24 || Situs 565101

157 27 2
                                    

“Kak Aiza, ada telepon!” Kepala El tiba-tiba muncul dari balik pintu lalu menyodorkan sebuah ponsel.

Aiza yang masih repot mencari di mana letak kardigannya baru sadar jika ponselnya tertinggal di bawah. Sayangnya panggilan itu sudah selesai sebelum ia menerimanya. Setelah melihat siapa yang menghubungi, dia jadi bersyukur tidak perlu menelepon balik, sebab orang itu telah meninggalkan pesan.

Ada kiriman paket atas namamu. Ambil sendiri!' tulis pesan tersebut disertai sebuah gambar.

Detik itu juga Aiza menampar keningnya. Kecerobohannya makin kronis. Ia benar-benar lupa mengganti alamat lamanya dengan alamat sekarang. Dia sangat butuh barangnya, tapi berkunjung ke rumahnya sendiri juga bukan ide bagus.

“Kak Aiza ....”

Masih diliputi kedongkolan, Aiza menemukan El yang ternyata belum pergi dari sana.

“Kenapa Alien menelepon Kakak?” lanjut El.

Aiza menatap kagum bocah berpipi tembam itu. Tak menyangka jika El bisa mengeja nama kontak milik Aidan–buatannya–dengan benar. “Bukan apa-apa, El. Cuma tugas negara.”

El lantas mengangguk seolah paham. Padahal jelas-jelas wajahnya menunjukkan berbagai tanda tanya. Namun, Aiza tak ambil pusing. Karena ingin bergegas, ia akhirnya mengambil kardigan apa pun yang ia punya dari lemari dan memakainya sembari berjalan ke bawah.

“Mau ke mana?” tanya bibi Indira heran melihat gelagat Aiza yang mirip disengat sesuatu.

“Ke sekolah. Ada tugas kelompok.”

“Jangan pulang terlalu malam, ya.”

Aiza langsung membuat gaya hormat ala tentara lalu lanjut memasang sepatu.

Seraya menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang, ia tak sengaja melirik Rei duduk di sudut luar tokonya seorang diri. Aiza membatin ganjil dengan sikap Rei yang hanya diam menatap satu titik. Ini pertama kalinya dia menyaksikan langsung sepupunya itu kehabisan energi.

Aiza hanya mengedikkan bahunya. Rei selalu punya bermacam kebiasaan. Jadi, ia tak ingin menanggapi itu secara berlebihan. Setelah jalanan mulai sepi, dia pun punya kesempatan untuk menyeberang dan terpaksa mengabaikan Rei kali ini.

ᴄᴏɴꜱᴇᴍᴀ

Aiza segera menghampiri Jia yang sudah berada di sekitar asrama perempuan. Sambil menunggu yang lain sampai, mereka akan mengunjungi asrama perempuan untuk menemui maya yang dikabarkan telah keluar dari rumah sakit hari ini.

Kebanyakan dari mereka yang tinggal di asrama adalah murid beasiswa atau yang bertempat tinggal jauh dari sekolah. Jadi, memutuskan pindah dari asrama sekolah merupakan pilihan yang cukup berat.

Saat sampai di dalam, kelengangan terasa. Bisa dihitung ada berapa kamar yang masih berpenghuni, sedangkan sisanya telah ditinggal pemiliknya setelah berita heboh yang terus bermunculan. Pantas saja penjagaan asrama tidak seketat biasanya.

Setelah berjalan lebih jauh, terdapat sebuah kamar terbuka dengan berbagai kardus dan koper di luarnya. Tak berselang lama, seorang perempuan berambut ikal sebahu keluar. Setelah didekati, ternyata itu adalah Maya. Tampilannya sedikit berbeda dengan pertemuan awal mereka waktu itu. Hati Aiza lega melihat Maya dalam keadaan sehat. Akan tetapi, Maya justru sebaliknya. Wajahnya memucat seketika itu juga. Berjumpa Aiza dan Jia bagai sebuah ketakutan.

CONSEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang