13 - Ponsel Mala

73 6 0
                                    


Detektif Taylor baru saja tiba di rumah Gamma. Dilihatnya lelaki itu berdiri di balkon, menatap jauh ke depan. Mungkin dia sedang menanti istrinya kembali–yang tentu saja itu mustahil. Detektif Taylor sudah mendapatkan laporan tentang Mala yang sudah meninggalkan Nashville pasca peristiwa pembunuhan di rumah ayahnya. Membuat semakin menguatkan dugaan bahwa Mala terlibat dalam pembunuhan Notaris Rayyes.

Vicky mengantar Detektif Taylor menemui Gamma di balkon. Sebelumnya dia berpesan, kondisi emosi Gamma sedang tidak baik. Pemakaman Lowkey Moreano akan digelar dua hari lagi setelah proses otopsi selesai. Vicky sudah mempersiapkan semuanya–tinggal Gamma yang tampak kurang siap.

"Kuharap anda membawa kabar baik buat Gamma Moreano," ucap Vicky sebelum mereka menaiki anak tangga. "Perusahaan Moreano harus segera dipikirkan kelanjutannya. Dan kami semua memerlukan Gamma Moreano dalam kondisi stabil psikisnya."

Detektif Taylor mengangguk. Kabar yang dibawanya belum tentu kabar baik, karena kepentingan polisi sudah pasti berbeda dengan kepentingan bisnis Moreano.

"Gamma, Detektif Taylor sudah datang."

Gamma bergeming mendengar pemberitahuan Vicky. Dia masih menatap jauh ke depan, dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana. Vicky sedikit heran, tidak ada botol minuman berserakan. Dan sepertinya, Gamma baru saja mandi–setelah beberapa hari mabuk.

Vicky memberi kode pada Detektif untuk mendekat. Detektif Taylor mengangguk, lalu menjajari Gamma. Diliriknya pewaris tunggal Lowkey Moreano–yang kabarnya hanya mendapatkan sedikit saja dari harta ayahnya. Justru istrinya yang mendapatkan sebagian besarnya.

"Berita apa yang kau bawa?" tanya Gamma tanpa menoleh.

Detektif Taylor mengeluarkan secarik kertas dari saku dalam jasnya, lalu memberikannya pada Gamma. Gamma masih bergeming dan berucap pelan, "Vic."

Vicky yang sejak tadi berdiri di belakang kedua orang itu, bergegas mengambil kertas dari tangan Detektif Taylor, lalu membacanya dengan cepat. Dia sedikit mengernyit kening, namun kemudian mengangguk, memahami apa yang sudah dibacanya.

"Hasil otopsi dari notaris Rayyes sudah dilaporkan. Anda tidak akan menduga hasilnya."

Gamma memutar badan, sehingga berdiri berhadapan dengan Detektif Taylor. "Katakan."

"Notaris anda dibunuh menggunakan pistol berperedam. Jenis pistol yang hanya dimiliki oleh anggota polisi. Kami menemukan pistolnya dibuang di tempat sampah–tidak jauh dari rumah Jeff Hopkins. Tanpa sidik jari."

"Lalu apa hubungannya denganku?" tanya Gamma mulai tidak sabar.

"Peluru dan pistolnya, terdaftar atas nama Jeff Hopkins."

Hening seketika. Vicky melirik Gamma. Namun Gamma masih menatap Detektif Taylor, tanpa ekspresi–menunggu kelanjutan informasi.

"Jeff Hopkins pernah melaporkan kehilangan pistol dengan peluru penuh. Saat dia masih bertugas, lebih tepatnya setahun sebelum pensiun. Pistol itu tidak pernah ditemukan–dan baru muncul setelah Jeff Hopkins dipenjara. Jadi, mustahil Jeff Hopkins yang melakukannya. Pelakunya sudah pasti mengetahui tempat pistol ini berada, atau dia mencuri pistol ini sebelumnya."

"Apa kaitannya dengan Mala?" tanya Gamma mulai penasaran.

"Kemarin, polisi mendapat laporan terjadi baku tembak di rumah Jeff Hopkins. Saat polisi datang, sudah tidak ada siapa-siapa di sana. Dan kami menemukan, seseorang telah menggeser ranjang Jeff Hopkins dan mengambil sesuatu dari sebuah tempat simpanan rahasia."

"Apa?"

Detektif Taylor menggeleng. "Kamera CCTV sudah dirusak sebelumnya, jadi kami belum bisa menemukan apapun. Namun satu hal yang kemudian masuk dalam laporan Kepolisian Nashville adalah Mala Hopkins menjadi salah satu tersangka pembunuhan Notaris Rayyes. Ditambah, dia melarikan diri dari Nashville dengan Gang Motor The Bones."

Gamma dan Vicky saling melirik. Mereka sepakat untuk tidak membocorkan informasi apapun tentang The Bones. Apalagi setelah penyerbuan Kantor Polisi oleh The bones.

"Sepertinya, mereka bertindak brutal belakangan ini, apa aku tidak salah?" tanya Gamma. "Apa yang mereka cari di Kantor Polisi Nashville?"

Detektif Taylor mengendik bahu. "Entahlah, itu bukan urusanku. Yang jelas, satu unit mobil dan dua seragam polisi berukuran besar. Satu unit mobil patroli yang mereka curi, sempat diketahui berada di depan rumah Jeff Hopkins–saat laporan baku tembak terjadi. Aku yakin, Mala istrimu–bukanlah sekedar Mala anak pensiunan polisi. Dia sudah membuat skenario besar, yang kita belum bisa mengira apa sebenarnya rencana wanita itu."

Gamma kembali memutar badan, menghadap ke luar jalan. Tentu saja ada skenario besar di balik tewasnya Lowkey Moreano. Gamma semakin yakin, pernikahannya dengan Mala pun adalah bagian skenario. Demi menguasai kekayaan Moreano.

Tapi kenapa, notaris itu harus mati di rumah Jeff? Apakah dia benar memenuhi undangan Mala untuk mengantarkan nyawa? Bukankah urusan warisan Moreano yang jatuh ke tangan Mala, masih membutuhkan Notaris Rayyes untuk melegalkan semuanya? Dan kenapa pula Mala menghilang.

"Moreano tidak punya urusan dengan The Bones."

Detektif Taylor mengangguk. "Serahkan pada kami."

"Apa janjimu padaku?" tanya Gamma kemudian. Dia memutar badan dan meninggalkan balkon. "The Bones dan Mala. Bapak dan anak sama saja kan? Berkedok orang baik untuk menjadi pembunuh."

"Bagi kami, masih berlaku hak keduanya–untuk dibuktikan bersalah atau tidak."

***

Sepeninggal Detektif Taylor, Gamma masuk ke ruang kerja ayahnya. Meski perasaannya sekarang begitu kacau ketika mengetahui bahwa Mala masuk dalam daftar tersangka dan daftar pencarian orang. Bila Mala memang terkait dengan The Bones, betapa selama ini dia dibodohi oleh wajah cantik dan tutur kata manis Mala yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Dan kini, kerinduan itu begitu menyesakkan dadanya. Betapa dia sangat ingin menghukum Mala untuk memuaskannya sepanjang malam. Persetan dengan tuduhan dia membunuh notaris itu.

"Kau sudah mendapat kabar terbaru?" tanya Gamma serak. Dia kembali meraih botol, namun kemudian mengurungkannya. Dia perlu berpikiran sehat–untuk menemukan Mala.

Vicky mengeluarkan bungkusan berwarna hitam dari saku jasnya. "Kami menemukan ini di tong sampah. Aku yakin, saat Mala kabur dari rumahnya, dia membuangnya."

Gamma meraih bungkusan hitam itu dan membukanya. Sejenak dia tertegun melihat benda yang kini ada di tangannya. Ponsel Mala. Dia sangat mengenal casingnya, karena setiap momen bulan madu mereka–Mala mengabadikan semuanya dengan ponsel ini.

Gamma menekan sebuah tombol, dan ponsel langsung menyala terang.

"Dia tidak menguncinya?" tanya Gamma heran.

"Kami menemukannya karena alarm berbunyi."

"Alarm?"

"Alarm bertuliskan mandi bersama."

Gamma melirik Vicky. "Keluarlah, dan temukan istriku. Sebelum pemakaman Papa, aku harus mendapatkan informasi yang akurat–di mana dan dengan siapa Mala saat ini."

Vicky mengangguk, sembari menahan senyum. Jelas-jelas dia tadi melihat muka Gamma memerah. Siapa yang tidak paham dengan alarm pengingat untuk mandi bersama? Mala pasti menyetelnya selama bulan madu mereka.

Begitu Vicky keluar, Gamma langsung mengunci ruang kerja Papanya. Dia bergegas menuju laptop, memasang kabel data untuk memindah semua foto dan video di ponsel Mala ke laptopnya. Dia yakin, Vicky sudah melihat apa saja isi foto dan video di ponsel Mala–dan dia tidak mungkin menghukum Vicky karenanya. Anggap saja Vicky tidak melihat apapun.

"Haisss ... " Gamma melenguh kesal, begitu melihat foto dan video yang sudah dipindahkan ke laptop. Semuanya adalah foto dan gambar mesra mereka berdua. Jumlahnya nyaris mencapai seribu gambar dan video. Bagi pengantin baru seperti dia dan Mala–banyak momen yang wajib mereka abadikan selama bulan madu.

Dan melihat satu demi satu foto dan gambar itu, membuat Gamma menyadari bahwa dia sangat mencintai Mala.

Dendam Mantan IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang