Banjarmasin, 11 Januari 2011.
Gerimis kecil menyambut kedatangan Alana, gadis yang berumur 12 tahun— di kota kelahiran Ibunya.
Tahun lalu ia datang untuk liburan sekolah, yang berbeda di tahun ini ia datang untuk melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren.
Alana menarik handle kopernya malas, menyusul Ayah dan Ibunya yang sudah menunggu di halaman taxi bandara.
Kemauan Alana sebenarnya bukan masuk pesantren yang jauh dari Orang tuanya, selain karna memang manja dan anak tunggal, ia tidak suka berkumpul dengan orang banyak selama 24 jam.
Ia menginginkan melanjutkan pendidikannya di sekolah umum dan hanya datang belajar agama ke pondok dekat rumahnya yang berada di Kota Palu, Sulawesi tengah.
Tapi keinginannya tersebut tidak disetujui Ayahnya, selain karna keluarga yang memang Agamis, Sang Ayah juga seorang Ustadz yang paham bagaimana keuntungan jika Anaknya mengerti dan belajar ilmu Agama.
Ayahnya sengaja menempatkan ia belajar jauh tapi di satu Kota yang sama dengan keluarga Ibunya, agar ia mandiri dan juga tidak terlalu merasa jauh dari keluarga karna ada sang Nenek di Banjarmasin.
"Besok langsung masuk pondok ?" Tanya Alana sambil melihat jalanan yang padat.
Ayahnya dari kursi depan menyahut, "besok belanja barang apa yang dibutuhin di pondok, lusa masuk."
Walau ada waktu sehari untuk jalan, Alana tetap memasang wajah cemberut. Memilih tidur daripada memikirkan ia harus beradaptasi di lingkungan dan suasana baru.
.
.
.Kemarin Alana menghabiskan waktunya dari pagi hingga malam berbelanja barang keperluannya untuk di pondok, menata kembali isi koper di jam 3 pagi dan memberikan hp miliknya ke Ibunya.
Dan di sinilah, Alana sekarang.
Berada di ruangan berwarna cream dengan hiruk pikuk suara santri yang terdengar di mana-mana.
Ia disambut dengan beberapa pengurus pondok dan mengantarkan bertemu dengan Bu Nyai pondok Darul Huda.
Ia tidak perlu survei pondok lagi dan berkeliling melihat-lihat isi asrama. Di tahun-tahun sebelumnya juga dia sering ke Darul Huda hanya untuk belajar mengaji lalu pulang ke rumah Neneknya sehabis maghrib, Orang tuanya kenal baik dengan Pimpinan Pondok sejak lama.
"Aisyah, antar Alana ke kamarnya ya sekalian bantu bawa barang-barangnya." Bu Nyai, atau yang lebih dikenal dengan Ummi Zahra menyuruh salah satu Ustadzah untuk menemani Alana yang masih berdiri diam saja di ambang pintu.
Ustadzah Aisya mengangguk dan membiarkan Alana pamit dengan Ibunya, dengan sedikit rengekan Alana salim ke Ibunya dengan mata sembab.
Ustadzah Aisyah menggamit tangan Alana dan membantunya membawa barang, "ayo La, kamar kamu di Babul Rayyan."
Alana hanya balas dengan tersenyum tipis dan mengikuti Ustadzah yang memang sudah di kenal itu.
Waktu sore begini, biasanya santri tidak ada kegiatan program. Waktu kosong selama satu jam digunakan untuk mereka mandi, mencuci atau mengantri di koperasi tempat jualan makanan yang biasa disebut Syirkah. Banyak juga yang menghabiskan waktu dengan mengaji untuk mempersiapkan setoran hafalan atau kitab malam nanti dan besok pagi.
Alana memasuki kamar yang lengang karna kebanyakan santri berada di luar, Ustadzah Aisyah meletakkan barang-barang Alana dan duduk disampingnya.
"Mau dibantu nata barangnya gak ?"
Alana menggeleng, menolak. Ia memilih sendiri dulu.
"Kan kamu udah sering tiap tahun ke sini, udah kenal beberapa Asatidzah dan Kakak santrinya kan ? Nanti kalau butuh apa-apa bilang saya ya."
Sekali lagi Alana hanya merespon kata-kata Ustadzah didepannya dengan gerakan kepala lalu membiarkan Ustadzah Aisyah pergi.
Alana masih duduk diam memandangi kamar yang sedikit berantakan dan barangnya yang belum ia tata ke lemari. Kembali menghabiskan air mata yang masih belum tuntas ia keluarkan di depan Ibunya tadi.
Harinya sebagai santri di mulai.
.
.
.*Asatidzah : kata jamak dari ustadzah yang lebih dari satu.
Ini hanya kisah anak santri yang menjalani hari di pesantren hingga ia lulus dari pesantren.
Nama dan tempat disamarkan.
Terima kasih,
—Todasky.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyantren
Non-FictionBerawal dari keinginan orang tua dan bawaan afirmasi dari lingkungan, menjadikan Alana mengubah tujuan belajarnya. yang tadinya ingin belajar layaknya pelajar sekolah umum, jadi santriwati yang kebanyakan home sick.