Siapa sangka jika tas tangan yang berwarna mustard itu, Daniel menemukannya di dalam tas milik gadis yang baru saja tiba di ambang pintu.
Sontak para siswa menoleh pada arah dimana gadis yang baru saja datang. Gadis itu terlihat kebingungan, seketika teman sekelasnya melihat ke arahnya seakan-akan ia dituduh mencuri."Jadi Elo...?" Tukas, Amel.
"Apaan?" tanya Eksha tak mengerti. "Lo apain tas gue, Daniel?" Lantas gadis itu berlari menuju bangkunya, untuk merebut tas nya kembali.
"Bisa Lo jelasin?" Lagi-lagi Amel menghardiknya seraya mengambil Hand bag milik Bu Ajeng yang berada di genggaman, Daniel.
"Bukan punya gue!" jawab Eksha, demi apapun gadis itu tengah mencerna apa yang sedang terjadi.
"Emang bukan punya elo, Ekhsa...!" ucap Amel seraya menahan tawanya, " Menurut Lo, Hand Bag ini punya kaki bisa jalan sendiri?"
"Lo nuduh gue?" Ekhsa berjalan mendekatinya.
Amel menyilangkan kedua tangannya, "Kurang bukti apa lagi?"
Tiffany menghampiri sahabatnya dengan memegang pundaknya, berharap Amel membicarakannya dengan baik-baik. Namun, Amel menepisnya, gadis itu benar-benar tidak peduli siapapun itu jika menghalang halangi amarahnya. Amel kembali membuka suara,
"Bukannya gue udah bilang, gue ngga mau ulang tahun gue ngerepotin kalian termasuk elo, Ekhsa. Dengan lo berkenan hadir di acara gue, gue udah seneng banget. Tapi... bukan kek begini, dengan Lo nyuri pu--"
PLAKKKK...!
Belum sempat Amel melanjutkan ucapannya, lantas Eksha terlebih dahulu menamparnya. Sementra semua temannya terkejut atas tamparan yang gadis itu layangkan pada arah pipi lembut Amel. Termasuk Alex yang sedari tadi berada di ambang pintu mengenakan baju Jersey dan juga bola basket yang ia jepitkan di pinggulnya.
"EKSHA CUKUP!
Ikuti ibu sekarang juga!"***
"Jangan bercanda pak! Bapak mau skor, saya?"Ekhsa tengah berada di ruang Bimbingan Konseling.
"Bapak ga habis pikir sama kamu, Eksha. Bisa-bisanya kamu gelap mata. Kamu butuh uang jajan?" tukas pak Budi.
"Saya berani bersumpah, pak. Bukan saya yang mencuri Hand Bag milik Bu ajeng."
"Tidak mungkin tas itu bisa jalan sendiri. Ekhsa. Kamu tau jika perbuatan mencuri itu salah, apa lagi Hand Bag yang kamu curi ada uang sejumlah ratusan juta, dana untuk sekolah ini. Untung saja kamu teman Abiyya, anak dari pemilik sekolah ini. Bapak juga dengar jika kamu tidak lagi tinggal dirumah, kamu minggat?"
Gadis itu hanya memalingkan wajahnya tanpa menatap atau menunduk. Ditambah pak Budi sangat cerewet, gadis itu juga tidak tahu harus mencari pembelaan bagaimana lagi.
"Entahlah, dengan terbiasa hidup sendiri tanpa didampingi kedua orang tua, gadis sepertimu sepertinya sulit untuk dinasehati." Katanya samar, namun Eksha masih mendengarnya.
Tak terima, lantas gadis itu memukul meja yang berada di depannya, "Saya dari keluarga baik-baik, pak. Saya bukan anak dari seorang pencuri. Biar dikata saya hidup sebatang kara. Mencuri bukan kebiasaan saya. Seharusnya disini yang butuh bimbingan itu bapak. Setidaknya di sharing dulu sebelum mengatakan sesuatu!"
"Berani-beraninya anak kecil sepertimu tidak menghormati orang yang lebih tua."
"Jangan bicara soal umur.
umur hanya memberimu lebih banyak tanggung jawab!" Ketus, Eksha.Rasanya seperti di robek-robek. Hati Gadis itu sangat sensitif jika menyangkut tentang kedua orang tuanya. Kemudian, Eksha keluar pintu dengan rasa kecewa. Sempat berpapasan dengan Alex, namun gadis itu tak menghiraukannya. Lelaki itu hanya menoleh kebelakang, ia melihat Ekhsa yang terus berjalan dengan suara tangisan tersedu seraya mengusap kedua air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen Loses
Teen FictionAda Apa Di Jam Setengah Lima ? Kalian cari apa? Meskipun dikata Jam setengah lima. Namun, disini ngga ada kata-kata senja! ????????