Si Bungsu

1.2K 143 13
                                    

Setelah kemarin melakukan quality time keluarga, kini keluarga besar itu akan melakukan perlombaan untuk merayakan hari kemerdekaan. Tak banyak warga yang di undang karena pada dasarnya mereka hanya mengundang keluarga dan teman dekat saja.

Pukul delapan pagi perlombaan sudah di mulai di awali dengan lomba makan kerupuk, peserta yang ikut ada Chenle dan kedua adiknya lalu ada Nares dan Jendra. Reyhan dan Mahen pun tak mau kalah keduanya tentu tak mau ketinggalan membuat si manis terkesan.

Sedangkan untuk Renjun dan sang istri lebih memilih menyemangati anak mereka di teras rumah, keduanya tak mau mengeluarkan keringat di pagi hari begini dengan ikut serta seperti anak-anak muda itu. Tak berbeda jauh dengan apa yang tengah di lakukan oleh sepasang pak rt dan bu rt yang berada di samping mereka.

Haikal merenggut sebal ketika ia sama sekali tak bisa memakan kerupuk berwarna putih itu, jangankan memakannya menyentuhnya pun ia tak akan pernah sanggup.

Sendari lomba sudah di mulai ia terus melompat setinggi mungkin berharap bisa memakan kerupuk putih itu barang se-gigit saja, tapi hasilnya nihil ia tak bisa menggapai kerupuk yang tergantung jauh di atasnya itu berbeda jauh dengan kakak dan sepupunya yang hampir memakan habis kerupuk berwarna putih itu.

"Curang!!" dengan kesal Haikal menghentakkan kakinya seraya berjalan menjauhi arena lomba kerupuk di adakan.

"Loh kal? Mau kemana?" para dominan yang berada disana kompak menoleh ke arah si manis yang tengah berjalan menghampiri kedua orang tuanya.

"Kenapa hmm? Kok mukanya kusut begitu" kata Haechan seraya berdiri dari duduknya, kemudian pemuda manis itu membawa putra bungsunya ke dalam pelukannya.

"Ekal gak mau ikut lomba!! Yang lain mainnya curang" adu-nya seraya menatap sang mama dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Kita main jujur loh Kal, gak curang sama sekali" kata Chenle yang tak terima di tuduh bermain curang oleh sang adik.

"Curang!! Buktinya kalian bisa makan kerupuk-nya sedangkan Ekal gak bisa!!" Katanya seraya menatap para peserta lomba makan kerupuk dengan tajam.

"Itu mah kamunya aja yang pendek-an Kal" kata Raya seraya menyentil jidat sang adik dengan gemas.

"Udah tau Ekal pendek tapi kenapa kalian gantung kerupuk-nya tinggi banget, Ekal kan gak nyampe" semua yang berada disana sukses di buat gemas dengan tingkah pemuda manis itu.

Pemuda manis berpipi gemil itu memang benar-benar terlihat seperti Haechan versi kecil, caranya merenggut serta mengomel terlihat sama persis seperti sang ibu jadi tak heran jikalau orang-orang mengatakan kalau Renjun hanya mendapatkan hikmahnya saja.

"Jun jangan-jangan Haikal bukan anak lu lagi, karena gak mungkin kalau dia gak mewarisi satupun yang ada di lu" kata Jeno mulai mengkompori.

"Jen kamu tak maukan kalau sandal saya silaturahmi sama muka kamu" kata Renjun sembari menatap pemuda sipit itu dengan tajam.

"Ustadz sepertinya sebelum anda melakukan itu, sandal saya lah yang akan mendarat terlebih dahulu di wajah anda" kata Jaemin sembari menatap sang adik ipar dengan tak kalah tajam.

"Mama boleh gak sih gigit pipi kamu sayang?" kata Haechan seraya menoel-noel pipi bulat sang anak dengan gemas.

"No! Nanti pipi Ekal habis kalau mama gigitin" kata Haikal seraya menangkup kedua pipi bulat-nya, melindunginya dari sang mama yang akan menggigit pipi gemil itu.

"Nda Nares boleh lamar Haikal sekarang gak?" celetuk-an bocah smp itu sukses membuat para orang tua menatapnya dengan tak percaya.

"Heh masih bocah juga pikirannya udah lamar-lamar ae!!" Chenle tentu tak terima jika sang adik bersanding dengan buaya modelan seperti Nares ini.

"Enak aja lu!! Harusnya gue yang lamar Haikal duluan iya kan nda?, Jendra lebih cocok sama Haikal daripada Nares kan?"

"Sekolah dulu yang bener baru ngomongin soal lamaran!! Masih bau minyak telon aja sok-sok-an mau ngelamar anak orang"

~~~~~~~~~~~~~~~~~

Haikal menatap polos Mahen yang tengah membenarkan tali sepatunya yang terlepas, sebenarnya ia merasa tak enak ketika pemuda camar itu membantunya mengikatkan tali sepatutnya seperti ini. Tapu apalah daya Mahen terlalu keras kepala dan ia pun sedang tak ingin berdebat.

"Beres" kata Mahen puas ketika melihat tali sepatu si manis sudah terikat kembali.

"Makasih" kata Haikal seraya tersenyum manis, membuat Mahen yang melihat itu menjadi salah tingkah.

"Gak masalah ayo lanjut jalan lagi" kata Mahen seraya menggandeng tangan si manis dengan mesra, mengabaikan tatapan aneh yang beberapa siswa/siswi layangkan ke arah mereka.

"Haikal!!" keduanya kompak menoleh ke arah Raya yang tengah berlari dengan tergesa ke arah mereka berdua.

"Kenapa kak?" tanya Haikal bingung ketika sang kakak sudah berdiri di hadapan keduanya.

"Habis dari mana? Kakak udah nyariin kamu dari tadi loh" Haikal hanya tersenyum manis ketika melihat raut wajah sang kakak yang terlihat sangat khawatir.

"Haikal habis nyari buku di perpustakaan, maaf gak kasih tau kakak dulu" kata Haikal seraya menunjukkan satu buku yang tadi di pinjam-nya.

"Lain kali kasih tau kakak dulu ya, biar kakak gak nyariin kayaknya tadi" kata Raya sembari mengusap rambut hitam sang adik dengan penuh kasih sayang.

"Gak akan Haikal ulangi lagi, janji!"

"Anak pintar"

TBC

Sorry update nya telat, dan maaf juga kalau ceritanya gak jelas kayak begini soalnya ide ku juga udah mentok banget ini.

kakak ustadz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang