Aku nulis ini secara sat set byar byur karena hal di bawah ini
Betul, aku bernazar nulis oneshot Heenoo kalau Heenoo selca dalam sebulan,
TAPI BELUM 2 HARI UDAH ADA AJA SELCA, KALIAN SUKA YA KALAU AKU PUSING WAHAI HEENOO?
***
Hidup berjalan dengan sangat cepat tanpa disadari, sudah sepuluh tahun sejak hari itu, hari dimana ia meninggalkan negara kelahirannya dan pergi ikut bersama orang tuanya karena ayahnya diutus untuk mengurus bisnis perusahaan di cabang lain.
"두고 온 물건이 없지요?" (Tidak ada yang tertinggal, kan?)Sunoo menatap ayahnya yang sudah siap dengan barang bawaannya, "Sudah semua, yah. Yang nggak begitu perlu nanti kata bunda dikirim sama temannya bunda."
Hari ini akhirnya Sunoo akan kembali lagi ke negara dan kota kelahirannya, ia sangat menunggu hari ini, bukan berarti ia tidak suka berada di Seoul, ia suka berada di sini tetapi tetap saja rasanya seperti ada yang kurang.
.
.
.
"Ladies and gentlemen, as we start our descent, please make sure your seat backs and tray tables are in their full upright position. Also, make sure your seat belt is securely fastened and all carry-on luggage is stowed underneath the seat in front of you or in the overhead bins. Thank you."
Sunoo tersenyum melihat pemandangan dari kaca jendela pesawat, sembari mendengar announcement dari pramugari, ia dapat melihat gedung bandara dari sini, akhirnya sebentar lagi ia bisa menghirup udara kota kelahirannya.
"On behalf of SPicyz and the entire crew, I'd like to thank you for joining us on this trip. We are looking forward to seeing you on board again in the near future. Have a nice day!"
Pesawat telah mendarat dengan sempurna, Sunoo dan keluarganya memutuskan untuk duduk lebih lama sembari menunggu antrian untuk turun dari pesawat berkurang, mereka tidak ingin lelah-lelah mengantri, semuanya pasti akan turun kecuali pilotnya ingin memberikan penerbangan gratis untuk mereka kembali ke Seoul.
.
.
.
"Ada paket baru buat diantar nggak?"
"Heeseung lu tadi dicari boss, katanya lu manusia apa robot dikasih jatah cuti kagak dipake," ujar seseorang sambil tertawa.
Yang diomongin ikut tertawa, ia baru saja tiba setelah seharian berkeliling mengantar paket, "Libur harian aja udah cukup gue, kecuali ada hal mendesak baru gue pake, kalau kagak ada ya ngapain."
Heeseung berjalan memasuki kantornya menuju sudut ruangan yang memang tempat ia beristirahat karena pendingin ruangan mengarah ke arah sana. Heeseung sendiri sudah lima tahun bekerja sebagai kurir, walaupun gaji umr itu sudah cukup untuk menghidupi hidupnya sendiri.
Selama bekerja pun Heeseung tidak pernah berbuat macam-macam, makanya tidak heran ia menjadi karyawan kesayangan boss-nya dan sempat diajak berlibur bersama keluar kota. Heeseung sendiri tidak mau besar kepala apalagi sombong, karena ia tau mencari kerja apalagi dengan lingkungan, boss, dan juga teman kerja yang menyenangkan itu sangat susah.
"Nah ternyata di sini, dicariin kemana-mana nggak ketemu. Habis darimana, Seung?" akhirnya suara orang yang sedang dibicarakan terdengar.
"Biasalah boss, habis antar barang," jawab Heeseung santai, boss-nya sendiri pun adalah orang yang santai dan tentunya ramah, makanya ia berani untuk mengobrol dengan santai.
Teman-teman Heeseung sudah senyum-senyum menyaksikan boss mereka, yaitu Jungkook, yang melangkah mendekati Heeseung. Heeseung yang sedang memejamkan mata sembari ngadem tidak menyadari keberadaan Jungkook yang berdiri tepat di sampingnya.
"Nih, buat lu," kata Jungkook sembari memberikan sebuah kunci kepada Heeseung. Heeseung membuka mata terkejut mendengar suara boss-nya. Tidak cukup terkejut karena suara Jungkook yang tiba-tiba berada di sampingnya, ia semakin terkejut saat melihat Jungkook memberinya sebuah kunci motor.
"Apa nih?" kata Heeseung, tangannya mengambil kunci motor yang tergantung di depannya. Ia membenarkan duduknya sembari menagih sebuah penjelasan.
"Karena lu udah kerja sama gue sampe lima tahun, nggak pernah macam-macam, itu tanda terima kasih gue," yang lain tiba-tiba bertepuk tangan saat Jungkook menyelesaikan kalimatnya.
Heeseung tentu saja terkejut, "Nggak berlebihan ini, bang?" Jungkook memang menyuruhnya untuk berbicara santai salah satunya untuk mengambil Jungkook dengan sebutan 'bang'.
"Justru ini kurang, lu udah kerja lima tahun buat gue harusnya gue kasih mobil," candanya.
Bangkit dari duduknya, Heeseung memeluk boss-nya itu dan tidak henti mengucapkan terima kasih.
.
.
.
Akhirnya setelah perjalanan panjang Sunoo bisa merebahkan tubuhnya pada kasur. Karena pindah ke Seoul untuk waktu yang tidak tahu sampai kapan, jadi rumah lamanya langsung dijual begitu saja dan rumah sekarang yang akan ia tinggal adalah rumah baru yang baru saja ayahnya beli seminggu yang lalu, letaknya tidak jauh dari rumah lamanya.
Perjalanan dari Seoul membutuhkan waktu 7 jam, ia mulai berangkat tadi sore sehingga ia sampai di rumah saat malam hari dan semua badannya cukup pegal. Setelah bersih-bersih berupa mandi dan mengganti baju, ia memutuskan untuk langsung tidur karena sudah cukup kenyang ia memakan makanan pesawat tadi.
Begitu turun dari pesawat tadi, Sunoo tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, bahkan ia tidak sadar memeluk lengan ayahnya cukup kuat. Ayah Sunoo tersenyum melihat betapa bahagia anaknya, ia menjadi merasa bersalah harus memisahkan anaknya dengan kota kelahirannya, terutama harus memisahkan Sunoo dengan semangat hidupnya dulu.
Bukan tanpa alasan ayah Sunoo pindah kerja, selain disarankan oleh perusahaannya. Justru ayah Sunoo bisa menolak jika harus pindah ke Seoul, tapi hatinya benci ketika melihat anaknya begitu akrab dengan tukang kebun rumahnya, sangat tidak pantas menurutnya. Tapi ia baru sadar jika ia tidak seharusnya melakukan itu, perbedaan kasta tentunya tidak bisa dijadikan alasan, harusnya ia tahu asalkan anaknya dapat bahagia.
Saat baru pindah ke Seoul beberapa tahun yang lalu, cukup memakan beberapa tahun hingga Sunoo mau beradaptasi dengan dunia barunya, cukup selama tiga tahun Sunoo menjadi anak yang tertutup, padahal sebelumnya Sunoo adalah anak yang ceria. Untungnya sekarang Sunoo sudah kembali menjadi Sunoo yang dulu.
Pagi tiba setelah tidur yang lelap, Sunoo berada di halaman rumahnya setelah mandi dan sarapan. Rumahnya di kelilingi oleh pepohonan dan tumbuhan sehingga udara di sekitar rumahnya tampak sangat asri, pagi ini sangat cerah secerah senyumannya.
"Pagi, den," sapa tukang kebun pada Sunoo. Tentu saja tukang kebun ini adalah tukang kebun baru, kabarnya tukang kebun rumahnya dulu telah meninggal dunia, tentu kabar itu membuat Sunoo sedih sekaligus khawatir pada orang dari masa lalunya.
"Pagi, mang," Sunoo duduk dengan nyaman sembari matanya yang terus melihat ke arah jalanan, sangat kebetulan rumahnya menghadap ke arah jalan raya.
"Nungguin orang ya, den?" tukang kebunnya bertanya sembari menyirami tumbuhan hijau di perkarangan rumahnya.
Sunoo ternyata tidak sengaja masuk ke dalam lamunan, untungnya suara tukang kebun yang ia panggil 'mang' menyadarkannya, "Hah? Nggak kok mang, hehe, nggak lagi nungguin siapa-siapa."
Bohong, nyatanya ia memang sedang menunggu seseorang, tetapi ia tentu sudah memperkirakan bahwa yang ia lakukan hanya sia-sia, sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar. Mungkin saja orang yang ia tunggu sudah lama tidak lewat jalan ini? Atau bahkan orang yang ia tunggu tidak akan lewat jalan ini lagi.
.
.
.
Sudah seminggu Sunoo berdiam di teras rumahnya, menunggu apa juga ia tidak yakin. Ia sudah lulus dari dunia perkuliahan, ia ingin mencari pekerjaan tetapi ayahnya bilang ia tidak usah mencari pekerjaan dan jika sudah siap ia bisa bekerja menjadi penerus di perusahaan ayahnya.
Sunoo yang tidak suka ribet hanya mengiyakan dan sekarang statusnya adalah pengangguran karena ayahnya bilang hanya jika ia siap, dan menurutnya sekarang ia ingin bersenang-senang dulu sebelum kembali pusing dengan dunia perkantoran.
"Permisi, apa benar dengan kediaman Pak Yeonjun?" tiba-tiba saja Sunoo dikagetkan dengan sebuah suara. Sunoo berdiri dari duduknya dan tersenyum bertanya, "Iya, benar. Ada apa ya?" tanyanya.
Sunoo melihat seseorang dengan seragam yang ia tidak tahu seragam apa, dan beberapa banyak barang di belakangnya yang diangkut oleh beberapa orang, ia duga ini adalah barang ia dan keluarganya dari Seoul yang dikirimkan oleh teman bundanya.
Tapi sebentar, wajah orang yang sedang berbicara dengannya ini tidak asing, untuk beberapa waktu ia terdiam, orang di hadapannya pun ikut terdiam. Seperti waktu telah terhenti Sunoo menatap mata orang di depannya dalam diam.
Deg.
Jantungnya seakan berhenti untuk beberapa detik, apa benar orang di hadapannya sekarang adalah orang yang ia tunggu-tunggu? Orang yang ia rindukan?
"Seung, cepat ini berat," suara dari belakang orang di depannya mengalihkan fokus mereka.
"O-oh, i-iya," orang yang dipanggil 'Seung' memberikan jalan pada beberapa orang yang datang mengangkat barang, "I-ini, Ini a-anu ... ada kiriman barang dari Seoul atas nama Huh Yunjin untuk Pak Yeonjun, mohon tanda tangan di sini sebagai tanda penerima," kurir tersebut memberikan selembar kertas dan satu buah pulpen kepada Sunoo dengan tangan bergetar.
Sunoo merasakan tenggorokannya sangat susah untuk sekedar menelan dahaga, tangannya mengambil secarik kertas dan pulpen yang diberikan lalu segera menandatangani sebagai bukti ia telah menerima barangnya.
Setelah semua barang selesai diangkat, para kurir berangsur pergi kecuali kurir yang tadi mengajak Sunoo berbicara. Seperti ada hal yang ingin dibicarakan tetapi entah mengapa begitu sulit, "Ka-kak..." terutama Sunoo, sejak tadi ia sangat kesulitan untuk sekedar mengeluarkan suara.
"Sudah masuk semua barangnya, kalau begitu saya permisi dulu, terima kasih," ucap kurir itu lalu berlalu meninggalkan perkarangan rumah Sunoo.
.
.
.
Makan malam tiba, bahkan saat di meja makan Sunoo masih terdiam. Sejak sore tadi ia sudah begitu, saat orang tuanya bertanya pun ia tidak menjawab, pembantu di rumah juga saat ditanya tidak tahu harus berkata apa karena mereka juga tidak tahu apa yang terjadi kepada Sunoo.
"Oh iya barangnya sudah sampai ya, siapa tadi yang nerima?" tanya bunda Sunoo berusaha mengajak Sunoo untuk mengobrol lagi.
"A-ah, itu ... itu tadi adek yang ngambil, bun," jawab Sunoo seadanya.
Saat dirasa susah untuk mengajak Sunoo mengobrol sekarang, orang tua Sunoo akhirnya menyerah dan membiarkan anak semata wayang mereka dulu, mungkin ia butuh waktu sendiri.
Dan benar, setelah makan malam selesai Sunoo langsung pamit untuk naik ke kamarnya dan mengistirahatkan badan juga pikirannya. Sunoo berbaring di atas kasurnya tetapi pikirannya melayang pada kejadian tadi sore di teras rumahnya.
"Kak Heeseung, udah lama ya..."
.
.
.
"Kerja kerja kerja."
"Oyy, ngelamun mulu lu, kenapa?" tanya Jungkook yang menghamburkan lamunan Heeseung. Heeseung membenarkan posisi duduknya lalu tersenyum kikuk seraya menggelengkan kepalanya.
"Kagak tau tuh boss si Heeseung, waktu pulang habis antar paket besar kemarin udah kayak gitu anaknya," kata salah satu teman kerja Heeseung.
"Habis ketemu cowok manis yang kemarin kali tuh jadi kayak gitu," kata teman Heeseung yang lain yang memang ada di sana saat kejadian.
Ternyata orang yang Sunoo ketemui sore itu adalah Heeseung, keadaan Heeseung sekarang pun kurang lebih sama dengan keadaan Sunoo.
"Caelah, masalah hati toh?" Jungkook menarik kursi ke samping Heeseung lalu duduk di sana, "Sini cerita, kenapa lu? Kenal sama cowok itu? Gimana-gimana, cakep nggak?"
"Beuuh, bukan cakep lagi boss. Cantik, ganteng, imut, lucu, mungil, paket lengkap deh," bukan Heeseung yang menjawab, tetapi temannya.
"Widih, keren juga, dapat dimana cowok kayak gitu?" tanya Jungkook lagi.
Heeseung tidak kunjung menjawab, wajahnya terlihat menyedihkan yang membuat Jungkook dan beberapa temannya yang lain khawatir. Sepertinya pikiran Heeseung sekarang lagi berantakan, "Kok sedih gini sih lu?"
"Kayak nggak tau Heeseung aja boss, dia belum apa-apa udah insecure duluan, apalagi kemarin tuh anak orang kaya. Rumahnya aja tiga tingkat, halamannya luas bet dah," lagi-lagi temannya itu mulutnya tidak bisa diam.
"Lah kemarin udah gue beliin motor tuh, pergi sana ajak jalan," Jungkook menepuk bahu Heeseung, "Akhirnya jatah cuti lu kepake juga," sambung Jungkook lagi.
"Bapaknya kagak suka sama gue," akhirnya Heeseung membuka suara.
"Walah ... berat, boss," ingin rasanya Jungkook menyumpel mulut Yuma, anak buahnya yang dari tadi tidak bisa diam.
.
.
.
Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, sudah lima hari Sunoo berdiam di dalam kamar, ia akan keluar kamar jika ia lapar saja karena semua kebutuhan yang lain sudah ada di dalam kamarnya.
Ia tidak tahu mengapa ia seperti ini, seharusnya ia merasa senang karena bertemu dengan orang yang telah ia tunggu-tunggu kehadirannya, tetapi entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang ia rasakan di dadanya.
"Dek, ini bunda ada es krim, kamu nggak mau?" terdengar suara bundanya yang memanggilnya dari bawah, ia sebenarnya sangat tidak memiliki semangat untuk bangun, tetapi ia tidak mau jika bundanya berlama-lama sendirian di bawah walaupun ada asisten rumah tangga tetapi ia tahu bundanya merasa kesepian.
"Iya bun, sebentar adek turun," teriaknya membalas panggilan bundanya.
Dengan langkah gontai Sunoo menuruni tangga dan menemui bundanya yang sedang menikmati acara drama korea pada televisi di ruang keluarga, "Sini dong sama bunda, adek kenapa sih beberapa hari ini?" tanya bunda ketika anak semata wayangnya itu datang memeluknya, tetapi yang ditanya hanya membalas dengan gelengan.
"Ya udah kalau gitu ini es krimnya dimakan biar moodnya membaik," Sunoo menerima es krim dari bundanya dan memakannya dengan pelan, matanya menatap ke arah televisi tetapi tatapan matanya terlihat kosong.
.
.
.
Akhirnya setelah seminggu berdiam di dalam kamar, Sunoo kembali pada rutinitasnya sejak pindah ke rumah barunya. Duduk manis di kursi di teras rumah dan mengajak tukang kebun mengobrol. Tukang kebun rumahnya ternyata memiliki selera humor yang sama dengannya, moodnya sedikit demi sedikit kembali.
Di sela tawanya bersama tukang kebun rumahnya, tiba-tiba ia melihat seseorang mengintip dari balik gerbang rumahnya. Sunoo mengusap matanya untuk memastikan bahwa ia tidak salah liat, ternyata ia tidak salah liat, benar ternyata itu orang yang sama dengan orang yang ia tunggu dan orang yang seminggu lalu berbicara dengannya.
Tukang kebun rumahnya yang sadar kemana arah mata Sunoo tertuju tiba-tiba membuka suara, "Orang itu udah lima hari ini datang, den," Sunoo menatap tukang kebunnya, "Saya takutnya itu orang macem-macem, sudah saya tanya ada kepentingan apa tapi nggak mau jawab, saya suruh pergi juga ya pergi tapi besoknya balik lagi. Maaf ya den, saya sudah suruh Pak Seno lihatin orang itu, takutnya berbuat hal yang membahayakan."
Sunoo menggelengkan kepalanya, "Nggak papa, mang, dia bukan orang jahat kok," entah fakta darimana Sunoo berkata seperti itu, pasalnya ia sendiri sudah lama tidak bertemu dengan orang tersebut, walaupun dulu ia sangat baik tetapi tidak ada yang tau, semua orang dapat berubah hanya dengan satu malam.
Setelah berpamitan dengan tukang kebun rumahnya Sunoo masuk ke dalam, ia menuju kamarnya, masuk dan kembali keluar dengan setelan baju yang berbeda. Sunoo berjalan ke arah kamar lain dan mengetuk pintu, "Bun, Sunoo izin jalan ya sama teman," kata Sunoo dan langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari bundanya.
Dengan langkah ragu Sunoo melangkah kan kakinya keluar pagar setelah menyapa Pak Seno, satpam rumahnya. Sunoo melihat orang yang seminggu lalu berdiri tepat di hadapannya, dilihatnya lelaki tersebut gelagapan melihat Sunoo yang berjalan ke arahnya.
.
.
.
Sudah empat hari Heeseung bolak-balik ke rumah Sunoo, tapi tidak sekalipun ia melihat laki-laki manis itu. Meskipun sudah diusir berkali-kali ia tetap saja kembali lagi. Ia tidak mengambil cuti, ia kemari setelah mengantarkan semua paketnya.
Ini adalah hari kelima ia datang kembali, setelah paket terakhir ia memutuskan untuk datang kembali seperti biasa, siapa tahu hari ini adalah hari keberuntungannya. Saat tengah asik mengintip, bibirnya yang awalnya merengut berubah menjadi senyuman saat melihat orang yang ia harap dapat ia lihatnya lagi keluar, cukup lama ia memandangi wajah itu, senyuman lelaki kecil yang sudah tidak kecil itu tidak berubah, manis.
Heeseung tersentak saat menyadari kehadirannya tertangkap basah, ia melarikan diri dari sana menuju motornya, ia berusaha mengontrol detak jantungnya. Ia tidak tahu apa ia harus pergi sekarang atau bagaimana, tapi jauh di dalam lubuk hatinya ingin rasanya menemui Sunoo, laki-laki manis yang sudah lama tidak ia ketahui kabarnya.
Belum selesai mengatur jantungnya, ia terkejut saat gerbang rumah Sunoo bergeser terbuka sedikit lebih lebar. Fokus melihat siapa yang akan muncul dari balik pagar itu, jantungnya seakan berhenti berdetak ketika melihat Sunoo keluar dari sana.
.
.
.
Jalanan sore ini sangat ramai mengingat sudah saatnya pulang kerja. Karena jalan-jalan sore ini tanpa direncanakan, dua makhluk adam yang sedang dikuasai oleh keheningan bingung kemana tujuan mereka sekarang terutama laki-laki yang lebih tua karena ia yang memegang kemudi.
"Mau kemana, Sun?" tanya Heeseung akhirnya memecah keheningan.
"Mau jajan nggak?" tanya Sunoo singkat.
Heeseung membawa motornya ke arah angkringan yang biasa ia kunjungi, saat jam segini di sana belum terlalu rame, cocok untuk Sunoo pikirnya.
"Sun, kamu nggak malu jalan sama aku? Masih pake seragam kurir," tanya Heeseung dengan suara pelan yang masih bisa di dengar Sunoo.
Sekarang mereka lagi duduk diangkringan langganan Heeseung, Sunoo terlihat menikmati berbagai macam sate-satean dan juga nasi kucing, sudah lama ia tidak makan ini pikirnya.
"Kenapa harus malu?" kata Sunoo sembari melanjutkan makannya. Lucu, pikir Heeseung.
Heeseung terdiam, entah mengapa ia bertanya seperti itu, mungkin dia hanya banyak pikiran? Kalau sudah seperti ini ia semakin ingin memiliki lelaki manis di hadapannya.
"Kamu sejak kapan pindah ke sini?" tanya Heeseung lagi.
"Udah setengah bulan?" Sunoo mengira-ngira, ia tidak begitu ingat karena ia sendiri tidak menghitungnya.
"Belum lama ya ternyata," Heeseung meneguk kopinya, Sunoo mengangguk.
Entah keberanian darimana tangan Heeseung terangkat untuk mengusak gemas pucuk kepala Sunoo, Sunoo terdiam. Menyadari apa yang ia lakukan, Heeseung meminta maaf tanpa ia sadari bahwa pipi Sunoo mulai memerah.
Sunoo sudah selesai mengisi perutnya, padahal seminggu ini ia tidak nafsu makan, tetapi lihat sekarang, ia bahkan menghabisi lima bungkus nasi kucing dan dua puluh tusuk sate-satean. Sunoo yang tidak menyadari pipinya yang memerah seperti tomat menatap Heeseung, Heeseung menyadari itu terkejut dan hampir menumpahkan kopinya.
"Kamu sakit??" tanya Heeseung panik, "Muka kamu merah. Dingin ya? Kita pulang aja deh ya kalau gitu?" Heeseung baru ingin berdiri, Sunoo memegang tangannya dan menyadarkan Heeseung dari kepanikan.
"Aku nggak papa kok, masa baru sebentar langsung mau pulang?"
Matahari memang sudah tenggelam, tapi mereka baru sebentar di luar, bahkan Sunoo belum banyak bercerita karena sibuk dengan makanannya.
"Ngobrolnya sambil jalan-jalan yuk? Aku penasaran di sana ada apa," kata Sunoo sembari menatap arah yang ia tuju.
Setelah berdebat dan berebut siapa yang akan bayar, akhirnya perdebatan dimenangkan oleh Heeseung yang menawarkan dirinya saja yang bayar. Sunoo tentu saja tidak enak karena ia yang paling banyak makan, "Nggak usah dipikirkan," kalau kata Heeseung.
Mereka berjalan melewati banyak sekali stand booth, mulai dari kuliner, pernak-pernik lucu, juga boneka. Tatapan Heeseung pun tidak lepas dari wajah Sunoo yang sedari tadi tidak hentinya tersenyum.
"Mau gulali?" tanya Heeseung yang melihat Sunoo tengah asik memperhatikan tukang gulali membuat gulali dengan berbagai macam bentuk.
"Boleh?" tanya Sunoo dengan mata berbinar.
Heeseung mencubit pipi Sunoo gemas dan tanpa menjawab mengajak Sunoo datang ke stand gulali, "Mau yang mana?" tanya Heeseung dan Sunoo menunjuk karakter lotso.
Tertawa, Heeseung mengingat dulu saat masih kecil Sunoo sangat membenci lotso, "Kenapa lotso? Bukannya kamu nggak suka ya?"
Sunoo menganggukan kepalanya, "Hum! Aku nggak suka lotso, sekarang aku mau makan dia," katanya gemas, Heeseung semakin tertawa dibuatnya.
Penjual gulali memberikan gulali kepada Sunoo setelah lagi-lagi Heeseung yang membayar, saat ingin mengambil gulalinya dengan kedua tangan, Sunoo tersadar dengan tangan kirinya yang bertautan dengan tangan Heeseung entah sejak kapan.
Dengan tersipu malu Sunoo menatap ke arah Heeseung yang langsung melirik ke arah lain pura-pura tidak tahu, tapi aslinya Heeseung tengah menahan senyuman jail. Sunoo terkikik lalu mengambil gulali tersebut yang sudah terbungkus plastik dengan tangan kanannya.
Mereka berdua akhirnya menyelesaikan perjalanan mereka dengan berpegangan tangan hingga motor. Sunoo tidak ingin pulang tetapi Heeseung terus mengajaknya pulang, "Masih ada hari lain, aku nggak enak sama orang tua kamu belum izin ajak kamu jalan gini," kata Heeseung yang akhirnya mau tak mau Sunoo menurut.
Gulali milik Sunoo diletakkan di depan agar tangan Sunoo tidak pegal memegangnya terus, gitu sih kata Heeseung, aslinya Heeseung maunya Sunoo memeluk pinggangnya erat.
Sampai di depan rumah Sunoo, Heeseung memegangi tangan Sunoo membantunya untuk turun dari motor, "Hati-hati," katanya.
Heeseung ikut turun dari motor lalu memberikan gulali Sunoo pada pemiliknya. Sebelum Sunoo masuk Heeseung berkata bahwa ia ingin ikut masuk dan meminta maaf kepada orang tua Sunoo karena sudah mengajaknya jalan hingga malam, tapi Sunoo menolak. Heeseung tau bahwa Sunoo takut ayahnya mengetahui ini dan tidak mengizinkan ia untuk bertemu dengan Sunoo lagi, tetapi Heeseung mau memberanikan diri untuk meminta izin ingin mendekati Sunoo.
Saat asik berdebat tiba-tiba gerbang rumah Sunoo terbuka dan memperlihatkan ayah Sunoo, Sunoo sudah deg-degan takut melihat ayahnya, tetapi Sunoo justru berdiri di hadapan Heeseung dengan Heeseung di belakangnya.
"A-ayah ... adek yang salah, adek yang ngajak kak Heeseung jal--"
"Saya yang salah om, saya yang ke sini dan Sunoo lihat saya jadinya--"
"Sunoo, masuk," kata Yeonjun dengan nada tidak bersahabat.
"Yah, jangan pisahin adek sama kak Heeseung lagi, ayah, 제발요..." (Aku mohon)
Yeonjun mengkerut kan dahi, ia bingung mengapa anaknya berpikir ia akan memisahkan mereka? Ini sudah malam, wajar ia menyuruh anaknya untuk masuk.
"Yang bilang bakalan misahin kalian siapa? Sunoo anak ayah, masuk, sekarang udah malam, masih ada besok kalau masih mau ngobrol sama Heeseung."
Heesueng dan Sunoo merasa kebingungan dengan sikap Yeonjun, bukan kah Yeonjun akan marah dan kembali memisahkan mereka?
"Maafin ayah, maafin om ya, Seung. Saya tahu saya salah telah memisahkan kalian, saya sadar saat saya melihat senyum anak saya bersama kamu, saya sudah tidak pernah melihat itu selama sepuluh tahun terakhir ... saya sadar bahwa kamu lah yang dapat membuat anak saya bahagia."
Mata bulat Sunoo terlihat ketika mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut ayahnya, "Jadi, ayah restui adek sama kak Heeseung?" tanya Sunoo senang, Heeseung pun tidak kalah senang.
"Belum," kata Yeonjun yang membuat senyum Sunoo luntur seketika. Bisa ia lihat tangan Sunoo di balik tubuhnya yang menggenggam erat tangan Heeseung.
"Belum karena Heeseung belum kerja di perusahaan kita. Kalau kamu bisa mengelola perusahaan saya, Seung, saya izinkan kamu bersama anak saya," kata Yeonjun final.
Sunoo menatap Heeseung lalu tersenyum, Heeseung tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, "Yang benar, om? Saya diizinkan untuk bekerja di perusahaan om?"
"Kenapa nggak? Kamu tidak mau menikah dengan Sunoo? Kalau kalian menikah kan perusahaan itu juga akan menjadi milik kamu."
Heeseung dan Sunoo bahagia bukan main, Sunoo tidak bisa menahan untuk tidak memeluk Heeseung. Yeonjun melihat itu memperingati, belum boleh pelukan karena Yeonjun belum merestui mereka. Sunoo bukannya menurut malah dengan cepat mengecup pipi Heeseung yang membuat Yeonjun maupun Heeseung melotot.
Bahagia, Sunoo meminta waktu sebentar lagi kepada ayahnya agar ia bisa mengobrol bersama Heeseung sebelum berpisah karena Heeseung juga harus segera pulang sebelum kemalaman di jalan.
Kini hanya tersisa mereka berdua, tentunya bersama gulali yang sudah tidak berbentuk karena tergencet oleh tubuh mereka tadi.
"Kayak mimpi ya, Sun?" tanya Heeseung, Sunoo mengangguk.
"Aku seneng deh, aku pikir kamu udah punya yang lain dan bahkan aku mikir kamu udah nikah sama orang lain, aku pikir aku terlambat..." Sunoo memanyunkan bibirnya.
"Gimana caranya aku bisa nikah sama orang lain kalau lupain kamu aja aku nggak bisa?" gombal Heeseung.
Sunoo memeluk tubuh Heeseung erat, "Aku juga nggak bisa lupain kamu."
Di malam yang gelap dengan penerangan minim, mereka berpelukan melepaskan kerinduan yang sudah ditahan selama ini. Hening, hanya suara tertawa yang terdengar sesekali, bahkan mereka tidak ingin melepaskan pelukan mereka sekarang.
Heeseung menangkup pipi Sunoo, mata mereka saling menatap, senyuman terukir jelas di sana. Mata Heeseung menatap dalam mata Sunoo, tatapan mata Heeseung turun dari mata ke hidung, dari hidung turun lagi ... bibir mungil berwarna peach yang ia yakini kenyal karena sempat mendarat di pipinya tadi.
Jarak mereka semakin menipis, tatapan Heeseung tidak lepas dari bibir Sunoo, seakan mengerti Sunoo mulai memejamkan matanya, Heeseung pun juga begitu. Semakin lama jarak mereka semakin dekat, bahkan mereka mulai bisa merasakan nafas satu sama lain sekarang. Semakin dekat, semakin dekat, hingga akhirnya--
BRAKK
Suara pagar yang dipukul terdengar, "HEESEUNG, KAMU APAIN ANAK SAYA?" teriakan Yeonjun terdengar.
Dengan cepat Sunoo mendorong Heeseung menjauh dan Heeseung dengan panik menaiki dan menyalakan motornya. Dengan secepat kilat Heeseung menghilang tenggelam dalam gelapnya malam. Sunoo yang menyadari kejadian barusan yang sangat tiba-tiba lantas hanya bisa tertawa konyol.
-End-
***
Jangan lupa VOTE & COMMENT! 3683 kata nih, puas nggak? 😂🤣
(teer.id/emilya)
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood | Heeseung X Sunoo
FanfictionKetika tidak ada yang bisa menghalangi takdir.