14. Prioritas (Jeno dan Jaemin)

1.6K 126 5
                                    

***

Sejak awal memang Jaemin lebih menderita, Jaemin lebih butuh perhatian dari orang tuanya. Jaemin lebih rapuh dan butuh perlindungan, ia harus mengerti, Jeno kakak disini. Kalau ia mengeluh lalu siapa yang akan menjaga adiknya.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Jeno kecil memeluk adiknya, saat itu ia masih kelas 6 sd sedangkan Jaemin kelas 2. Jeno  menyesal, ini salahnya. Jika saja ia tidak mengajak adiknya untuk pulang sekolah bersama, mereka tidak akan berakhir seperti ini.

Satu hal yang tidak pernah orang tuanya ketahui tentang Jeno, anak itu mengalami perudungan semasa sekolah, selama ini ia menyimpan rapat-rapat soal ini, sendirian. Jeno yang dahulu tidaklah sekuat sekarang.

Berawal dari dirinya yang tidak sengaja mengusik siswa SMP di gang sempit itu, ia harus menerima pukulan setiap minggunya. Untung saja mereka tidak pernah menyentuh wajahnya, sehingga orang tuanya pun tidak menaruh curiga.

Hari itu Jeno menyesal, seharusnya ia biarkan saja Jaemin pulang lebih dahulu seperti biasanya. Namun apa dikata, nasi sudah menjadi bubur.

"Eh liat, si cupu bawa siapa tuh?" Ucap remaja yang lebih tua.

Mata Jeno membulat sempurna, ia lupa, gang ini tidak aman untuk dirinya dan Jaemin. Jeno menarik lengan Jaemin untuk berbalik dan menjauh dari sana, ia memundurkan langkahnya hingga menabrak seseorang di belakangnya.

Bruk!

"Buru-buru amat, udah lama lo ga dapet oleh-oleh dari kita kan?" Remaja di belakang Jeno menahan tasnya,

"Bang, mereka siapa? Nana takut..." Ucap Jaemin, ia menyembunyikan tubuh kecilnya dibalik Jeno.

Tiga remaja itu mendekat, Jeno kelimpungan, ia tidak boleh membiarkan adiknya terluka, untuk pertama kalinya, Jeno melakukan perlawanan. Ia melemparkan tasnya hingga mengenai wajah salah satu dari mereka.

"ARGH! Sialan! Idung gue berdarah."

Dua orang mendekat dan mulai memukuli dirinya, Jeno mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengimbangi mereka, melindungi bagian vitalnya.

Bagaimanapun ia melawan, mereka tidak sebanding, tiga lawan satu. Jeno memberontak saat mereka mendekati Jaemin, hampir saja sebuah pukulan mengenai Jaemin jika saja Jeno tidak pasang badan.

Tubuhnya sakit, Jeno memeluk Jaemin melindungi adik satu-satunya, membiarkan dirinya hancur asal jangan Jaemin.

Darah mengucur dari hidung dan bibirnya, namun ia lebih panik saat melihat Jaemin pingsan, tidak peduli jika jalannya pincang, tidak peduli tangannya yang terasa ngilu saat menggendong Jaemin, karena jika terjadi sesuatu dengan Jaemin, ia pastikan dirinya akan lebih menyesal,

"Bunda! Tolong Jaemin pingsan!!!" Teriak Jeno sesaat setelah sampai dirumah.

Bundanya berjalan tergesa dari dapur, bahkan masih dengan celemek yang menempel di tubuhnya.

"Jaemin kenapa Jeno?!" Tanya Yolanda.

Jeno hanya menunduk, tidak menjawab. Hal itu membuat Yolanda naik pitam, ia menampar Jeno, menambahkan luka di wajah anak itu.

"Ngejaga adik kamu aja gak becus."

Sungguh, Jeno merasakan dadanya sesak. Pipinya yang dipukul, tapi mengapa sakit di dadanya lebih terasa menyakitkan?

***

Dodi langsung menuju rumah sakit saat mendengar anak bungsunya pingsan, ia membuka salah satu ruang inap dimana anaknya dirawat.

"Jaemin kenapa Bun?" Tanyanya dengan wajah yang sarat akan kecemasan.

Yolanda menangis dan memeluk suaminya, ia takut terjadi sesuatu pada Jaemin. Usapan halus terus suaminya berikan untuk menenangkan. Ia menceritakan semuanya.

Dodi mengangguk, ia bersyukur tidak ada luka serius pada Jaemin, pandangannya mengedar ke setiap sudut ruangan mencari darah dagingnya yang lain.

"Jeno mana?" Tanyanya lagi.

Mendapat gelengan dari istrinya, Dodi mengusap wajahnya kasar, ia kembali mengambil kembali kunci mobilnya. Memacu kendaraannya untuk menemui satu lagi malaikat kecilnya yang terlupakan.

Rumah itu gelap dan sepi, Dodi melangkah masuk ke dalam mencari keberadaan Jeno. Semua orang dapat melihat betapa berantakannya ayah dua anak itu sekarang, di satu sisi ia mengkhawatirkan Jaemin, disisi lain juga ia takut Jeno sendirian di dalam rumah.

"Jeno, dimana kamu nak?" Panggil sang ayah.

Tidak ada jawaban, Dodi mengecek satu per satu ruangan, hingga netranya melihat sebuah gumpalan selimut di atas sofa.

Dodi membukanya dan menemukan Jeno yang meringkuk masih dengan seragam sekolahnya. Napasnya tercekat, setetes air mata jatuh saat menyadari keadaan Jeno yang tidak lebih baik dari adiknya.

Wajah lelah itu ia usap kasar, Dodi mengambil kotak P3K dan mengobati Jeno. Jeno tidak bergeming, bahkan saat obat merah menyentuh permukaan kulitnya yang terluka.

"Yang mana lagi yang sakit sayang?" Dodi mengusap kepala Jeno lembut.

Jeno menunjuk dadanya, "Ini ayah, yang ini paling sakit."

Sang ayah tertegun, ia tahu anaknya tidak baik-baik saja saat itu, Dodi memeluk Jeno penuh Kehati-hatian, mengecup surai berantakan anaknya berkali-kali sambil terus menuturkan kata maaf.

"Ayah, hiks kenapa s-sakitnya gak mau pergi?" Jeno memukul dadanya yang terasa semakin sesak.

"Maafin ayah sayang, maafin ayah..." Dodi hancur melihat Jeno seperti ini.

Jeno terlalu tertutup, bahkan hingga usia yang yang sudah menginjak dewasa. Ia tidak pernah bercerita tentang dirinya, semakin menutup diri dengan perangai lebih kasar. Jeno menjadi pribadi yang dingin dan tak tersentuh.



tbc


Maaf kalau gak ngefeel, author udah berusaha.🤧

Luka -Renjun ft. NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang