Sudah beberapa bulan sejak debutante Arabella. Mereka berenam semakin dekat, walau masing-masing mulai sibuk dengan urusannya sendiri. Mereka selalu akan menyempatkan waktu untuk berkumpul.
Menjadi putra mahkota tentu sa~ngat merepotkan bagi Louis. Sejujurnya dia tak terlalu ingin menjadi raja, itu melelahkan.
"Yang mulia, jika anda terus bermalas-malasan seperti ini. Pekerjaan anda tidak akan berkurang." Ucap andrew memperingatkan.
Louis tak menggubrisnya, dia terus melipat kertas-kertas itu menjadi pesawat kertas dan melemparnya ke sembarang arah. "Lagipula, kenapa orang tua itu meninggalkan begitu banyak pekerjaan. Padahal dia dan istrinya sedang menikmati liburan yang menyenangkan." Gerutu nya.
Andrew menggeleng. "Yang mulia, jika anda menyelesaikan ini semua. Anda bisa bermain ke Agily untuk bertemu teman-teman anda."
"Ck. Menyusahkan."
"Yang mulia.." andrew tidak bisa berkata-kata lagi.
"Aish.. baiklah."
Akhirnya dengan desakan dari Andrew, Louis mengerjakan semua pekerjaan yang ditinggalkan ayahnya.
Waktu berlalu dengan cepat. Akhirnya semua kertas yang menumpuk itu tidak lagi memenuhi meja.
"Selamat beristirahat, yang mulia." Andrew membungkuk lalu keluar dari ruang kerja itu.
Louis berjalan ke kamarnya. Istana nampak sepi karena ini sudah sangat larut, tiba-tiba ulu hatinya terasa nyeri. "Ah, ku pikir aku baik-baik saja. Ternyata, ini lebih menyakitkan dari yang aku kira." Louis memegang dadanya.
Dia tak melanjutkan langkahnya, dari tempatnya berdiri terlihat Seraphim yang berjalan sendiri ke rumah kaca.
Tanpa sadar, dia mengikuti Seraphim dengan langkah yang cepat.
Sepertinya Seraphim sadar ada seseorang berjalan ke arahnya, dia menoleh kebelakang. "Wah, ada apa ini. Kenapa anda disini, yang mulia?"
"Ck, berhenti bersikap menjengkelkan."
"Hahaha. Wajah mu saat kesal memang yang terbaik. Kau terlihat menggemaskan."
Louis tak menggubrisnya, dia berjalan mendahului adik tirinya ke dlam rumah kaca. "Kenapa seorang putri berjalan sendirian di tengah malam Tanpa pelayan?"
Dengan langkah kecil, Seraphim mengikuti Louis ke dalam rumah kaca.
"Entahlah, aku merasa sedikit frustasi. Sepertinya kau memiliki perasaan yang sama." Seraphim terus berjalan tanpa melihat kedepan dan menabrak Louis yang berhenti tiba-tiba. "Hei!?" Gadis itu mengelus kepalanya yang terbentur punggung Louis.
"Sepertinya kau benar. Aku sedikit frustasi."
"Ya, itu memang hal yang wajar." Seraphim mengangguk paham dengan kondisi Louis. "Kau ingin minum?" Tanya nya lagi.
Louis mengangguk.
Setelah mengambil beberapa botol, mereka sekarang berada di kamar Louis.
"Padahal aku tak terlalu menyukai nya. Ku rasa." Ujar Louis tiba-tiba.
"Akui saja. Kau sangat menyukai Arabella. Aku bahkan menyukai Dave secara terang-terangan. Tapi, pada akhirnya aku juga tak mendapatkan perhatiannya."
"Pada akhirnya, Malah mereka..."
Seraphim menatap Louis yang tampak kacau.
"Terkadang, hidup memang memiliki banyak pilihan sulit."
"Seharusnya aku tak boleh begini. Seharusnya aku ikut senang, karena Dave akhirnya bersama Arabella." Louis mengacak-acak rambutnya. "Tapi, entah kenapa hatiku sedikit nyeri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Won't Fly : The Place We Can't Be Found [END]
Historical FictionCerita romance historical sederhana yang memiliki alur cerita ringan. Bisa dibaca tanpa emosi dan tidak melelahkan pikiran. Semuanya berjalan sesuai ekspektasi, tebakan dan harapan pembaca. Tidak ada tokoh antagonist yang berarti, tanpa teka-teki da...