Roh Pemburu Cinta 13

63 7 0
                                    

Pramuda menarik nafas. "Apakah kau lahir sudah sebesar ini??"

"Perjalananku ke bumi memakan waktu bertahun-tahun, dan ketika aku sampai ke bumi, keadaanku sudah sebesar ini. Aku sendiri tak tahu, berapa usiaku sekarang."

Rupanya Pramuda berusaha untuk tidak menyanggah sedikitpun cerita itu. Ia pernah mendengar cerita para dewa, juga pernah membacanya dari kumpulan dongeng dari Yunani dan Mesir tentang kehidupan para dewa. Pengetahuan itulah yang dipakai oleh Pramuda sehingga tidak menimbulkan sanggahan atau celaan terhadap apa yang diceritakan oleh Kumala Dewi.

"Tugasku di bumi adalah untuk menemukan cinta sejati. Jika benar aku terlahir dari rasa cinta antara Dewi Nagadini dan Dewa Permana, bukan berdasarkan nafsu birahi semata, maka aku akan menemukan cinta sejati di bumi. Jika aku sudah menemukan cinta sejati dari seorang lelaki yang menjadi suamiku, dan aku sudah menikah, lalu mulai hamil, maka saat itulah kami akan di angkat oleh para dewa dan hidup di Kahyangan. Hak ke dewianku bisa ku peroleh, dan aku di akui sebagai anak dari Dewi Nagadini dan Dewa Permana."

"Lalu suamimu?"

"Sebagai suami yang mempunyai cinta sejati, ia pasti ikut ke kahyangan dan menjadi duta dewa."

Pramuda mulai berandai-andai, jika ia menjadi suami Kumala Dewi, lalu apa jadinya nanti? Bagaimana nasibnya nanti sebagai suami sang putri bidadari? Tetapi separuh hati Pramuda tidak langsung mempercayai semua penuturan dari Kumala Dewi.

Namun hal itu tidak di tampakkan dalam expresi wajah dan sikapnya. Bahkan ketika Kumala menanyakan apakah Pram percaya dengan ceritanya, Pram hanya tertawa, sepertinya bingung untuk menjawab.

"Aku percaya." Pada akhirnya ia pun berkata demikian. Tapi Kumala Dewi tau, jawaban itu hanya untuk menyenangkan hatinya.

"Aku tak merasa heran kalau kau tak percaya. Tapi ku minta kau tidak bicara kepada siapapun tentang apa yang telah ku katakan tadi."

"Sungguh, aku percaya kalau kau seorang bidadari yang di buang dari kahyangan."

"Aku mengetahui hatimu, Pram. Kau tak perlu membohongiku."

Pramuda akhirnya nyengir dan sulit mengeluarkan kata-kata yang meyakinkan jawabannya. Pram sengaja menghadapkan wajahnya ke depan, seakan sedang memandang langit, supaya ia dapat terhindar dari tatapan mata Kumala Dewi yang merisaukan hatinya itu.

"Tentu saja sangat sulit mempercayai pengakuannya itu," ujar hati Pramuda.

"Aku malah jadi berkesimpulan bahwa Kumala punya penyakit kejiwaan yang sama sekali tidak mudah di ketahui orang. Mungkin ia terlalu terobsesi dengan dongeng tentang dewa-dewi, sehingga jalan pikirannya sudah tidak normal lagi. Tetapi tentang kecantikannya, ku akui sebagai kecantikan seorang bidadari. Aroma wangi dari tubuhnya yang sampai sekarang masih menyebar terus itu, kuakui juga sebagai wewangian seorang ratu, mungkin juga wewangian seorang bidadari. Hanya saja..."

Kata-kata dalam hati itu berhenti, karena tiba-tiba Pramuda mendengar suara aneh di jok belakang mobilnya terasa bergerak-gerak sendiri. Pelan sekali gerakannya, bagai bergetar. Padahal mesin di matikan.

Pram curiga ada orang yang berbuat jahil dengan mobilnya. Ia segera membuka pintu dan melongok keluar, memandang ke belakang. Tapi tak ada orang yang mendekati mobilnya.

"Blaaaam..." pintu di tutup kembali. Kini Pram seperti mendengar seperti suara desis yang aneh. Desis itu bukan hanya satu jenis, namun lebih dari tiga jenis dan seolah-olah bersahutan. Suara desis itu ada di jok belakang.

Pramuda memandang Kumala Dewi, gadis itu diam saja, merebah sambil memandang ke arah langit melalui kaca depan. Pramuda penasaran, ingin melihat apa yang mendesis di belakangnya itu. Maka lampu tengah pun segera di nyalakan.

Klik...!!

"Haaaaaah??"

Pramuda berteriak sekeras-kerasnya. Kepalanya membentur kaca depan saat tubuhnya tersentak mundur. Seketika itu juga sekujur tubuhnya merinding, gemetar dan pucat pasi. Ternyata di bagian jok belakang terdapat puluhan ekor ular dengan berbagai warna dan ukuran.

Ular-ular itu menggeliat dan saling berjubal-jubal dengan mengeluarkan desis yang menyeramkan. Pramuda hampir saja jatuh lemas saat melihatnya. Ia menjadi panik dan tak bisa membuka pintu mobil untuk lari keluar.

"Kumala!! Kumala! Ular!! Ular!!" Pramuda hanya bias berteriak-teriak begitu dengan keringat dingin yang mengucur dari tiap pori-pori tubuhnya.

Klik..!!

kumala memadamkan lampu tengah. Tetapi suara desis ular-ular itu masih terdengar. Gerakan binatang melata itu masih menggetarkan mobil. Bahkan ada seekor yang menjalar kesandaran jok yang di jauhi oleh Pramuda itu. Ular yang merayap ke jok sopir, besarnya sekitar satu betis dan kepalanya merah kehitaman. Lidahnya terjulur-julur dengan dua matanya memantulkan sinar dari cahaya rembulan.

"Ku... kumala to...tol tolong kenapa bisa ad ada ular...???"

"Karena akulah Dewi Ular." Jawab Kumala dengan tenang.

"Tapi sebagai manusia namaku adalah Kumala Dewi, bukan Dewi Ular lagi."

"Tap... tap tapi aku aku takut takuut."

Kumala Dewi tertawa tanpa suara, mirip orang mendengus beberapa saat. "Pejamkan matamu!"

Pramuda pun memejamkan matanya.

"Duduklah, buka matamu! Tak ada apa-apa di dalam mobil ini selain kita berdua, Pramuda!!"

Keringat dingin dengan cepat membasahi pakaian Pramuda. Jantungnya masih berdetak-detak cepat dan menyentak kuat-kuat. Sekalipun lampu tengah sudah di nyalakan oleh Kumala Dewi, dan dijok belakang tak ada ular seekorpun, tapi Pramuda masih belum bisa bicara. Ia mengalami syok, dan berhasil keluar dari mobil, kemudian duduk di tanah sambil terengah-engah.

****

1. Roh Pemburu Cinta✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang