(13). Hari Paling Sedih

41 20 0
                                    

🌻🌻🌻

Jika kau berpikir dunia tidak adil, mungkin benar. Itulah sebabnya Tuhan menciptakan akhirat.

-Krisan Putih-

¤¤¤

Handaru adalah teman Jenaka selain Kakaknya dan Jidan. Sejak terakhir kali melihat Handaru sedang menangis, sejak itulah Jenaka sering datang, sekedar jalan-jalan sore di pinggiran Sungai Han, setidaknya saat weekend tiba, karena kalau hari biasa tentu ia sedang sibuk-sibuknya mengurus toko bunganya.

Pikirnya, barangkali Handaru butuh teman untuk bercerita, mengingat tangis yang ia lihat pertama kali terdengar sangat pilu.

"Bang, semalam hampir-hampir saja aku menyusul Abang", ucap Handaru sambil terkekeh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang, semalam hampir-hampir saja aku menyusul Abang", ucap Handaru sambil terkekeh.

Dimana lagi dia, kalau bukan diatas pusara yang sudah ia ganti bunganya.

Dulu, Handaru pernah bertanya kenapa Manggala menyukai bunga anyelir merah muda. Katanya, selain cantik, anyelir merah muda itu melambangkan rasa terima kasih yang tulus, juga sebagai rasa cinta dan rasa syukur.

"Bang, terima kasih ya, untuk waktu yang kemarin-kemarin. Aku bersyukur karena lahir dari rahim yang sama dengan Abang. Selama belasan tahun ini, Abang selalu menjadi orang yang penuh dengan cinta, dan jadi orang yang selalu mengajariku rasa syukur."

Handaru tersenyum, meski matanya menangis. Ia mengunjungi Manggala dalam keadaan paling rapuh, sebab dirumahnya, ia tidak punya sandaran. Justru rumahnya adalah tempat paling menakutkan baginya saat ini.

"Bang, kayaknya nanti Han bakalan sering kesini. Entah, mungkin nanti akan terasa lebih berat dari ini Bang. Pasti berat kan jadi Abang selama ini, semuanya selalu Abang simpan sendiri, dan aku gapernah jadi adik yang berguna buat Abang, bahkan sampai Abang udah ga ada."

Handaru menangis sambil menatap luka di pergelangan tangannya, sisa semalam.

"Bang, kalau suatu saat aku benar-benar menyerah gimana Bang ?"

Handaru menyandarkan kepalanya diatas pusara, ia seolah sedang memeluk saudaranya.

"Dek, sampai kapanpun kamu gaboleh nyerah ya. Abang tau kamu kuat.", ia peluk adiknya erat sembari mengelus punggungnya yang terasa begitu rapuh.

"Kalau kamu capek, kamu kesini aja. Kita bagi sakitnya sama-sama ya. Abang ga kemana-mana, selalu disini".

Terakhir, ia usap kepala Handaru dengan lembut.

"ABANG !!!", Handaru melihat sekelilingnya mencari sosok Abangnya, namun nihil, ia sendirian disana.

Napasnya tak beraturan, tampak keringat memenuhi dahinya. Ia kemudian merenung, mencoba mencerna apa yang terjadi barusan.

KRISAN PUTIH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang