10. Gadis Pemeran Novel

2.3K 186 0
                                    

Pagi-pagi sekali Aletta telah bangun.
Aletta pergi ke balkon untuk menikmati sejuknya udara pagi.

[ Nini mulai sekarang pantau terus seluruh rumah ini beserta penghuninya ]

[ Kenapa host ingin memantaunya?! ]

[ Aku yakin cepat atau lambat Larisa akan melakukan sesuatu padaku, akan lebih baik jika aku bisa segera mengetahuinya ]

[ Wanita itu memang sangat jahat, baiklah Nini akan terus memantau rumah ini ]

'Akan lebih bagus lagi jika aku bisa memasang cctv di rumah ini' batin Aletta.

Selama Aletta berada di balkon, beberapa kali Aletta disapa oleh para pekerja di rumah ini.
Dengan senang hati ia membalas sapaan mereka dan sesekali mengajak mereka mengobrol.

Aletta sangat berharap momen damai ini tidak akan segera dirusak oleh Larisa.

* * *
Setelah mandi Aletta turun dan menyapa keluarganya yang sudah berkumpul di meja makan.

"Kenapa kamu sudah bangun sayang, ibu baru saja melarang orang-orang untuk membangunkan mu"

"Apa tidur mu tidak nyenyak?!" tanya ayah dengan khawatir.

"Apa kamu tidak menyukai kamarnya?!" sahut Larisa.

Mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari keluarganya, Aletta tersenyum dan dengan tenang menjawab pertanyaan mereka.

"Tenanglah kalian semua, aku hanya terbiasa bangun pagi dan aku tidur sangat nyenyak semalam"

"Aku juga sangat menyukai kamarku, siapa yang mengaturnya?!"

Ayah dan ibu Aletta terlihat lega mendengar jawaban Aletta, tapi Larisa terlihat kaget dan sekilas wajahnya terlihat buruk.

"Kakakmu secara pribadi yang mengatur kamarmu, apa kamu benar-benar menyukainya?!" tanya ayah sedikit tak yakin.

Aletta masih belum tau apa yang salah dengan kamar itu.
Kamar itu hanya didesain dengan simpel dan elegan, benar-benar sesuai dengan seleranya.

Diam-diam Aletta berkomunikasi dengan Nini untuk mencaritahu apa yang salah dengan kamarnya.

"Benarkah?!"

"Aku tak menyangka kakak begitu memperhatikan aku, terimakasih kakak"

Mendengar ucapan Aletta Larisa menjadi sangat marah, tapi ia bisa dengan sempurna menutupi kemarahannya.
Bagaimana Larisa tidak marah, sudah bertahun-tahun ia mencoba mengadu domba antara orangtuanya dan adiknya itu tapi semuanya gagal.

"Syukurlah jika kamu menyukainya, sebelumnya kakak sangat cemas kamu tidak menyukainya"

"Mana mungkin aku tidak menyukainya, bukankah kakak menyiapkannya dengan sepenuh hati sambil memikirkan aku"

"Benar, kakak terus memikirkan kamu saat mendesain kamarmu , tapi kamu tidak berbohong hanya untuk menyenangkan kakak bukan?!"

"Kenapa kakak berpikir aku berbohong?!"

"Tidak, kakak hanya khawatir saja"

"Sudah-sudah mari kita mulai makan"

Obrolan harmonis antara kakak beradik itu harus berhenti karena disela oleh ayahnya.
Dan merekapun dengan damai mulai makan sarapannya.

Yang tidak mereka sadari wajah Larisa kini terlihat sangat buruk.
Hingga Larisa tak lagi bernafsu untuk makan.

'Kenapa aku selalu gagal membuatnya dibenci oleh mereka?!' batin Larisa.

Karena tak tahan lagi duduk berdampingan dengan adiknya Larisa memutuskan untuk pergi.

"Ayah, aku berangkat kerja dulu"

"Kenapa buru-buru, kamu baru makan sedikit lho" ucap ibunya.

"Aku lupa ada kerjaan yang harus aku selesaikan pagi ini"

"Baiklah kalau begitu, hati-hati dijalan"

"Iya yah"
.
.
.
Terimakasih sudah membaca..😊

Si Batu Loncatan Dan SistemnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang