Kumala Dewi bagaikan mengerti apa yang menjadi jalan pikiran Mak Supi. Ketika ia membantu Mak Supi mencuci piring kotor, ia sempat berkata kepada pelayan yang bertubuh agak gemuk itu.
"Pramuda tidak mudah memutuskan untuk menikahi siapa pun. Ia masih ingin hidup bebas tanpa ikatan seorang istri atau anak."
"Iya, saya sendiri heran, Non... padahal Tuan itu usianya udah banyak, sudah cukuplah mapan untuk berumah tangga. Mamanya sendiri sudah sering mendesak agar Tuan segera berkeluarga, tapi agaknya Tuan tak memperdulikan desakan mamanya itu, Non."
"Padahal sudah ada seorang gadis yang berharap sekali untuk segera dinikahi oleh Pramuda, Mak!"
"O..ya?? siapa gadis yang berharap menikah dengan Tuan Pramuda itu, Non??"
"Wenny!" jawabnya tegas dan jelas.
Mak Supi hanya mencibir. "Non Wenny?! Hm, saya gak suka kalau Tuan Pram punya istri Non Wenny. Cerewet, sombong, manjanya selangit..."
"Cemburunya besar!" imbuh Kumala tiba-tiba.
"Iya, loh kok Nona tau kalau Non Wenny itu punya rasa cemburu yang besar sekali?! Apakah Nona kenal dengan Non Wenny?!"
"Aku tahu dia, tapi dia tidak tahu aku!" jawab Kumala Dewi dengan suara pelan berkesan kalem. Ia menaruh piring dan gelas yang sudah di cuci itu ke rak piring.
"Sebentar lagi dia pasti akan datang kesini untuk mencari Pramuda."
"Apa iya, Non?"
Baru saja mulut Mak Supi berhenti berkata begitu, tiba-tiba bel tamu berbunyi. Mak Supi sempat menatap Kumala Dewi yang tdak sedang memandangnya.
"Apakah yang datang itu Non Wenny?!" tanya hati Mak Supi.
"Jika itu benar, alangkah jitunya tebakan Non Kumala tadi?!"
Mak Supi bergegas ke ruang tamu setelah Kumala berkata dari dalam dapur. "Itu si Wenny datang, Mak!"
Rasa ingin membuktikan kebenaran terkaan Kumala membuat langkah Mak Supi dipercepat. Ketika pintu di buka, ternyata memang Wenny yang datang. Gadis berwajah mungil itu sedang cemberut. Matanya menatap tajam ke arah Mak Supi dengan bibir meruncing.
"Mana Pramuda??"
"Sudah berangkat ke kantor, Non!" jawab Mak Supi sambil membiarkan Wenny nyelonong masuk. Ia segera duduk di sofa, menghempaskan tubuh di sana sebagai tanda keksalan hatinya. Tas kuliahnya di lemparkan di sofa sampingnya dengan kasar.
"Mak, kasih tau sama tuanmu itu, jangan kasar-kasar kalau bicara denganku!! Aku orang yang mudah tersinggung dan punya harga diri!!"
"Hmm...eeehhh...sa...saya tidak tahu Tuan bicara apa kepada Non Wenny," kata Mak Supi dengan perasaan takut.
"Pokoknya bilang saja begitu padanya!! Wenny bukan anak orang miskin yang bisa di bentak-bentak seenaknya saja!! Papaku punya jabatan yang penting diperusahaan!! Papa dan Mamaku saja tak pernah membentak-bentak anaknya, masa Pramuda membentakku seenaknya saja ditelepon tadi!!"
"Sa...saya tidak tau Non masalah itu..."
"Iya, kamu tidak tahu! Tapi bilang saja begitu sama dia! Ngerti??!!" bentak Wenny yang membuat Mak Supi semakin gugup.
"Sudah lama dia berangkat ke kantor??"
"Baru saja Non."
"Hmm, katanya gak berangkat ke kantor?? Katanya sakit?? Dasar Penipu!!" omel Wenny dengan suara keras dan penuh kedongkolan.
Ia segera bergegas ke meja telepon untuk menghubungi HandPhone-nya Pramuda. Tapi pada saat dia mendekati telepon, Kumala Dewi muncul ke ruang makan yang dapat di lihat dari tempatnya berdiri.
Kumala Dewi berlagak cuek, seakan tak melihat kehadiran Wenny di situ.
Ia menata meja makan tanpa melirik sedikitpun ke arah Wenny."Siapa dia??" ketus Wenny dalam nada tanya kepada Mak Supi.
"Hmmm...hmmm..." mak Supi bingung untuk menjawabnya, sebab ia tahu kalau Wenny pasti akan semakin berang karena rasa cemburunya meluap melihat gadis cantik di rumah Pramuda.
Akhirnya Wenny tak jadi mendekati telepon. Ia menghampiri Kumala Dewi yang tetap cuek dengan kehadirannya itu.
"O... rupanya ada perempuan malam menginap di sini, makanya Pramuda berlagak sakit dan berani membentak-bentakku??"
Karena sikap Kumala Dewi seperti orang tuli, tak bereaksi sedikitpun walau suara Wenny sudah di keraskan, maka Wenny pun segera lebih mendekat lagi. Ia mencekal pundak Kumala Dewi dan menyentakkannya agar Kumala memandang kearahnya.
"Hei, siapa kau sebenarnya??!!" bentak Wenny saat Kumala tersentak menghadapnya.
Kumala Dewi hanya diam. Mulutnya terkatup terkesan dingin. Matanya memandang tajam ke arah Wenny.
"Jadi kau yang bikin Pramuda berani membentakku di telepon?? Kau yang bikin Pramuda tak mau menjemputku, ya??!!" sambil Wenny menuding-nuding dengan kasar sekali.
"Hei, dengar ya??" sambung Wenny semakin menampakkan kebenciannya.
"Aku jijik kalau rumah ini kemasukan pelacur macam kau!! Ngerti??!! Biar kau termasuk pelacur high class, atau perek lite, hostest ekseklusif, aku gak peduli!! rumah ini tak boleh di masuki perempuan kotor macam kau!! Ngerti??!! Maka, sekarang juga kau harus angkat kaki dari rumah ini!! Pergi dan pulang ke germomu sana!!"
Kumala Dewi tetap kalem. Bahkan ia sunggingkan senyum tipis terkesan sinis. Mak Supi tampak cemas dan serba salah. Ia ingin melerai, tapi tak berani dan takut jadi sasaran kemarahan Wenny.
"Pergi dari sini kataku!! Cepat angkat kaki!! " bentak Wenny sambil mendelik.
"Apakah kau pemilik rumah ini?"
"Memang bukan!! Tapi akulah calon istri Pramuda!! Aku tak mau darah calon suamiku kau tulari dengan penyakit AIDS-mu itu!!" tandas Wenny yang menurut Mak Supi sangat keterlaluan itu.
Mak Supi pun heran, mengapa Kumala Dewi bersikap tenang dan tak menampakkan kemarahannya?
"Kalau kau mau mati karena AIDS, matilah sendiri sana!! Jangan menyebarkan wabah ke tubuh calon suamiku!!" bentak Wenny lagi.
Kumala hanya berkata pelan, "kau yang akan mati, Wenny!"
"Eeeeh...kau mengancamku ya??!! Kau mengancamku, hah...??" sambil Wenny bertolak pinggang dan mendesak-desak Kumala.
Si cantik yang tetap tenang itu hanya mundur dua langkah. Matanya menatap tajam tak berkedip kepada Wenny.
"Kau pikir aku takut jika harus melemparkan tubuhmu yang busuk itu keluar sekarang juga, hah??"
Melihat Kumala diam saja, Mak Supi akhirnya memberanikan diri untuk menarik tangan Wenny agar menjauhi Kumala.
"Sudah, Non...sudah...jangan ribut di sini. Malu kalau di dengar tetangga, Non. Pagi-pagi kok udah ribut?"
"Tapi aku gak suka kalau nona itu ada di rumah ini, Mak!! Usir dia!! Usir sekarang juga!!"
"Tuan Pram yang menyuruhnya tinggal di sini, Nona. Saya tak berani melakukan apa-apa! Tuan Pram yang berkuasa di sini, bukan saya!!" sindir Mak Supi.
"Kalau begitu aku harus bicara sama Pram sekarang juga!! " Wenny bergegas menelpon Pramuda.
Rupanya Pram belum sampai di kantor. Wenny segera menelpon Handphone-nya Pramuda. Saat itu Pramuda lupa belum menghidupkan Hpnya, sehingga Wenny gagal menghubunginya.
"Aku akan ke kantornya Pram dan bicara padanya!!" Wenny pun bergegas pergi dengan membanting pintu depan.
Kumala Dewi duduk termenung dengan wajah tampak menyimpan rasa sesal. Bahkan ketika Mak Supi menghiburnya, ia hanya berkata dengan nada pelan.
"Aku menyesal sekali. Seharusnya aku tidak berkata seperti itu padanya."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Roh Pemburu Cinta✓
ParanormalSilakan follow saya terlebih dahulu. Serial Dewi Ular Tara Zagita 1 Ketika langit terbuka bagaikan terbelah, sinar hijau itu memancar ke bumi dalam cuaca amat buruk; hujan lebat dan angin badai seakan ingin menggulingkan permukaan bumi. Gadis canti...