#1. Let's be a lover

68 9 0
                                    

Hari Senin sudah tiba lagi. Tidak adil rasanya karena hari Minggu begitu dekat jaraknya dengan hari Senin yang sibuk sedangkan untuk mencapai hari Minggu harus menjalani lima hari lain terlebih dahulu. Kalau begitu, mau tak mau bangun pagi harus kembali menjadi rutinitas setelah memanjakan diri dengan tidak perlunya bangun pagi dikala weekend.

Adelia Renjani bangun dengan mengeluh, ia tidak ingin meninggalkan tempat tidurnya yang nyaman. Tapi suara nyaring Ibu sudah melengking dua kali membangunkannya. Dengan berat, remaja yang sebentar lagi beranjak 17 tahun itu bangkit dari tempat tidur, berjalan gontai ke arah kamar mandi.

Sudah segar setelah mandi, Deli langsung melakukan aktivitas rutin sebelum berangkat sekolah yaitu menerapkan perawatan wajah. Hanya sebatas pelembab serta sunscreen dan memoles sedikit lipbalm di bibirnya yang sudah merah muda alami.

Gadis itu kemudian turun untuk sarapan. Ibu sudah sibuk menyiapkan bekal untuk Ayah kerja, Ayah juga sudah duduk diujung meja makan. Mereka menunggu Deli.

"Anak Ayah udah siap berangkat sekolah?" Tanya sang kepala keluarga. Deli membalas dengan anggukan.

Sebagai anak semata wayang, Deli sangat dicintai oleh kedua orang tuanya. Ibu walaupun suka mengomel, beliau juga sangat peduli. Ayah apa lagi, beliau bahkan tidak pernah memarahi Deli. Keluarga mereka harmonis. Definisi keluarga cemara yang sesungguhnya kalau kata Sesa, sahabat karib Deli.

Deli biasa berangkat sekolah sendiri, kantor Ayah kerja berbeda arah dengan sekolahnya. Ia tidak pernah minta diantar atau jemput kecuali keadaan mendesak. Biasanya Deli akan naik angkutan umum, atau kadang nebeng Sesa. Atau kalau beruntung pacarnya peka, dia biasanya menjemput.

Tapi hari ini sepertinya pacar Deli sedang sangat amat tidak peka. Boro-boro menjemput untuk mengajak berangkat sekolah bersama, chat semalam pun masih belum dibalas.

Sudah dua bulan mereka pacaran, namun kadang Deli merasa tidak ada yang terjadi sama sekali.

Namanya Mahesa. Deli biasa memanggilnya Esa. Bukan panggilan spesial karena semua orang di sekolahpun memanggil dia begitu.

Mengabaikan Esa yang tidak ada kabarnya sejak semalam, Deli berjalan menuju halte bus. Hanya butuh waktu 15 menit untuk mencapai sekolah.

Masih pukul 6:45, 15 menit lagi sebelum upacara bendera. Deli ke kelas untuk menyimpan tas.

"Bawa topi dua gak, Del?" Tanya Sesa begitu Deli sambai di kelas.

Deli menghela nafas bosan. "Kebiasaan!" Serunya seraya menyerahkan topi miliknya. Untung ada topi cadangan Esa yang dipinjamkan pada Deli saat dirinya lupa membawa.

Esa.

"Ayo jangan males! Hari ini cowok lo jadi pemimpin upacara!" Sesa menarik—menyeret—Deli menuju lapangan.

Berbaris sesuai kelas masing-masing, upacara dimulai dengan khidmat walau panas terik matahari. Deli berdiri dibarisan ketiga dari depan karena tinggi badannya. Dengan jarak itu ia bisa melihat punggung pacarnya yang tegap berdiri ditengah lapangan upacara sebagai pemimpin.

Mahesa nyaris tinggi. Walau tidak setinggi kebanyakan anak lelaki di sekolahnya. Namun tinggi Mahesa begitu pas ketika berdiri bersebelahan dengan Deli. Ia tidak perlu mendongak untuk menatap wajah sang pacar, dan itu membuat Deli tersenyum bahagia. Tapi ia ingat ia sedang upacara, dengan segera wajahnya kembali normal.

Upacara selesai. Pengumuman tambahan sudah disampaikan. Semua siswa bubar menuju kelas masing masing. Sebelum masuk ke kelas, Deli mampir ke kelas Mahesa terlebih dahulu untuk sekadar menyapa. Ternyata pacarnya masih belum berada di kelas. Bukannya bertemu sang pacar, Deli justru terkena ledekan dari anak-anak kelas tersebut dikira ingin bertemu Aidan, mantan pacarnya sebelum dengan Mahesa.

A Short Love Story About DeliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang