadiran Lisa si teman baru yang telah kembali pulang ke kota asalnya. Taehyung bisa saja masih sakit hati atas perkataannya. Lalu, Namjoon bukanlah kandidat yang diharap dapat mengusir kesepian. Mereka tidak memiliki hubungan dekat sebagai teman. Melainkan interaksi di antara mereka berlangsung sebagai bentuk profesional kerja, disamping Namjoon yang juga merupakan sepupu Taehyung.

Baru kali ini Jimin terserang gelisah hebat. Ada yang mengganjal dalam perasaannya, amat menyesakkan. Dia meremas kuat dadanya sambil menarik napas secara rileks. Dalam benaknya dia sempat berpikir membutuhkan terapi relaksasi untuk bisa menenangkan diri.

Lisa mencintai Taehyung, sedangkan dia sudah lama memimpikan agar bisa bersama pemuda itu seterusnya. Dan perkataan Namjoon menyebabkan dirinya makin pesimis. Bila gadis sempurna seperti Lisa pun sulit mendapatkan hati sang kapten basket. Lantas, apa keyakinan bagi dirinya yang biasa-biasa saja tanpa memiliki sesuatu yang berharga.

Sebuah figura usang diambil dari atas nakas. Potret bahagia sebuah keluarga. Di sana ada sepasang suami istri sedang tersenyum sambil menggenggam tangan mungil balita cantik. Mereka adalah ayah dan ibu Jimin juga dia ketika masih berusia lima tahun. Segalanya menyenangkan di masa itu, tanpa kesedihan juga tiada bermacam hal rumit hadir memusingkan kepala, hanya tawa dan kebersamaan. Tapi, Jimin sadar kini berada dalam situasi berbeda semenjak bertahun-tahun terlewat.

Musibah gempa merenggut semuanya dari Jimin. Tak ada yang selamat dari bencana terkecuali dirinya. Dia yang kebetulan pagi itu masih berada di sekolah. Usai berduka di hari kremasi, pilu belum juga berakhir. Hidup Jimin kecil mengambang tak tentu arah, masa depannya nyaris lenyap andai sang bibi tidak memutuskan untuk mengasuhnya. Sekarang pun hanya wanita paruh baya itu satu-satunya keluarga. Begitu memasuki usia remaja, Jimin memantapkan hati menjadi gadis mandiri. Dia tinggal terpisah dari sang bibi dengan cara memanfaatkan asuransi peninggalan ayah ibunya.

Kesedihan menetes di atas kaca buram figura, Jimin menghapusnya pelan. Putaran memori silam barusan menyebabkan luka ikut kembali. Berbaring merupakan solusi agar dia dapat menenangkan diri, mengabaikan banyak paper bag masih berserakan di lantai.

-----

Di depan gerbang sekolah, Jimin bergeming sesaat. Dia memejamkan kelopak mata seraya meraup udara segar sebanyak-banyaknya. Sudut-sudut bibirnya naik, lalu dia melangkah pasti memasuki gerbang kampus. Dalam hati berharap agar hari ini jauh lebih baik dari hari kemarin.

Setibanya di kelas, seluruhnya kelihatan aman. Belum ada tanda-tanda akan datang perkara yang memperburuk suasana hati. Bermacam permasalahan telah dilepaskannya bersama tangisan semalam. Selagi ingin mengeluarkan buku pelajaran, mendadak Jimin merasakan berdebar-debar jangka mendapati Taehyung berada di depan pintu. Dia sedang berbincang dengan teman sekelas mereka. Tawa si pemuda bagai olahraga jantung bagi Jimin. Namun, tetap saja peristiwa terakhir di antara mereka menghalangi setiap keinginannya untuk mendekat.

Pura-pura membaca buku, Jimin sengaja tidak memperhatikan ketika Taehyung berjalan ke tempat duduknya. Meski desir di tubuhnya tak terelakkan, setidaknya Taehyung tak akan pernah tahu setiap kali jantungnya mengerjai dia sedemikian rupa. Meski desah kekecewaan tetap muncul jika menyadari bahwa dia telah kehilangan sikap intim si pemuda Kim yang kerap menjadi rutinitas sehari-harinya di sekolah.

"Tae, Lisa mana? Sudah dua hari loh dia enggak kelihatan." Datang-datang Jackson langsung menyelidiki. Menghampiri Taehyung dini dia duduk di depan pemuda itu.

"Dia pulang."

"Pulang?! Maksudmu bagaimana? Bukankah dia tinggal bersama kalian?!"

------

(END) Lowkey in Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang