03. Kematian

19 4 0
                                    

Peran ku adalah bukan siapa siapa, seorang NPC (tokoh sampingan).

Tetapi sejak aku menginjakan kaki didunia ini, aku mendapat kesadaran kalau dunia ini adalah sebuah permainan yang pernah kumainkan.

Para Pahlawan Cahaya

Sebuah game RPG berlatarkan sebuah kerajaan, dengan tujuan mencegah kebangkitan Raja Iblis. Aku sangat menyukai permainan ini, dan terus memainkannya tanpa henti, hingga mengetahui setiap jalan cerita, item dan karakter. Aku telah menamatkan permainan ini dengan sempurna.

Di kehidupan baru ini aku memanfaatkan semua pengetahuanku. Menemukan banyak item set, artefak langka, mendapatkan koneksi, dan menyelesaikan event-event permainan bersama pahlawan yang sebenarnya dan para karakter lain. Dengan begitu, aku berhasil menjadi seseorang yang kaya raya dan dapat memiliki semua di dunia ini.

Hingga aku saat ini menyadari bahwa...

"Aku adalah parasit pahlawan."

Aku menemukan artefak yang harusnya pahlawan temukan, berhubungan dengan orang-orang penting yang harusnya pahlawan lakukan, dan menyelesaikan kejadian yang harusnya pahlawan selesaikan sendiri.

"Karena aku.... pahlawan.... raja iblis...."

Jelegar

Sebuah ledakan membangunkanku, raungan orc menggema, para monster mulai menghancurkan wilayah kumuh.

"Cepat angkat tubuhmu, kita akan pergi!"

Pahlawan terhuyung mencoba berdiri

Aku memperhatikan sekitar, mencari jalan untuk melarikan diri.

Sial! aku hanya punya satu jubah, aku tidak bisa membawanya terbang

Disaat aku masih mencari jalan keluar, Pahlawan berteriak di belakangku "Oh!"

Aku berbalik melihat pahlawan yang tengah menatap langit. Dia berkata, "Lihat Aries, bintang jatuh!"

"Apa yang kau bicarakan dasar pemabu--"

Aku terdiam, tak melanjutkan perkataanku saat menyaksikan ribuan meteorit bertebangan diatas langit-langit

Bola Api! 

Terlebih lagi pada tingkatan ini, bisa dipastikan bahwa salah satu Jendral Raja Iblis, 'Penyihir Kematian' sudah bergabung untuk meratakan kerajaan.

"Indah sekali!" Pahlawan tersenyum melihat bola api yang semakin membesar mendekat, beberapa puluh bola meteor bersiap untuk berjatuhan kearah kami.

"Pahlawan menunduk!"

"Aku masih mau melihat bintang jat--"

"DIAM DAN LAKUKANLAH!"

Aku memaksanya menundukkan, menekan kepalanya kebawah tanah. Bola api sudah berada diatas kami berdua.

Aku berdiri, mengarahkan tongkat sihirku kearah pahlawan yang sudah terduduk.

[Perisai Sihir]

[Peningkatan Kesehatan]

[Ketahanan Api]

Aura lingkaran biru, hijau, dan merah mengelilingi tubuh Pahlawan. Aku juga melakukan hal yang sama kepada tubuhku.

[Perisai Sihir]

[Peningkatan Kesehatan]

[Ketahanan Api]

Dan bersamaan dengan akhir dari rapalan sihirku, bola-bola api mulai berjatuhan menghujani aku dan pahlawan. Aura sihir dan bola api itu saling bertabrakan, beradu kekuatan degan saling menekan satu sama lain.

Meski dengan peningkatan sihir, aku masih dapat merasakan panas yang menusuk.

Gelombang kedua bola api berjatuhan. kekuatannya cukup untuk menekan  aura di tubuhku.

Disaat-saat akhir aku melihat aura-aura di sekelilingku retak dan perlahan pecah. Aku menyadari bahwa sihir pertahananku tidak dapat menyelamatkanku.

Suara ledakan menggelegar, aku merasakan diriku terpelanting sebelum akhirnya semua menjadi sunyi. Aku tidak dapat mendengar dan melihat apapun lagi.

Aku mati.

Itu lah yang aku rasakan sebelum menyadari sebuah aura yang menyelimuti tubuhku. Aku mencoba bergerak tetapi aku tak masih dapat melihat dan mendengar apa-apa. Asap hitam menutupi pengelihatanku.

Tubuhku gemetar, aku merasakan rasa sakit menusuk, sebagian tubuhku sepertinya terbakar.

Asap hitam disekitarku perlahan menghilang. aku memperhatikan kanan dan kiri, tidak mengenali dimana lagi aku berada. Di tempatku berdiri saat ini bukan lagi di perumahan kumuh....

Tetapi neraka.

Kerajaan telah menyatu dengan tanah dan api. sebagian telah rata dengan tanah, sebagian lain tenggelam didalam api dan lava.

Tanah yang kuinjak saat ini berwarna merah padam.

Akupun menyadari darah menetes dari telingaku, tangan kananku terbakar cukup dalam, juga sebagian rambut dan wajahku sepertinya hancur. 

"Ini sangat menyakitkan"

Aku berbicara, tetapi hanya dengungan yang kudengar. Aku menyadari darah  yang keluar dari daun telingaku, sepertinya gendang telingaku pecah.

Situasi ini cukup untuk membuatku ketakutan, tangan kanan ku tidak dapat berhenti gemetar. Namun perhatianku langsung tertuju pada cahaya hitam di jari tengah tangan kiriku.

Cahaya berwarna hitam tersebut mulai memudar bersamaan dengan aura gelap disekitar tubuhku, kemudian cahaya itu menghilang, gelabnya warna cincin berubah menjadi pucat sebelum menimbulkan keretakan dan menghancurkannya.

{Cincin Kematian} melindungiku sampai hancur.

Debu cincin tersebut berjatuhan dari sela-sela jariku kebawah, dan ditempat aku berpijak. Saat itu aku menyadari keberadaan tubuh pahlawan yang sudah terkubur hampir sepenuhnya.

"Pahlawan!" Aku meneriakkan suatu yang tak bisa kudengar.

Aku menggali, menyingkirkan beberapa reruntuhan bangunan dengan tangan kosong hingga aku menemukan tangan pahlawan yang terbakar parah.

Aku menggenggam tangan, mencoba mencari detak nadinya, yang tidak lagi dapat dirasakan beberapa kali-pun aku mencoba.

Pahlawan yang sebenarnya telah mati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I AM NOT A HEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang