THE ONLY ONE LOVE BAB 15: HE DOESN'T LOVE HER

76 6 0
                                    

Ada beberapa kebiasaan Rizal yang baru kuketahui pasca menikah, dari sekian banyak kebiasan tersebut adalah ia selalu menyempatkan diri untuk menulis sesuatu pada buku berkaver kulit berwarna hitam, entah apa yang ia goreskan di sana, yang kutahu Rizal selalu terlihat serius kala melakukannya seolah itu adalah hidup dan matinya.

Persis seperti yang tengah ia lakukan malam ini, duduk lah ia di meja makan ketika aku membuka pintu apartemen, sebelum mengangkat kepalanya demi menyambutku dengan tatapannya dari balik kacamata bening. Well... kuakui kalau Rizal dengan kacamata adalah pemandangan menakjubkan yang tak bisa diabaikan, makadari itu selagi aku menukar sepatu dengan sandal rumah, kusempatkan mencuri pandang, sehingga kutahu kalau ia masih terus mengawasi, membuatku jengah setengah mati terlebih tidak ada keramahan dari wajah sialan tampannya itu.

"Kamunya pulang sama siapa, Bi?" dia akhirnya berinisiatif memecah keheningan yang menyebalkan, dan isi kepalaku langsung berdebat untuk menjawab jujur atau berdusta saja. Namun, aku memilih yang pertama.

"Pulan nebeng Ario."

Dengan membiarkan pena yang sebelumnaya ia genggam tergeletak di atas meja untuk bersidekap dan bersandar pada punggung kursi, satu pertanyaan kembali dilontarkannya tepat ketika aku mendekat pada lemari es, saat itu juga kutahu kalau ia sudah selesai dengan apa pun yang sebelumnya tengah dikerjakan, "Ario Bayu?"

Aku mengangguk, meraih sebotol air mineral dingin dari dalam lemari es untuk segera kutandaskan isinya. Ah segar! Saat melempar botol kosong tadi ke tong sampah, aku mendengar Rizal kembali bersuara, "Vika sama Adelnya ke mana memang?"

Menatapnya bosan, namun tetap menjelaskan kronologi kenapa aku bisa sampai diantar oleh Ario yang dijawabnya dengan anggukan mahfum, namun wajah Rizal tampak... tidak suka? Tak ingin ambil pusing arti di balik tatapanya itu, aku bergegas pamit menuju kamar, rupanya Rizal mengekor di belakang. Mencoba mengabaikan keberadaannya, aku melempar tas ke atas ranjang sebelum duduk di depan kaca rias demi menghapus sisa makeup dengan cairan pembersih yang kutuang pada kapas.

"Kamunya nggak akan ngerjain sesuatu, kan, setelah ini?"

Mentap ia melalui cermin, "Kenapa memang?"

"Kitanya bisa bicara sebentar aja, Thinkerbell?"

Memutuskan untuk fokus pada pantulan diri di cermin sembari mengusap bibir pelan agar sisa lipstick terangkat, aku berujar, "Akunya mau mandi dulu, boleh?"

Mengangguk, "Sure. Kita bisa bicara selesai kamunya mandi." Diucapkan oleh Rizal kalimat barusan dengan tenang, namun ketegasan dalam suaranya membuatku tak bisa membantah bahkan sampai saat ia memilih berlalu.

Aku kemudian menghabiskan waktu kurang lebih lima belas menit untuk membersihkan diri di kamar mandi, berharap air dingin yang mengguyur tubuh bisa sedikit meredakan segala macam perasaan serta isi kepala yang terasa carut marut, namun rupanya itu tak cukup berhasil karena sampai aku meraih handuk untuk mengeringkan diri dan menyelimuti tubuh ini dengan kaus putih gombrong serta celana legging, aku masih saja tak tenang. Seolah alasan perang dinginku dengan Rizal serta kejadian barusan dengan Ario Bayu tak membuat pusing saja, kini aku akan segera menghadapi Rizal yang konon hendak membicarakan sesuatu.

Membicarakan apa? Perihal Harumi dan hubungan mereka? Apa Rizal akan mengakui kalau perempuan yang sudah membuatnya jatuh cinta adalah Harumi, dan sampai detik ini perasaannya tak jua mati? Makadari itu Rizal ingin bercerai denganku dan entah bagaimana caranya dia menginginkan wanita itu kembali ke hidupnya? Aku bergidig membayangkan semua itu terjadi, dan sialnya ucapan Adel di toilet TerasKita seolah menamparku.

"Nggak capek, Bi, terus-terusan bikin fake skenario di kepala lo?

Jadi, setelah udara panas dari hair dryer berhasil membuat rambut basaku mengering, aku meninggalkan kamar mandi untuk berjalan melintasi ruang keluarga, dan mendapati Rizal berdiri di balkon dengan kedua siku ditaruh dia atas pagar besi. Ia menoleh ketika menyadari kehadiranku di ambang jendela geser, dan napasku nyaris terhenti saat lesung pipit itu muncul ketika senyum merebak di wajahnya sebelum aku bengong di tempat menyadari perubahansuasana hatinya yang terbilang singkat.

"Kamu tahu nggak kenapa aku langsung setuju saat ditawari tinggal disini sama Kak Intan?" tatapannya kembali ke depan seolah tengah menikmati pemandangan lampu-lampu di bawah sana, dan aku memutuskan untuk mendekat yang langsung disambut oleh embusan angin malam, terlalu kencang sampai-smpai membuatku sedikit menggigil.

"Balkon ini?" aku menjawab asal sembari memeluk diri sendiri demi menghalau angin.

Rizal mengangguk, dan lesung pipitnya kembali terlihat, "Enak banget nggak sih berdiri di sini malam-malam sambil bengong-"

"Dan nyebat?" potongku yang membuatnya tergelak, namun tawa itu lenyap saat ia menoleh.

"Dingin, ya?"

Eh? Aku mengangguk, "Sedikit."

"Mau masuk aja?"

Aku menolak, dan memilih untuk duduk saja di atas bangku besi putih, "Ada apa, Zal? Apa yang pengin kamu obrolin?"

____________________________________________________

Kamu bisa nebak nggak apa yang kira-kira pengin Rizal obrolin dengan Arimbi?

Kalau kamu memang cukup penasaran dengan jawabannya, silakan kunjungi link ini ya

https://karyakarsa.com/RianiSuhandi/the-only-one-love-bab-15-he-dosnt-love-her

karena cerita lengkap dari BAB 15 ini hanya diunggah di sana (Di akun KaryaKarsa akunya)

Di KaryaKarsa cerita ini sudah sampai Bab 23. Setiap Bab yang diunggah di sana juga pastinya versi lengkap dan jauh lebih panjang.

Aku mau beri bocoran sedikit Bab 23 yang kuberi judul SKANDAL itu, ya.

Aku mau beri bocoran sedikit Bab 23 yang kuberi judul SKANDAL itu, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

selamat membaca, selamat jatuh cinta :*

selamat membaca, selamat jatuh cinta :*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE ONLY ONE LOVE #LoveAbleSeries Book1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang