...happy reading...***
Malam itu merupakan malam panjang bagi Cindy, malah di mana ia harus terpaksa keluar dari rumah untuk menenangkan diri agar tak lagi mendengar pertengkaran hebat orang tuanya yang entah sudah ke berapa kali.
Ia harap, meninggalkan adiknya Alfa di rumah tetangganya bukanlah hal yang sangat berisiko nantinya. Ia pun berharap, jika meninggalkan rumah sementara saat itu tak membahayakan dirinya.
Malam yang dingin, lengang juga penuh dengan pikiran-pikiran buruk beranak di kepalanya. Ia berharap malam ini akan berlalu begitu saja, dan akan membaik di saat pagi tiba.
Tubuhnya agak sedikit menggigil sebab ia hanya mengenakan kaus lengan panjang yang mustahil bisa menghalau cuaca dingin menusuk tubuhnya.
Ia menyesal karena hanya membawa ponsel, headphone juga satu buku novel yang biasa ia gunakan sebagai alasan untuk tidak memikirkan hal-hal lain, selain fokus pada alur cerita orang lain.
“Huh...sejujurnya gue takut keluar malem-malem sendiri, mana udah sepi, “ gumamnya melirik sekelilingnya. Tak ada satu pun motor ataupun mobil yang lewat. Toko-toko juga sudah tutup, ia pun melihat itu sudah setengah jam yang lalu.
Yang artinya, ia sudah sangat jauh berjalan sampai tak lagi menemukan toko ataupun warung yang biasa ia lihat saat berjalan menuju sekolah. Mungkin sekarang hanya terdapat satu warung nasi di seberang sana.
Juga jembatan di depan sana, yang di mana ia ketahui bahwa di bawahnya terdapat sungai. Rumornya, sungai itu angker. Jika datang musim penghujan seperti sekarang ini, arusnya akan sangat deras. Jadi Cindy enggan untuk melanjutkan perjalanannya.
Ia berhenti berkelana, memilih duduk di warung seberang sana ya g memiliki kursi serta meja di luarnya. Remang-remang cahaya lampu jalan tak membuat nyalinya semakin ciut, tadi memang ia sempat takut sih, tapi sekerang tidak lagi kok.
Ia menghembuskan napasnya, memutar lagu yang sekiranya bisa menenangkannya. Ia lebih memilih untuk membaca buku dari pada memainkan ponselnya, sebab baterainya hampir lowbat.
Sesekali Ia sempat ikut bersenandung, hingga tak terasa waktu terus berlalu. Membuatnya yang tadi segar kini agak mengantuk. Ia melepas bukunya, meregangkan otot-otot tubuhnya seraya melihat situasi.
“Eegghh...mata oh mata, bukan saatnya lo ngantuk, ya, ahh. Kita belum sampai rumah, “ gumamnya, bersamaan saat manik matanya tertuju pada jembatan.
Sangat terdengar suara arus sungainya, Cindy jadi ngeri.
Matanya menyipit kala melihat sosok di pinggir jembatan tersebut. Ia geleng-geleng, mengusap matanya untuk lebih memastikan apakah sosok itu manusia atau makhluk astral.
KAMU SEDANG MEMBACA
Datanglah Lain Hari
FanfictionDatanglah Lain Hari, Bagi Cindy, tak ada yang lebih menarik dari Haruto di dunia ini, walau dia tahu berapa banyak laki-laki yang sudah ia temui. Hingga pada suatu saat, dia malah tertarik pada satu laki-laki di sekolah setelah dua minggu melewati...