Dera menghela nafas pasrah ketika ijab kabul selesai dilantunkan oleh sosok lelaki yang selama ini mengisi hatinya. Meski hanya sebelah pihak, Andera tidak merasa sakit karena dia tahu bahwa Ramon suaminya, hanya mencintai Talita yang kini sedang menempuh pendidikan S2 di Amerika.
Dan, pernikahan ini terjadi karena desakan kedua orang tua. Kedua orang tua Ramon sangat menyukai Dera, mereka memang ketiga keluarga yang sudah bersahabat baik sejak mereka masing-masing merintis usaha dari kecil. Keluarga Talita, Andera dan Ramon adalah rekan bisnis juga sahabat ketika mereka masih muda.
"Maafkan aku, Ramon!" Ucap Dera, mereka kini berada di kamar pengantin di rumah Ramon. Duduk di ranjang dengan busana pengantin masih melekat di tubuh keduanya.
"Aku yang seharusnya minta maaf, tidak seharusnya aku diam saat mereka memutuskan tanggal pernikahan, saat kedua orang tuamu masih ada!" Ucap Ramon menatap manik mata coklat milik istrinya, Dera merunduk saat mata hazel itu menatapnya. Tembus kedalam hati Dera, ia bahkan merasakan desiran aneh yang selalu muncul jika berhadapan dengan Ramon.
"Saat Talita kembali ke Indonesia, aku akan menjelaskannya, bahwa ini hanya pernikahan sementara!" Ucap Dera kelu, meski hatinya tidak ingin mengatakan hal demikian. "Aku akan ganti baju dulu!" Dera beranjak dan meninggalkan Ramon yang masih merenung atas pernikahan yang terjadi.
Ramon menatap punggung wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya itu dengan sendu, "apa segitu enggannya kamu menikah denganku, Andera?" Ucap Ramon dalam hati.
Di dalam kamar mandi, Dera memegang dadanya yang terasa berdenyut nyeri, seolah ada batu besar yang menghantamnya. "Kenapa! Apa yang salah denganku, Ramon. Tidak bisakah kamu melihatku sebagai wanita yang kamu cintai bukan sebagai seorang sahabat!" Gumam Dera tertahan, meremas dadanya yang berdenyut nyeri hingga membuatnya sesak.
Dera keluar dengan piyama tidur celana panjang yang dibawanya dari rumah. Ia tidak melihat Ramon diruangan itu, ia segera naik ke ranjang dan merebahkan dirinya, serta menarik selimut untuk membungkus tubuhnya yang lelah.
Matanya menatap lurus langit-langit kamar, pikirannya melayang. Bagaimana dia menjelaskan pada Talita tentang pernikahan ini. Sedangkan dia tahu, Talita begitu mengagumi Ramon.
Diantara mereka bertiga, Ramon hanya memfokuskan perhatiannya pada Talita, bukan padanya. Air matanya kembali menggulir melewati ujung mata. Rasanya ia enggan untuk bangun esok pagi, ia tidak siap jika suatu saat mereka bertemu, hal yang tidak mereka inginkan terjadi.
"Kamu belum tidur?" Suara Ramon terdengar ketika suara pintu berderit, ia menatap ranjang berisi istrinya yang masih terjaga. Dera kembali bangun dan menyenderkan tubuhnya didashboard ranjang.
"Aku masih belum ngantuk! Kamu darimana?"
"Aku menelpon asisten, rapat yang diadakan lusa harus diundur!"
"Oh, kamu mandilah dulu!" Titah Dera pada Ramon. Meski mereka bersahabat, namun keadaan saat ini sungguh membuat mereka canggung.
"Iya, kamu istirahatlah, acara tadi pasti membuatmu lelah!"
"Iya, kalau begitu, aku tidur dulu!"
Ramon mengangguk, ia melangkahkan kakinya ke lemari pakaiannya dan mengambil piyama tidur lalu membawa langkahnya ke kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Ramon mengguyur tubuhnya dengan shower. Bagaimana dia menjelaskan kesalah pahaman perasaannya pada Dera. Ia tahu, bahwa Dera mengira kalau dirinya mencintai Talita.
"Aku tidak mau kehilanganmu Dera, bagaimana aku menjelaskannya." Ucap Ramon mengusap wajahnya yang basah karena guyuran air.
Ramon menatap wajah Dera lekat, kini ia bisa menikmati wajah cantik Andera di suatu ruangan yang sama dan ranjang yang sama. Ramon terus menatap wajah Dera, seolah ia tidak akan melihatnya lagi.