Nabiru cepat-cepat membuka pintu kamar dan betapa kagetnya gadis itu saat melihat bahwa tangan Hilmy sudah mencengkram kuat leher Anan hingga pemuda itu menjadi sesak. Sedangkan Sheana dan Abigail membantu memisahkan keduanya, tapi, sayangnya."Hilmy berulah lagi!"
"Sialan, berhenti gak, Hil, Lo mau bunuh si Anan?!" Natta menarik paksa tubuh Hilmy, sebab Anan sekarang sudah terpojokkan di tembok.
Ekspresi Hilmy menatap bengis ke arah Anan, bahkan matanya sudah memerah.
"Lingga, Lo ngapain?! Bantuin anjing!" Kalingga yang tadinya hanya terdiam, kini melangkah maju ikut membantu Anan.
"Hilmy, sadar! Dia temen Lo!"
"Dia khianatin aku!" Pekik Hilmy marah.
Nabiru menggeleng dari tempatnya, "dia bukan Hilmy,"
"Udah pasti..." Tambah Abigail.
"Lepas temen gue goblok!" Kalingga akhirnya bisa menarik Hilmy dengan kekuatannya, dan sementara Hilmy memberontak tertahan, Anan kini terbatuk menyongsong semua udara untuk masuk ke dalam paru-parunya.
Abigail ikut terduduk membantu Anan.
"Arrghh! Lepas! Orang itu harus mati!"
"Biru, Lo gak mau telfon siapa kek, mereka udah kayak gini, gimana kalau salah satu dari kita mati?!"
"Nggak ada yang mati anjir, Lo bibirnya lama-lama gue copot, ya."
"Duh, gue cuma panik... Terus gimana?"
"Pertama... Kalingga!" Nabiru menyerukan nama Kalingga.
"Kenapa?!"
Kalingga menghampiri kedua gadis itu.
"Lo punya saudara yang tinggal di sini? Atau, lo tau asal usul mansion ini gak? Kenapa banyak banget mahluk halusnya?"
"Gak tau... Selama gue ke sini gak ada tuh kejadian kerasukan."
"Lo selalu sendiri ke sini?" Tanya Nabiru lagi.
"Ya, iya? Emang gue punya temen?"
"Atau mungkin Lo gak sadar kalau Lo lagi kerasukan, makanya Lo bilang di sini aman aja?" Tebak Sheana kemudian.
"Kenapa mikir gitu?"
"Ya logikanya aja, Lo sendirian di sini, kalau Lo kerasukan gitu emang ada yang nonton?" Ujar Sheana lagi.
Kalingga malah mengelus tengkuknya terlihat berpikir.
"Arrgh!"
"Anjing ini gimana dieminnya?! Si Hilmy kerasukan maung apa setan deh?!" Kesal Natta lagi.
"Heh, lagi panik juga!" Tegur Abigail, tapi kalau ingin jujur gadis itu ingin tertawa.
"Bigel, ambil lilin," pinta Anan setelah dirasa dirinya sudah membaik.
"Hah, buat apa?" Tanyanya bingung.
"Matiin lampu, terus nyalahin lilin."
Abigail masih tidak paham.
"Lakuin dulu, yang, nanti aku jelasin." Kata Anan lagi yang akhirnya diangguki oleh Abigail.
Gadis itu cepat-cepat mengambil apa yang Anan pintakan padanya.
Abigail berkeliling di dapur mencari di mana letak lilin dan sempat ngeri saat melihat bangkai burung gagak itu masih belum dibersihkan. Ia harus mendesak Kalingga setelah semuanya usai, bagaimana pun pemuda itu yang membuat perkara.
"Dapat!"
Setelah dapat, Abigail kembali ke kamar dan langsung mematikan lampu.
"Mau ngapain, Bigel?" Tanya Nabiru yang masih berdiskusi dengan Kalingga dan Sheana.
Sedangkan Natta kini dibantu oleh Anan untuk memegang lengan Hilmy agar pemuda itu berhenti meraung.
Abigail mulai menyalakan lilin itu, kejadian yang terjadi selanjutnya adalah Hilmy semakin mengamuk, pemuda itu bahkan lebih kuat dari perkiraannya. Anan dan Natta sampai dibuat mental saking kuatnya Hilmy.
Hilmy membenturkan sendiri kepalanya di dinding kamar dengan brutal sampai Sheana tersadar kalau hal itu bisa menyakiti pemuda itu, ia menaruh tangannya di dinding agar Hilmy membenturkannya di tangan Sheana daripada di dinding.
Namun, tak sampai beberapa menit, pemuda itu akhirnya jatuh pingsan. Untung saja ada Natta yang menahan tubuh pemuda itu.
"Biru, nyalain saklar lampunya." Abigail menyuruh Nabiru baru akhirnya gadis itu ikut terduduk tenang.
Kamar kembali tenang dan mereka memilih untuk berkumpul di kamar itu. Dan setelah membaringkan tubuh Hilmy di tempat tidur, baru akhirnya mereka mendudukkan diri mereka di lantai.
"Coba ceritain, kenapa Hilmy sampai nyekik leher Lo sebrutal itu?" Tanya Nabiru akhirnya.
Walaupun lampu sudah menyala, Abigail enggan untuk mematikan lilin itu.
"Pas Natta izin ambil minum, Hilmy masih baik-baik aja. Malah tuh anak bercanda mulu ke gue,"
"Terus?"
"Natta tuh lama banget pamitnya, Lo tau sendiri kamar di sini kedap suara, gue gak tau apa yang Natta lakuin di luar, tapi gue khawatir jadi gue coba periksa keluar. Padahal gue cuma berdiri doang di depan pintu, gue sempet denger Natta teriak ketakutan gitu, tapi pas gue mau samperin tiba-tiba Hilmy udah berdiri di belakang gue. Dia tarik gue dan langsung nyekik leher gue gitu aja. Awalnya dia gak berekspresi tapi gue emang udah curiga kalau nih anak pasti kerasukan."
"Bener, Hilmy gak berani lakuin itu ke temennya."
"Terus kenapa Lo nyuruh gue ambil lilin?" Tanya Abigail lagi.
"Soalnya Hilmy terus salahin gue, dia bilang kalau dia takut api, kenapa kamu bakar rumah bla bla, jadi gue pikir setannya bakal keluar kalau dinyalain api,"
Abigail langsung takjub, "anjir, cowok gue keren banget!"
"Oke, malam ini kita tidur di sini dulu. Cowoknya tidur di ranjang, cukup kan? Nanti kita panjangin sofanya buat tidur."
"Nggak, kenapa gak bangunin Hilmy dulu, kita yang tidur di sofa."
"Nggak usah macam-macam, Nat. Tenaga kalian pasti habis malam ini. Gue juga pengen langsung tidur."
"Iya, gue juga pengen baring, udah keburu capek mental dan fisik," tambah Abigail.
"Ya udah, kalau mau pindah bilang kapan aja, ya."
"Eh, nenek Lo gimana Lingga? Besok datang kan?"
"Kayaknya iya, pagi banget datangnya."
"Kok panggil nenek Lo, Lingga?" Tanya Anan mengernyit bingung.
"Nenek dia dukun, pas denger cucunya ditempelin arwah, nenek Lingga langsung ke sini,"
"Anjir lah, pekerjaan keluarga Lo another level banget alias gue pengen nangis dengernya." Ujar Anan lagi.
"Nanti kalau Lingga tiba-tiba jadi rentenir Lo pada gak usah kaget lagi." Tutur Abigail yang sudah memejamkan matanya sedari tadi.
"Udah, eh kalian tidur aja, makin malam makin dingin aja rasanya."
"Ada di deket Lo itu." Ujar Nabiru bercanda.
Anan yang baru ingin membaringkan badannya langsung ikut tersontak.
"Yang bener anjing?!" Sheana dan Nabiru hanya tertawa melihat wajah ketakutan Anan, lalu,
Buk!
"Aw!" Nabiru dan Sheana sama-sama memekik kesakitan saat bahunya dipukul brutal oleh Abigail, sedangkan Anan hanya mengeluarkan sengiran penuh artinya.
"Tidur, jangan ngomong sembarangan."
"Siap, kanjeng."
Dan malam itupun ditutup oleh kedamaian karena akhirnya mereka semua jatuh terlelap akibat kelelahan mengurus arwah yang entah sekarang arwah itu ada di mana.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Us
Fiksi PenggemarKisah melankolis para remaja sekolah menengah yang merasakan pahit, asam, manis-nya kehidupan dengan hati yang bergejolak bermekaran saat musim bersemi. Written by @lavidamys