16. Trauma

235 69 19
                                    

*Yang belum follow, follow dulu yuk jangan lupa votenya juga ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Yang belum follow, follow dulu yuk jangan lupa votenya juga ya.

🪻🪻🪻

Elano masih setia menunggu Evelyn di dalam kamar inapnya begitu pula dengan Henry. Sebagai kakak ia ingin merawat adik kesayangannya.

Melihat Evelyn dengan pandangan datar yang nampak kosong, bibirnya begitu pucat, dan tak ingin memakan sesuatu. Membuat Henry merasakan nyeri di dada.

Henry mencoba menyuapi semangkuk bubur yang masih hangat, "Kau harus makan. Agar bisa cepat pulang, kau pasti bosan jika lama berada di sini." Namun mulut adiknya mengatup rapat, bahkan tubuh Evelyn seakan menolak ketika Henry menyentuh tangannya, tubuhnya bergetar dengan peluh berukuran besar mengalir membasahi dahi Evelyn padahal suhu pendingin ruangan diatur 22°. Dengan cepat Evelyn menarik paksa tangan yang masih Henry genggam.

"J-Jangan sentuh aku!" ucap Evelyn terbata, tangannya kini menyilang di depan dadanya. Ia menggeleng ribut.

"Jangan takut, aku oppa mu. Aku tak mungkin menyakiti mu." Henry perlahan ingin menyentuh punggung tangan Evelyn namun, Evelyn semakin memundurkan tubuhnya menyembunyikan wajahnya di balik lengan tangannya.

"Pergi! Jangan sentuh aku," tolak Evelyn.

Henry menatap nanar pada Evelyn, sebegitu traumanya kah? Hingga dengan sentuhan saja ia menolak dan ketakutan. "Lihat aku Lyn, aku oppa mu." Sekali lagi Henry mencoba menenangkan.

Namun Evelyn malah menarik selimutnya, bersembunyi di balik selimut putih yang menutupi seluruh tubuhnya. Membelakangi Henry, terdengar isakan lirih. Evelyn mengingat sosok Dante yang berperilaku menyimpang dan bagaimana Dante saat bersama Evelyn membuatnya merasa jijik dengan sentuhan.

Elano yang duduk bersandar pada sofa berwarna abu-abu yang cukup besar untuk merebahkan diri tak jauh dari brankar menatap bingung, kenapa Evelyn bereaksi seperti itu? Padahal tadi Elano sempat memeluknya saat ia menangis namun, Evelyn tak bersikap menolak seperti itu.

Elano berjalan mendekati Henry menepuk pundaknya, "Biar aku yang mencoba menyupainya. Mungkin Evelyn masih syok dengan apa yang sudah ia alami."

"Aku ini kakaknya, kenapa ia ketakutan? Aku tak pernah memperlakukannya dengan buruk."

"Tatapannya masih kosong, mungkin ia belum menyadari kehadiran mu," terang Elano, mencoba menenangkan perasaan Henry yang merasa di tolak oleh adiknya.

Henry menghela napasnya, pasrah, "Coba kau yang mendekatinya, apa ia mau menerima mu?" Henry mengundurkan langkahnya, duduk di sofa yang Elano duduki sebelumnya.

"Lyn, makan ya? Aku akan menyuapimu." Wanita di balik selimut itu bergeming.

"Kau ingat Holly? Apa kau tak ingin bermain dengannya? Ia pasti sangat merindukan mu."

Mendengar suara deep Elano terlebih ia menyebut nama Holly membuat Evelyn perlahan menurunkan selimutnya.

"Holly?" ujar Evelyn lirih, masih memunggungi Elano.

𝙸 𝙵𝚒𝚗𝚍 𝚈𝚘𝚞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang