Kumala Dewi tidur terpisah dengan Pramuda. Ia ada di kamar yang biasa dipakai tidur oleh Renna jika sang adik perempuan itu sedang bermalam di rumah mungil tersebut. Pram sengaja menjaga jarak agar tak ada kesan negatif di mata Kumala Dewi. Padahal dalam hati Pram memuji habis-habisan gadis yang di perkirakan berusia sekitar dua puluh empat tahunan itu.
Pram melihat gadis itu secara jelas baru pada esok harinya. Ternyata Kumala benar-benar seorang model atau bintang film yang belum pernah di lirik oleh produser manapun. Kecantikkan gadis itu tampak jelas pada pagi hari, sewaktu mereka sarapan bersama.
Kumala mempunyai kulit yang putih, halus, lembut, dan menurut dugaan Pram seperti kulit bayi. Matanya tak terlalu besar namun berbentuk indah.
Alis matanya tidak terlalu lebat namun juga membentuk keindahan tersendiri dengan bulu mata yang lentik bak bulu mata boneka. Hidung yang mancung itu sangat serasi sekali dengan bibir yang sensual menggairahkan. Ia gadis yang berperawakan tinggi, seksi dan padat. Rambutnya mempunyai warna hitam yang kemilau. Lebat, sangat cocok untuk model iklan shampoo.
Ternyata bukan hanya Pram yang menyanjung kecantikan itu dalam hati, Mak Supi pun mengakui bahwa Kumala Dewi benar-benar seorang gadis yang mempunyai nilai kecantikan tinggi. Belum pernah ada gadis bawaan Pram yang secantik Kumala Dewi. Rupanya keadaan basah kuyup tersiram hujan membuat kecantikan itu tertutup dan tak sempat menjadi pusat perhatian Mak Supi maupun Pramuda sendiri.
"Dengan mengenakan celana jeans dan T-shirt seperti itu dia tampak manis sekali." Pikir Pramuda sambil berlagak tak memperhatikan Kumala yang duduk di kursi seberang meja.
"Tak ku sangka malam kemarin aku membawa seorang ratu kecantikan yang sedang kalut. Mungkin sekarang kekalutan otaknya sudah berkurang. Tak ada salahnya kalau ku tanyakan hal-hal yang sedikit bersifat pribadi padanya. Ia nampak lebih tenang dari semalam."
Sementara itu, di hati sang pelayan separuh baya mempunyai kecamuk yang berbeda. "Ternyata dia manusia. Semalam aku sempat menyangkanya sebagai peri atau setan yang bergentayangan. Habis, kebetulan saja pas dia datang ada beberapa hal yang aneh, seperti bohlam lampu kamar mandi menyala sendiri dan bau wangi yang jarang tercium di rumah ini. Ternyata dia seorang gadis yang baik, walau jarang tersenyum. Ia gadis yang rajin, bukan seorang pemalas."
Pujian itu terlontar di hati Mak Supi karena pekerjaannya pagi itu cepat selesai berkat bantuan Kumala Dewi. Gadis itu bangun pukul lima pagi, seperti Mak Supi. Bedanya, Mak Supi langsung ke dapur, Kumala langsung ke kamar mandi. Pagi-pagi dia sudah mandi dan merapikan diri. Ia membantu Mak Supi menyiapkan sarapan untuk sang tuan. Pekerjaan itu dilakukan Kumala ketika Mak Supi mencuci pakaian dan mengepel lantai.
"Nona Kumala. Sebaiknya Nona tak perlu sibuk di dapur. Saya takut jika tuan tahu, beliau akan marah."
"Dia tak punya alasan untuk marah padamu. Jika ia mau marah, biarlah ia marah padaku!" kata Kumala Dewi. "Pram telah menolongku, dan aku harus lakukan sesuatu unuk membalas kebaikannya, Mak Supi."
Pelayan yang pagi itu berkebaya biru tua dengan bunga-bunga kuning itu sempat merasa heran ketika melihat Kumala Dewi menyiapkan sarapan untuk Pramuda. Telur setengah matang, roti tawar, coklat susu, dan hal itu di anggap aneh oleh Mak Supi, karena ia belum pernah memberitahu kesukaan Pramuda.
"Apakah... apakah tuan Pram pernah bilang bahwa beliau kalau pagi suka minum coklat susu, Non...?"
"Belum," jawab Kumala pelan, sekalipun tanpa senyum namun tak terkesan ketus ataupun angkuh.
"Aneh." Gumam Mak Supi. "Darimana dia tau kalau tuan suka coklat susu, telur setengah matang, dan yang lainnya itu?"
Maka ketika Pram memanggil Mak Supi di ruang makan, Mak Supi tak bisa berkata lain kepada tuannya.
"Siapa yang menaruh lada dan garam di dalam telur setengah matangku ini? kau, ya Mak? tumben kok pas sekali ukurannya?"
"Maaf, Tuan. Pagi ini bukan saya yang menyiapkan sarapan, melainkan Non Kumala sendiri!" ujar Mak Supi sambil menunjuk Kumala Dewi dengan ibu jarinya.
Pramuda terperanjat dan hatinya berdebar aneh. "Benarkah kau yang menyiapkan sarapan di pagi ini, Kumala?"
"Ya, apakah itu salah?" Kumala Dewi justru balik bertanya.
Pramuda hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. "Sebetulnya hal itu tidak perlu kau lakukan, kau itu kan tamu!"
Kumala tak berkomentar, ia sibuk memotong roti tawarnya sendiri dengan pisau roti. Pramuda segera bicara kepada Mak Supi.
"Mengapa kau ajarkan kepadanya pekerjaan ini, Mak?"
"Oh, saya tidak mengajarinya, Tuan." Sangkal Mak Supi. "Saya juga tidak memberitahukan apa kesukaan tuan jika pagi-pagi seperti ini."
"Tapi mengapa dia bisa menyiapkan semua ini dengan pas?"
"Saya sendiri tidak tau, Tuan."
Pramuda menatap Kumala, namun yang di tatap tetap cuek. Seakan tak merasa sedang di perhatikan oleh pemuda tampan itu. Sang pemuda hanya memendam rasa kagumnya dengan sisa geleng-geleng kepala di sela senyum yang ceria.
Ketika Mak Supi sudah tak ada di antara mereka berdua, Pramuda mulai bicara kembali kepada Kumala Dewi. Si gadis tampaknya menanggapi pembicaraan itu walau dengan mulut yang masih membisu dan sibuk menelan makanannya.
"Mak Supi sudah delapan tahun ikut keluargaku. Dulu dia menjadi pelayan kami. Tapi setelah aku menempati rumah ini, dia sengaja ku tarik kemari. Aku sangat cocok dengan masakan Mak Supi."
"Dia memang perempuan yang pandai memasak." Ujar Kumala Dewi dengan suara pelan, seperti orang menggumam.
"Kurasa kau pun seorang perempuan yang pandai memasak," pancing Pramuda.
Kumala tidak tersenyum, ia hanya sentakkan bahu sedikit dan melanjutkan sarapannya.
"Apakah kau juga selalu menyiapkan sarapan untuk suamimu setiap pagi begini?" pertanyaan itu jelas merupakan pancingan dari Pram untuk mengetahui status Kumala Dewi sebenarnya.
"Suami?! tak ada suami." Jawabnya berkesan seenaknya saja, lalu meneguk minumannya.
"Kau bekerja atau masih kuliah?"
"Nganggur."
"Tapi dulu pernah kuliah, bukan?sampai tamat?"
"Mungkin." Jawabnya pelan, tanpa memandang Pram.
"Dugaanku benar," pram tersenyum lega.
"Kau pasti seorang sarjana dengan gelar Doktoranda, bukan...?"
"Semula gelar ada padaku."
Pramuda tertawa pelan. Dari wajahnya tampak riang. Ia merasa belum pernah menikmati pagi yang cerah seriang hari itu.
Sebentar-sebentar wajah cantik yang mempunyai kematangan bersikap itu di pandanginya dengan penuh rasa kagum.
"Lalu, apa rencanamu sekarang, Mala? O, ya... boleh aku memanggilmu Mala saja?"
Kumala Dewi angkat bahu tanda tak keberatan dengan panggilan itu. Sebentar kemudian terdengar suaranya yang sedikit bernada keluh.
"Sampai sekarang aku belum tahu apa yang harus aku lakukan." Lalu ia menghembuskan nafas bagai mendesah jengkel.
"Kau punya saudara yang tinggal di Jakarta??"
Kumala menggeleng.
"Mungkin di sekitar Bogor, Bekasi, Tangerang, atau tempat lainnya?"
Kumala Dewi gelengkan kepala lagi. "Semua saudaraku ada di Kahyangan."
Tawa mirip gumam menghambur dari mulut Pramuda yang masih mengunyah santapannya. Kumala memandangnya dengan melirik, namun hanya sebentar, setelah itu ia menatap telepon yang ada di meja kecil dekat ruang tamu.
Pram tidak pedulikan hal itu. Hanya saja, ia segera mengangkat kepala dan memandang Kumala setelah gadis itu bertanya dengan suaranya yang bening dan terkesan kalem.
"Kau punya teman gadis yang bernama Wenny?"
"Dari mana kau tahu?" Pram bernada kaget.
Kumala tidak menjawab, hanya berkata. "Sebentar lagi dia akan menelponmu!"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Roh Pemburu Cinta✓
ParanormalSilakan follow saya terlebih dahulu. Serial Dewi Ular Tara Zagita 1 Ketika langit terbuka bagaikan terbelah, sinar hijau itu memancar ke bumi dalam cuaca amat buruk; hujan lebat dan angin badai seakan ingin menggulingkan permukaan bumi. Gadis canti...