°15 Indecision

1.4K 135 45
                                    

Suasana ramai di malam yang hangat dari sebuah pertemuan adalah momen pertama setelah perpisahan cukup panjang. Ketiga gadis duduk melingkar, sama-sama melontarkan canda tawa sambil sibuk bermain sebuah kartu remi. Permainan jaman dulu yang masih mereka gemari tiap melakukan quality time, mengingat memang permainan ini sudah mereka mainkan semenjak delapan tahun berturut-turut. Dan akan selalu seru, tidak pernah membosankan.

Rindu saja, pikir mereka. Waktu telah memakan mereka untuk hidup dengan kesibukan menjalankan pekerjaan sehari-hari. Malam ini menjadi waktu yang pas dikala ketiganya sama-sama memiliki kesempatan untuk membangun momen lama yang sudah terkubur.

Wajah saling tatap sama-sama antusias untuk mendapat kemenangan, alih-alih fokus justru mereka tidak bisa menahan tawa tiap kali mereka mengeluarkan kartu yang mereka miliki satu per satu.

"As."

"Dua."

"Tiga!"

"Em--pat!"

Plak!

Kartu menunjukkan angka empat, yang sesuai dengan Shani ucapkan. Namun, justru gadis itu telat menepok kartu, didahului Feni dan Sisca. Permainan kartu tepok nyamuk, meriuhkan suasana rumah Gracia malam ini. Untung saja pemilik rumah satu keluarga sedang melakukan ibadah rutin mereka di gereja pada malam minggu ini.

"Tunggu dulu! Mana bisa gitu, gua baru bilang em kalian udah nepok duluan!"

"No excuses, honey."

Dengan wajah sumringahnya, Sisca membawa spidol permanen hitam untuk siap memberikan hukuman kepada Shani. Note, untuk kesekian kalinya.

"Habisin Sis!"

"Fen lo mau bentuk gimana lagi? Itu wajah dia udah kayak burung gagak asal lo tau."

Dari rentetan permainan, awal sampai detik ini Shani selalu kebagian kalahnya. Gadis itu dari dulu sangat payah perihal bermain kartu. Bahkan Sisca dan Feni pasti sudah paham jika temannya satu itu pasti akan kalah terus menerus, jadi mereka menyiapkan hukuman spesial.

Bentul, dengan menghias wajahnya.

"Wajah nya hahaha."

Wajah Shani sudah seperti tak berbentuk, dari gambaran kumis panjang, sampai titik besar terlihat seperti tahi lalat di area wajahnya. Belum lagi garisan absurd, memanjang sampai pendek ada juga. Sekarang ia sudah terlihat pasrah dengan hukuman selanjutnya.

"Kita blok hitam aja kali ya mata lo, nanti kayak penjahat-penjahat di kartun."

"Gua bunuh ya lo, Sis!"

Hampir kabur, Feni memegangi kedua lengan Shani. Tentu saja Shani tak mau kalah ia memberontak seperti anak kecil yang dihimpit dua orang dewasa, rasa-rasanya seolah dunia tidak pernah berpihak kepadanya ketika melakukan permainan ini.

"Pegangin Fen! Tutup mata gak lo, cepet!"

"FENI! LO MASA TEGA, FEN!"

"Maaf ya Shan kali ini gua milih tega, demi kebahagiaan kemenangan kita."

Sempat memberontak, tapi kekuatan Feni menahan Shani diluar dugaan. Tawa mereka tak bisa berhenti kala Sisca sudah menyentuh wajah Shani dengan paksa.

"HAHAHA! Cepetan Sis!"

"Shan diem bentar dong sayang!"

"GEEEE!! TOLONGIN!"

Orang anaknya ngga ada di rumah, gimana ceritanya bisa nolongin..

Setelah pergelutan panjang akhirnya Sisca berhasil membuat Shani terdiam sambil menibani tubuh gadis itu, lalu mencoret hampir satu lingkaran mata Shani. Benar-benar terlihat seperti pencuri di kartun-kartun.

AMERTA & KAHARSA || greshanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang