Tujuh

39 8 0
                                    

Peristiwa tragis yang sangat mengerikan itu disaksikan oleh beberapa pasang mata yang pada umumnya sulit berkedip kembali selama lebih kurang satu menit sejak meledaknya bom tersebut. Jerit tangis Junna dan Evi begitu histeris, kepanikan Mohan dan Apong kian menggemparkan suasana pertokoan bergengsi itu.

Ketika Kumala, Niko, Horris, Pak Bahtiar dan kru teve lainnya tiba di tempat itu, jalanan sangat padat, sulit diterobos dari jarak 1 kilometer.

"Pegang tanganku!" bisik Kumala kepada Niko Bisikan yang mencurigakan itu dituruti oleh Niko.

Tangannya menggenggam tangan Dewi Ular. Tiba-tiba langkahnya seperti diseret cepat oleh Kumala yang mencari jalan di sela-sela kerumunan orang sebanyak itu. Niko sempat menggeragap kebingungan. Kakinya seperti tidak menyentuh tanah, bahkan tubuhnya merasa seperti yang mampu menerabas tubuh siapa saja tanpa terasa menyentuh sedikit pun. Tahu-tahu ia dan Kumala sudah berada di depan, sangat dekat dengan pita kuning pembatas wilayah pemeriksaan pihak kepolisian.

"Sial!" geram Kumala sambil mengibaskan tangannya.

Genggaman Niko pun terlepas, dan sejak itu Niko merasa kedua kakinya seperti baru saja menyentuh tanah kembali. Namun keajaiban itu tak sempat membelenggu hati dan pikirannya. Keajaiban tadi sengaja disimpan dulu entah di mana, karena hati nurani Niko menuntut untuk lebih memperhatikan keadaan ATM yang meledak dan serpihan tubuh jenazah Eggy yang sedang dievakuasi oleh pihak kepolisian.

"Ya...Tuhaaaann... Eggy...!" gumam Niko bernada sedih sekali, sebab Eggy dan Horris adalah dua dari empat sahabat terdekatnya jika ia sedang berada di studio.

Dewi Ular hanya menghembuskan napas panjang. Wajahnya bukan saja memancarkan kesedihan, namun juga memendam kekecewaan. Ia merasa gagal melacak kekuatan gaib dalam kematian berkaitan dengan surat berdarah tersebut, sebab kali ini keadaan jenazah korban tercerai-berai. Sulit dilacak tanda-tanda gaibnya. Sedangkan kertas surat yang kemarin malam dibaca Eggy dan ternyata bukan dari Horris itu segera dikejar Kumala ke rumah korban bersama Niko.

Menurut adik sepupu Eggy, surat yang misterius itu telah dibakar Eggy sendiri tadi pagi, sebelum gadis itu pergi ke kantor dijemput Horris. Dengan begitu, Kumala gagal melacak munculnya tanda bintang berdarah pada lembaran surat tersebut, seperti yang terjadi pada kasus-kasus serupa itu sebelumnya.

"Dewi, dapatkah kamu mengartikan misteri kematian rekan sekerjaku itu?" tanya Niko dalam satu kesempatan yang hening.

Kumala hanya menjawab dengan suara pelan dan tetap kalem. "Ada kekuatan dari alam gaib yang mencuri star bergerak lebih dulu menerobos alam dimensi manusia, sebelum akhir tahun keramat itu!"

"Ada iblis yang sudah menyebar bencana sebelum akhir tahun nanti?!"

"Yaahhh...!" desah Kumala dengan suara berat. "Firasatku mengatakan begitu. Tapi sampai detik ini aku belum tahu, kekuatan gaibnya siapa yang berani menyebarkan maut di antara kita ini. Aku akan melacaknya lewat jalur gaib juga."

Niko tertegun tegang. Hatinya bertanya-tanya. "Apakah kumala akan berhasil menemukan siapa pengirim surat setan itu?!"

****

EMPAT gadis cantik sudah menjadi korban munculnya surat setan itu. Pengirimnya belum bisa diketahui, baik secara nyata maupun secara gaib. Dewi Ular masih gagal mengenali jejak si pengirim surat berdarah itu. Padahal masyarakat sudah mulai dicekam ketegangan yang meresahkan karena munculnya issu yang mengatakan, bahwa surat setan atau surat berdarah merupakan tanda-tanda positif akan datangnya musibah besar alias kiamat bagi kehidupan manusia yang terjadi pada akhir tahun.

Hampir setiap koran, tabloit dan majalah memuat issu tersebut. Hampir setiap hari selalu saja ada media cetak yang menulis dan membahas tentang hubungan surat setan dengan tanggal keramat nanti. Dewi Ular hanya bisa menarik napas sambil geleng-geleng kepala, merasa prihatin atas beberapa media cetak yang telah sengaja mengkomersilkan issu tersebut sebagai bahan berita, tanpa memikirkan dampaknya bagi kejiwaan tiap manusia.

"Kamu harus menyangkal pendapat itu, Kumala. Bicaralah di koran-koran dan di layar kaca,  bahwa, berita itu nggak benar!"

Siapa lagi yang berani mendesak. Kumala seperti itu kalau bukan jelmaan Jin Layon alias Buron, yang kadang-kadang berkesan memerintah majikannya sendiri itu. Buron berani ngotot di depan gadis anak bidadari itu, karena ia sudah menjadi seperti 'punakawan' dalam dunia pewayangan. Selain menjadi pelayan majikannya, juga menjadi pengasuh sang majikan yang usianya lebih muda darinya itu.

Buron dapat disebut sebagai abdi setia Dewi Ular, sama dengan Mak Bariah dan Sandhi. Hanya saja, kali ini tingkat kepercayaan Sandhi tidak sebesar rasa percaya Buron terhadap kata-kata Kumala.

"Kalau memang ramalan Kumala bisa dipercaya dan sangat benar, bahwa pada akhir tahun nanti nggak terjadi apa-apa, mestinya Kumala nggak perlu ragu-ragu tampil di depan massa menjelaskan hal itu. Kenapa sekarang Kumala seperti justru bersembunyi dari maraknya issu kiamat pada akhir tahun?"

"Kumala nggak mau menentang arus," bantah Buron.

"Hampir semua dukun, paranormal dan 'orang pintar' meramalkan hal yang sama. Kalau Kumala muncul di depan umum menyangkal ramalan itu, sama saja dia menjatuhkan ramalan itu, sama saja dia menjatuhkan kredibilitas semua paranormal dong! Nggak etis kan."

"Ah etis aja!" Sandhi bersungut-sungut. "Apa salahnya meluruskan anggapan yang keliru demi ketenangan semua manusia!"

"Semua manusia sudah terlanjur keracunan issu seperti itu, sulit diluruskan kembali cara berpikirnya. Kurasa Kumala tahu bahwa pernyataannya nanti hanya akan memperkeruh suasana. Sebab itu bisa dianggap penyebar kebingungan orang, atau... entah dianggap apa lagi oleh mereka, tergantung penilaian masing-masing."

Perdebatan di garasi menjelang petang itu didengar oleh Kumala yang ingin menemui Mak Bariah di dapur. Ia tak jadi ke dapur, melainkan sengaja menyempatkan diri berdiri di depan pintu tembus menuju garasi.

Sandhi batal melontarkan bantahannya begitu melihat Kumala ada di sana. Ia agak malu dan salah tingkah, karena rasa kurang percayanya sempat diketahui oleh Kumala. Namun gadis cantik yang baru saja pulang dari tempat senam itu tidak menampakkan kemarahannya sedikit pun. Justru menampakkan senyum tipisnya yang sangat lembut, mempesona, tapi juga berkharisma anggun bak seorang ratu bijaksana.

"Pendapatmu agak keliru, Sandhi. Penjelasanmu juga kurang tepat, Ron. Aku punya alasan sendiri, mengapa membiarkan issu itu marak di mana-mana."

****

57. Asmara Mumi Tua✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang