Bab 7. Hanya Memastikan

42 7 0
                                    

.
.
.

Ara sampai di rumah dengan selamat setelah diantar oleh Bintang. Sayangnya, Bintang menolak tawaran Ara untuk mampir untuk sekedar menikmati es teh sebagai ucapan terima kasih.

"Lain kali aja, Ra. Aku harus ke tempat bimbingan soalnya. Sampai ketemu di sekolah besok!" pamit Bintang dengan senyum manisnya, berlalu meninggalkan Ara yang masih bengong di depan rumahnya.

Rasanya tidak percaya, kenapa dia tadi mau menerima ajakan Bintang untuk pulang bersama? Padahal mereka hanya sekedar kenal, tidak dekat. Meski tidak bisa dipungkiri, Ara merasakan sengatan-sengatan menyenangkan dalam hatinya karena Bintang sekarang.

"Ara pulang!" ucapnya begitu membuka pintu rumah, melepas sepatu dan menatanya di rak, Ara berjalan ke ruang tengah. "Ma? Dimana?"

"Ara? Mama di sini, Sayang!" sahut Mamanya yang sepertinya berada di samping rumah.

Melewati dapur, Ara menghampiri Mamanya yang sedang berkutat dengan polybag dan peralatan tanamnya. Ara mencium pipi sang Mama sebagai ganti cium tangan, karena tangan Mamanya penuh tanah.

 Ara mencium pipi sang Mama sebagai ganti cium tangan, karena tangan Mamanya penuh tanah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mama lagi ngapain?"

"Ini, kemarin beli bibit tomat sama seledri. Mama mau menanam sayuran di rumah. Lumayan bisa hemat kalo udah gede terus bisa di panen," jawab sang Mama tertawa ringan. "Loh, Papa mana?"

"Justru Ara mau tanya ke Mama," gerutunya mulai mengadu. "Tadi katanya mau jemput, Ara nggak jadi pesen ojek online. Eh, udah Ara tungguin 30 menitan, tapi Papa belum dateng. Ditelepon nggak bisa, di chat juga nggak ke kirim, sebel tau Ma. Ara nungguinnya panas di luar, mana Ara udah laper banget."

"Ya ampun, kemana si Papa? Tadi emang bilang mau jemput kamu. Kok tumben nggak ngabarin lagi."

Tepat setelah itu terdengar salam dari pintu depan yang terbuka. Papa Ara masuk dengan wajah lelah dan penuh keringat. Bahkan langsung mengambil segelas air putih di meja makan.

"Ma?" panggil si Papa kemudian, "Papa jemput Ara tapi kok nggak ada?"

"Telat. Ish, Papa! Dari mana aja? Ara udah nungguin lama tadi," sahut Ara yang muncul dari samping rumah bersama sang Mama.

"Loh, kamu udah pulang, Sayang? Pantesan Papa cariin kata penjaga sekolahnya udah pulang semua. Maafin Papa ya, tadi ban motor Papa pecah, jadi harus ke bengkel untuk ganti ban. Ponsel Papa mati karena habis baterai," tutur sang Papa menjelaskan.

"Pantesan Ara hubungi Papa nggak bisa."

"Bannya pecah di mana? Papa nggak sampai jatuh, 'kan?" tanya Mama khawatir, menyiapkan teh untuk mereka.

"Deket kantor sih, Ma. Tapi bengkelnya jauh. Ara tadi pulangnya gimana?"

"Dianterin temen sih, Pa."

"Bareng Rafael?" tanya Papanya tiba-tiba membuat Ara mengernyit heran.

Crushing On You ✅ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang