Chapter 71 [NSFW]

2.2K 80 4
                                    

"Jawab aku."

Dia pasti menganggap kebungkamanku punya arti lain karena senyum di wajahnya kini menghilang sepenuhnya. Dia meraih kedua pergelangan tanganku dan memegangnya ke atas kepalaku, membuatku tak bisa bergerak. Rasanya seperti hewan yang diburu olehnya. Dia menaklukanku dengan mudah ketika aku memutar tubuh dan menundukkan kepala. Dia berhenti dengan jarak satu lengan, dan aku tahu dia marah. Dia bertanya lirih seperti berbisik,

"Kau tidak penasaran tentangku, dan kau tidak mengaku menyukaiku. Tapi kenapa aku tidak membencimu? Tapi ini membuatku gila. Gila sampai-sampai aku ingin mendengarmu berkata kau menyukaiku tak peduli apa pun yang terjadi."

"...lepaskan aku, ugh."

Aku mengerang ketika memutar lengan di cengkeramannya. Dia tersenyum melihat reaksiku dan berbicara lembut.

"Tanyai aku."

"Apa?"

"Apa yang ada dalam pikiranku."

"..."

"Kau juga takut tentang itu? Rasa bersalahmu tidak membiarkanmu mendengarnya?"

"Hentikan omong kosongmu dan menyingkirlah."

Kali ini, ancamanku tidak berhasil. Sebaliknya, dia malah marah padaku. Suaranya tenang dan rendah, tapi anehnya bagiku terdengar seperti geraman marah.

"Aku tidak bisa mengenyahkanmu dari pikiranku selama aku sadar. Rasanya menyebalkan."

Apa-apaan... Aku tertegun dan tidak bisa berkata-kata. Apa yang dia pikirkan tentangku kalau yang dia lakukan cuma bekerja? Tetapi, seolah memahami pertanyaanku, dia menambahkan penjelasan. Masalahnya adalah suara yang mengalir dari bibir itu menuju telingaku terasa seolah berada tepat di kulitku. Familier, tapi tidak menjijikkan. Aku menggigil.

"Sewaktu aku bekerja sendirian di kantor, suara desahanmu setiap kali tanganku menyentuhmu tidak mau lenyap dari telingaku."

Leherku menciut sebagai respons terhadap sensasi yang menggelitik itu, dan pria itu menggigit ringan telingaku sebelum melepasnya.

"Aku cuma memikirkan betapa halus dan lunaknya bibirmu selama meeting kerja."

Bibirnya mendekat dan menyentuh bibirku. Dia berhenti sebentar, hanya menyentuhnya. Napas hangatnya meresap hingga ke dagingku.

"Ada waktunya ketika aku masturbasi di mobil karena tidak tahan saat ingat sensasi pinggang, pantat, dan kakimu terhadap sentuhanku kapan pun aku mengemudi."

Suara bisikannya lambat dan lembut, dan bahkan ketika aku menyadari tangannya sedang menarik celanaku, aku tidak bisa menghentikannya. Bibirnya yang menyentuh ringan menekan bibirku dengan tekanan pelan. Jelas-jelas dia manusia sepertiku, tapi bibirnya selalu panas membara. Segala hal tentangnya seperti itu. Bahkan tangan yang melepas celanaku dan memegang penisku terlalu panas. Jadi ketika bibir yang turun kw dadaku mengisap kulit disana, rangsangannya terasa sakit meskipun sebenarnya tidak sakit.

"Jangan tinggalkan bekas di tubuhku."

Pria yang mengisap dadaku sepertinya tertawa, lalu menggigit pelan putingku.

"Ah! Jangan menggigit... sial."

Kata-kata pembangkangan diakhiri dengan rintihan umpatan. Dia memegang kejantananku dengan tangannya dan mulai mengelusnya. Dia mulai mengelus dengan sungguh-sungguh, bukan elusan lembut yang memulai percikan api, dan pahaku pun merinding. Aku melontarkan kepalaku ke belakang dan memejamkan mata.

Sebelum aku sadar, dia mengangkat kepala dan aku bisa merasakan tatapannya di wajahku. Aku tahu tidak ada ejekan di sana meskipun aku tidak melihat. Dia bisa saja mengejekku, mengecekku ketika aku tenggelam dalam kenikmatan fisik alih-alih rasa bersalahku, tapi aku tahu begitu saja.

PaybackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang