Boss and Secretary - 35

1.8K 133 136
                                    

Pertemuan dengan keluarga besar Julian membuat Nilaa agak gugup. Julian menilai penampilan Nilaa terlalu biasa dengan atasan dan jeans yang terlihat biasa-biasa saja.

"Mungkin perlu bantuan dari Debora atau Suzanne." Pikirnya. Dia menelepon Debora dan Suzanne untuk mendandani Nilaa.

Lima belas menit kemudian, Debora dan Suzanne sampai di apartemen Julian. Nilaa dan Julian pindah ke apartemen Julian. Apartemen yang berbanding terbalik dengan apartemen Nilaa. Julian mempersilakan Jasmine untuk tinggal di apartemen Nilaa.

"Mau bertemu keluarga besar orang kaya raya kenapa malah penampilannya seperti mau mengikuti lomba burung." Celetuk Suzanne.

Debora tertawa renyah mendengar celetukan Suzanne. Mereka membuat rambut panjang Nilaa dicepol menyerupai kelopak bunga mawar. Make up flawless lembut dengan warna nude yang mendominasi wajah Nilaa membuat Nilaa terlihat cantik natural. Lebih dari kata cantik. Gaun warna cream membuat wajah dan kulit Nilaa tampak bercahaya.

"Cantik juga ya temanku ini." Ujar Suzanne takjub pada apa yang telah tangannya lakukan pada wajah dan rambut Nilaa.

"Dari dulu Nilaa cantik. Tapi, dia tidak ingin terlihat cantik. Tidak ingin terlihat oleh siapa pun." Debora tahu bagaimana Nilaa.

"Memangnya Nilaa ghaib tidak terlihat."

"Hahaha." Nilaa tertawa mendengar perkataan Suzanne.

Julian masuk ke kamar dan melihat Nilaa begitu tampil mempesona hingga matanya enggan berkedip.

"Calon istri... oh... calon istri..." Suzanne berkata dengan dramatis melihat Julian yang tertangkap basah mengagumi Nilaa melalui tatapan mata biru pria itu.

"Apaan sih kamu, Suzann." Protes Nilaa mencubit lengan sahabatnya itu.

"Aw... aw... aw..." Suzanne mengaduh berpura-pura kesakitan.

"Well, aku tidak pernah suka mengenakan riasan dan gaun dengan setengah terbuka di atas dada ini."

"Kamu takut Julian tidak sabar untuk..."

"Aku tidak senafsu itu pada Nilaa. Dia memang cantik tapi bukan berarti aku ini binatang yang meniduri sembarang wanita." Julian berkata sembari melirik Nilaa seolah-olah Nilaa adalah sembarang wanita yang dimaksud.

"Pak, Nilaa itu bukan sembarangan wanita yang seperti Katty dan Amanda. Bisa diajak tidur begitu saja." Debora selalu menjadi yang terdepan setelah Suzanne yang membela Nilaa.

"Oh ya? Bagaimana dengan Arthur. Kalian tidak tahu kalau Nilaa dan Arthur bercinta di mobil. Ya kan, Nilaa?"

"Apa?!" Suzanne menatap Nilaa terkejut begitu pun Debora.

"Apa benar, Nilaa?" Tanya Suzanne dengan tatapan mengancam.

"Sialan, kamu, Julian!" Umpat Nilaa dengan wajah masam pada Julian yang tersenyum.

Meskipun tersenyum dia masih kesal karena melihat adegan yang sangat... sangat tidak disukainya itu. Ya, dia sangat menyukai adegan yang dilihatnya jika dia dan Nilaa yang melakukannya.

"Kenapa kamu melakukan itu? Kapan kamu bercinta dengan Arthur?" Tanya Suzanne mendekati Nilaa.

"Oke, aku akan bawa Nilaa ke rumahku. Simpan semua pertanyaan kalian karena saat ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan hal-hal mesum itu." Julian menggenggam pergelangan tangan Nilaa dan membawa sekretarisnya itu pergi.

***

Nilaa melihat dominasi warna merah dan hitam di ruang makan keluarga Reckleen. Rumah ini seperti rumah ketua geng mafia. Sunyi dan senyap. Di luar terlihat gelap gulita. Dan di dalam tak terlihat semewah yang dipikirkannya. Apakah keluarga Reckleen adalah elit gobal yang menguasai pasar dunia dan bekerja di belakang layar? Entahlah. Yang pasti Nilaa tidak suka suasana yang mencekam dan membuatnya tegang ini.

Nenek Julian—ibu Arthur muncul dengan senyum yang sulit dinilai oleh Nilaa sebagai senyuman sambutan atau senyuman ketidaksukaannya pada Nilaa.

Ibu dan ayah Julian tampak kompak dengan warna pakaian yang mereka kenakan—warna abu-abu muda. Sedangkan Bibi Emma—wanita single yang menentang keras pernikahan Julian dan Nilaa mengenakan gaun warna merah muda. Dia adik dari ayah Julian. Bibi Emma memiliki anak kembar bernama Sanssika dan Sendeeka. Mereka berdua kuliah di jurusan yang sama yaitu ekonomi dan bisnis.

Dan jantung Nilaa berdegup kencang saat melihat Arthur berjalan menuju ke kursinya. Mereka sempat bersitatap sepersekiandetik sebelum Nilaa membuang pandangannya dan melihat Julian yang melihat tatapan mata mereka.

"Ini Arthur, putra bungsu Nenek. Dia tampan tapi sampai sekarang belum punya rencana untuk menikah." Kata Nenek Julian pada Nilaa.

"Aku sudah mengenalnya, Mom. Dia juga sempat aku tugaskan mengirim laporan setiap dua minggu sekali."

"Oh iya, Mommy lupa kalau Nilaa itu sekretaris Julian."

"Lebih baik kita makan saja dulu, aku lapar sekali!" Sanssika berkata. Dia sangat mirip dengan Emma bukan hanya soal wajah dan bentuk tubuh tapi juga dari karakternya.

"Tidak sopan." Tegur ibu Julian menatap Sanssika.

"Dia memang begitu, Bibi." Sendeeka menyetujui teguran Ibu Julian pada saudara kembarnya yang memang tidak sopan.

"Maaf, sepupu Julian memang begini, Nilaa." Ayah Julian yang terlihat lebih kalem berkata pada Nilaa.

"Ya, tidak apa." Nilaa tersenyum. Senyum canggung. Saat matanya diam-diam melirik Arthur—pria itu sedang menatapnya.

"Aku rasa setelah Julian menikah, Om Arthur akan menyusul menikah." Sendeeka berkata seperti seorang peramal.

"Ya, semoga saja." Bibi Emma berkata dengan setengah berharap dan setengah tidak berharap.

"Ngomong-ngomong, kamu dan Arthur pernah makan malam berdua. Aku sempat melihat kalian berdua. Aku hampir saja lupa wajah si wanita dan aku baru ingat itu kamu ya, Nilaa?" Sanssika bertanya dengan tatapan curiga pada Nilaa.

Seketika Nilaa menegang.

*** Selanjutnya apa yang akan terjadi nih? Next???

Boss and Secretary (Adult 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang