"Jadi, kaulah Pain itu... Nagato." Jiraiya mengatakan itu dengan mata yang menatap tajam kearah Pain. "Sepertinya kau telah menyimpang dari jalan yang seharusnya, apa yang terjadi?"
"Kau tidak perlu tahu, sekarang ini kau adalah penyusup." Jawab Pain itu dengan tenang.
"Kau sudah banyak berubah, Nagato." Suara Jiraiya menunjukkan perasaan kesalnya.
Pain tidak menjawab dan menyatukan telapak tangannya, "Kuchiyose no Justsu." segel Kuchiyose terbentuk di dinding belakang Pain. Seekor Krustasea Raksasa keluar dari segel dan menggunakan teknik elemen air : Gelombang Gelembung Liar untuk membersihkan minyak Jiraiya dari Konan.
Jiraiya melepaskan teknik Surai singa liar yang sebelumnya dia gunakan untuk menahan Konan dan kemudian melompat kedinding untuk menghindari serangan.
"Busa! Dia memanglah muridku karena dapat mengetahui kelemahanku! Dia berniat menyapu bersih semua minyak dengan ini." Gumam Jiraiya menganalisis.
"Konan, mundur." Ucap Nagato melalui Pain Chikushōdō (Jalur Hewan).
Tanpa basa-basi, Konan langsung pergi dari sana. Sementara itu, Chikushōdō mengangkat lebar kedua tangannya. Mengendalikan Krustasea raksasa tadi sehingga menyerang Jiraiya lagi.
"Ranjishigami no Jutsu!" Jiraiya melakukan segel tangan, rambutnya memanjang dan ujungnya semakin lancip. Rambut itu kemudian mengikat Krustasea raksasa dan menghilangkannya.
Sembari memanfaatkan asap yang muncul, Jiraiya menggunakan teknik rambut-nya untuk membentuk naga yang sekuat baja dan menyerang Chikushōdō. Namun, rambut itu hanya berakhir digunakan untuk menahan Chikushōdō selama dia menggali informasi.
"Nagato, aku ingin menanyakan beberapa hal padamu. Apa yang terjadi pada Yahiko?" Pertanyaan itu mendapatkan tatapan getir dari Konan.
"Dia sudah tidak ada lagi." Jawab Nagato yang mengendalikan Chikushōdō. "Dia sudah mati sejak lama."
"Nagato kau..." Ingatan Jiraiya kembali kepada waktu Nagato mengatakan keinginannya untuk melindungi Yahiko dan Konan.
Kening Jiraiya mengerut, "Apa yang terjadi padamu? Ini bukan dirimu yang dulu."
"Tidak ada. Hanya perang." Kalimat itu terdengar begitu kosong dan tanpa harapan, seakan-akan dia sudah terbiasa. "Terlalu banyak yang telah mati disini. Rasa sakit telah membuatku tumbuh dewasa."
"Apa maksudmu?" Tanya Jiraiya tidak mengerti.
"Bahkan seorang anak bodoh sekalipun akan tumbuh dewasa ketika dia mempelajari apa itu rasa sakit. Mengenali rasa sakit mampu mengendalikan kata-kata dan pemikiran." Jawab Chikushōdō.
"Tapi menelantarkan kasih sayang dari seorang teman, apakah itu yang dinamakan tumbuh dewasa?" Tanya Jiraiya yang tidak setuju.
"Sensei... kau masih menjadi manusia sekarang. Namun dengan melewati rasa sakit yang tak pernah berakhir ini, aku sudah tumbuh dewasa bahkan melebihi seorang manusia biasa." Chikushōdō menatap datar kearah Jiraiya.
"Apa katamu?"
"Ya, dari manusia menjadi Dewa." Kalimatnya itu membungkam Jiraiya.
"Ketika seseorang menjadi Dewa, kata-kata dan perintahnya adalah mutlak. Sensei, karena kau adalah manusia, kau tidak akan pernah tahu apa yang kukatakan." Lanjut Chikushōdō.
"Apa kau sudah gila?" Tanya Jiraiya setelah mendengar omong kosong dari mantan muridnya.
"Aku bisa melihat apa saja yang tidak bisa kulihat ketika masih menjadi manusia. Dengan menjadi Dewa, aku menyadari bahwa ada hal yang bisa kulakukan tetapi ketika menjadi manusia tak bisa lakukan." Chikushōdō tertawa singkat diakhir, "Singkatnya, inilah perubahan yang melampaui manusia biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reborn as Hyuuga Hinata
FanfictionHidup hanya sekali. Mahiru sudah mendengar kalimat berisi 3 kata itu berulang kali. Tapi dia masih berharap untuk bisa hidup lagi di dunia lain setelah mati, seperti Novel-novel ber-genre transmigrasi yang dia baca. "Aku mati?" Gumaman Lirih itu dia...