17

124 5 7
                                    

Bulan demi bulan, Naruto isi dengan menikmati peran barunya sebagai seorang suami dari ratu Amegakure. Pria itu bersikap layaknya suami siaga. Apalagi kondisi Murasaki yang semakin butuh perhatian. Ratu Ame itu selalu merasakan mual di pagi hari. Mual yang membuatnya tak enak makan dan akhirnya tubuhnya melemah.

Bobot tubuh Murasaki tidak mengalami peningkatan, sementara perutnya semakin membuncit. Beberapa tabib terbaik Ame dikerahkan untuk mengatasi kondisi ratu. Mereka hanya berusaha agar Murasaki tetap makan.

Harus ada suasana yang bisa meningkatkab mood Murasaki untuk makan. Berjalan-jalan di taman misalnya, Naruto memapah istrinya sementara pelayan berbaris di belakang mereka dengan nampan berisikan menu sarapan.

"Bagaimana, Sayang. Apakah masih mual?"

Murasaki menepuk-nepuk dadanys ysng ampeg saat Naruto menanyakan itu. Dia menunjuk bangku dan mereka berjalan ke arah situ. Dan, Naruto pun mendudukan Murasaki di bangku lalu jongkok di depan perut Murasaki untuk mengelusnya.

"Hem... Nak, jangan siksa ibumu, hem?" Naruto mrnempelkan telinganya di perut Murasaki.

Rambutnya yang kaku membuat Murasaki geli. Wanita itu mengelus kepala Naruto sembari tersenyum. "Anata, maafkan aku karena telah membuatmu kerepotan."

"Kerepotan apa? Anakku di dalam sini yang justru merepotkanmu."

Murasaki tertawa mendengarnya." Lima bulan lagi, dia akan lahir. Apakah kau bahagia?"

"Hem.., tentu saja."

"Aku harap... bencana cinta akibat kutukan tidak terjadi pada kita. Aku... aku tidak ingin kehilanganmu. Hiks!" Murasaki menangis tersedu.

Naruto mendongak, lalu menghapus air mata Murasaki dengan jempolnya,"Sebenarnya... aku tidak percaya dengan semua itu... percayalah... aku akan baik-baik saja. Aku akan menanti kelahiran bayiku ini dengan badan yang sehat dan bugar."

"Terima kasih, Anata." Murasaki memeluknya erat. Naruto menenpuk-nepuk punggungnya untuk menenangkan. "Sudahlah... jangan berpikir yang tidak-tidak. Fokus saja pada kesehatanmu, hem..."

"Ah, kau pria ingusan tahu apa?"

Naruto mendengus tak terima."pria ingusan ini adalah calon ayah dari anakmu, tentu saja aku berusaha cari tahu."

Murasaki terkikik. Naruto jadi terkekeh."Kau tertawa sekarang. Mau makan? Sudah tidak mual lagi, kan?"

"Ehm,"

Anggukan Murasaki membuat Naruto duduk di sampingnya lalu menerima mangkok sup dari dayang."Aku suapin."

Murasaki tersenyum. Dia membuka mulutnya dan Naruto menyuapkan sup padanya. Dia berusaha menelan sup walau rasa mual muncul lagi. Akibatnya, dia pun muntah dan Naruto memijat-mijat tengkuknya.

"Bagaimana ini, Anata... aku."

Naruto mengelus punggungnya. "Tidak usah dipaksakan." Naruto meletakkan mangkuk sup itu pada baki yang dipegang pelayan. Dia menarik kepala Murasaki hingga bersandar di dadanya.

"Anata, aku ingin ke rumah kecil di pinggir sungai... aku ingin bernostalgia, mengingat pertemuan kita."

Naruto tersenyum. "Baiklah."

Murasaki melemparkan segepok kertas lipat. Lembaran demi lembaran kertas beterbangsn lalu menyatu menjadi sayap di punggung Murasaki.

"Murasaki... kau..."

"Aku ingin kita terbang sambil berpelukan. Seperti dulu."

Meski sebenarnya kawatir dengsn kondisi Murasaki, Naruto akhirnya mengangguk. Dia memeluk Murasaki. Helaan nafas Murasaki berhembus di telinganya. Dan ketika mereka akhirnya semakin naik ke atas, Naruto bisa melihat bahwa mata Murasaki berbinar indah.

Desire Of KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang