21

1 0 0
                                    

Kemarin aku pergi ke tempat yang indah bersama ayah. Aku memeluk erat ayah agar tidak jatuh. melihat semua pohon yang kami lewati bergoyang mengikuti arah angin. dedaunan berjatuhan di tanah, ranting patah yang masih sangkut diatas pepohonan. udara dingin yang menembus jaket ku dan kaca spion yang menatapku agar ayah tetap bisa melihat ku di belakang. memastikan aku memeluk erat pinggangnya.  "kita sampai" Ayah menggendong aku dan menunjuk ke arah danau hijau itu. Aku melihat air luas yang tenang itu, melihat bukit hijau nan tinggi. Aku tida bisa berhenti tersenyum.

Itu bukan kemarin, itu 15 tahun yang lalu.

Itu aku saat tak mengenal kesedihan. Aku yang malang. 

Mataku tak mau tertutup. Aku menatap dinding putih kamarku. pikiran ku terbang jauh membawa diriku kembali ke momen dimana aku adalah aku yang kecil. aku yang tidak tahu apa itu kesedihan. kesedihan yang berbeda kesedihan yang amat menyiksa. Aku yang menyedihkan.

Kapan terakhir kali aku melihat orang-orang dengan senyum tulus? tanpa berpikir bahwa "apakah mereka benar-benar tersenyum padaku?" Aku tumbuh menjadi pemurung. Aku yang murung.

Apakah mataku sudah tertutup? sudah. aku menutup mataku tapi tak bisa menutup pikiran ku yang terus saja membawa ku pergi jauh. Kekecewaan akan harapan yang tidak terjadi. Aku yang kecewa.

Lihat lah diriku yang pemalu ini. lebih tepatnya tidak percaya diri. aku menahan diri untuk mengatakan apapun dan berekspresi sesuai perasaanku. aku menahan  semuanya.  aku yang tidak bisa percaya apapun termasuk diriku sendiri.  Aku yang takut.

Aku yang malang, aku yang menyedihkan, aku yang murung, aku yang kecewa, aku yang takut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku yang hilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang