Chicken Katsu

61 11 2
                                    

Karina menatap mangkuk kosong di hadapannya. Rasanya ia belum puas menyantap chicken katsu yang tadi menempati mangkuk itu. Perutnya kembali merasa lapar. Rasa yang sudah lama tidak ia rasakan.

Setiap pagi, perutnya hanya mampu menerima jus buah. Siang dan malam bahkan ia tidak makan, kecuali buah. Bukan tidak mau memaksa memasukkan makanan ke dalam mulutnya, tapi setiap kali masuk pun itu selalu keluar lagi.

"Nona, boleh saya ambil mangkuknya?"

Pertanyaan pelayan itu membuatnya mengalihkan pandangan padanya sebentar. Setelah mendapati pelayan itu adalah pelayan yang biasa melayani makannya, ia mengerutkan dahi.

"Maid Lee yang memasaknya? Bagaimana bisa?" tanya Karina.

Sang pelayan tersenyum lembut, "Bukan saya, Nona. Tapi koki baru Anda."

Maid Lee dengan lembut meraih mangkuk yang masih di pegang oleh kedua tangan majikannya.

Koki baru? Apa yang Karina lewatkan? Sejak kapan orang tuanya mempekerjakan seorang koki baru? Bukankah mereka memiliki kewaspadaan pada seorang koki sejak dirinya hampir keracunan tujuh tahun lalu? Kenapa mamanya membiarkan ia memakan semua makanan dari koki-koki baru itu?

"Siapa?" ia benar-benar penasaran.

"Kalau itu saya kurang tahu, Nona. Saya belum bertemu dengannya. Saya hanya mengantarkan makanannya saja."

Karina mendengus dan melepaskan mangkuk di tangannya, membiarkan sang pelayan membawanya pergi. Tak berselang lama setelah Maid Lee keluar kamarnya, Nyonya Kim masuk dengan wajah senang.

Melihat mamanya, ia yakin mamanya pasti tahu siapa yang memasak chicken katsu itu. Mamanya jelas sudah mengenal si koki baru yang menggugah selera makan dan hatinya.

"Mama, siapa yang memasak chicken katsu itu?" Karina sampai berdiri menghampiri mamanya.

"Dia koki baru kita. Tidak, sebenarnya dia koki khusus untukmu. Kau sangat menyukai makanannya?" jawab Nyonya Kim sambil mengusap lembut rambut sang putri dan membawanya duduk di bibir Kasur.

Karina mengangguk antusias, "Iya! Siapa namanya? Berapa usianya? Dia laki-laki atau perempuan? Bagaimana rupanya? Mengapa dia bisa membuat makanan yang persis seperti masakan Ke-"

Karina hampir menyebut namanya. Menyebutkan namanya bukanlah sebuah kejahatan atau kutukan memang. Hanya saja nama itu selalu saja berhasil membuat hatinya sendu.

Nyonya Kim tersenyum sambil menggenggam kedua tangan putrinya, "Nanti malam dia akan memasak makan malam untukmu. Papa juga akan pulang lebih cepat,"

"Karina, dengarkan Mama. Keane sudah tenang di alam sana. Jangan berusaha melupakannya, tapi jangan juga terus-menerus mengingatnya. Keane pasti sedih jika kau terus menerus seperti ini. Mama, Papa, kita semua sedih. Tapi kita perlu melanjutkan hidup karena kita masih hidup, Rin. Apa kamu tahu apa yang akan kakakmu itu katakan kalau melihatmu seperti ini?"

"Dia akan memukulku dengan bantal dan membuatku terjun dari helikopter untuk melakukan paralayang. Katanya, kalau aku terjun semua pikiranku hilang."

Nyonya Kim sempat terkekeh melihat wajah putrinya yang berbicara sambil sesegukkan. Sudah berjuta kali ia mencoba menghiburnya, beberapa jam ampuh membuat putrinya membaik, tapi selalu kembali lagi pada keadaan semula. Sulit, sangat sulit sampai ia kehabisan cara.

Di tengah keterpurukan hatinya kehilangan anak sulungnya, di sana juga ada Karina yang hancur kehilangan kakak satu-satunya. Kakak yang selalu menjadi sandarannya, kakak yang menjadi pengganti kedua orangtuanya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Hati wanita itu lebih sakit lagi mendapati penderitaan sang putri. Mungkin hampir setiap malam ia menangis. Tangis penyesalan dan kehilangan yang menjadi satu.

It's Very Familiar TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang