Ini adalah ke-limabelas kalinya dalam dua bulan terakhir Doyoung berkunjung ke gedung apartemen tua yang sudah hampir tak layak untuk di huni itu. Dindingnya terlihat sudah kusam, atap-atapnya juga terdapat banyak lubang. Hanya beberapa orang yang masih tinggal disini.
Dia bahkan sudah hampir akrab dengan satu pria tua yang tinggal seorang diri di sana.
Bukan tanpa alasan. Tempat ini adalah satu-satunya petunjuk yang dia punya. Kini pun dia hanya memandangi pintu dengan nomor 13 tanpa mengetuk.
"Nak, kau datang lagi?" Doyoung menoleh dan segera membungkuk hormat ketika mendapati pria tua yang baru-baru ini akrab dengannya tengah menutup pintu apartemennya dengan sekantong plastik hitam di tangannya.
"Selamat sore harabeoji."
Doyoung datang mendekat, membantu membawa plastik hitam berisikan sampah yang di bawa pria tua itu.
"Aih, kau masih mencari pria pemabuk itu?" Kakek itu tampak tidak menolak ketika plastiknya direbut begitu saja. Percuma, dia sudah pernah menolak, tapi Doyoung tetap keras kepala.
"Iya, apa harabeoji melihat atau mendengar sesuatu belakangan ini?"
Keduanya berjalan menuruni tangga. Karena mereka berada di lantai dua, jadi tidak butuh waktu lama untuk menuju bagian belakang gedung, dimana tempat sampah-sampah itu di tumpuk.
Kakek itu masih diam hingga mereka sampai di bawah, nampaknya tengah mengingat apa yang sekiranya berhubungan dengan orang yang dicari Doyoung. Usianya sudah terbilang tua, jadi otaknya tidak lagi bekerja sebaik saat masih muda.
Setelah menaruh sampah ke dalam bak besar, Doyoung tersenyum lembut pada sang kakek.
"Tidak perlu memaksakan diri mengingatnya, pelan-pelan saja. Ayo kita masuk, aku akan memesan banyak makanan, kita makan malam bersama." Doyoung menepuk pelan punggung sang kakek dan mulai menggiringnya untuk kembali ke dalam apartemen.
Mereka melawati lorong yang remang-remang karena hari semakin gelap, juga karena minimnya lampu yang masih menyala. Pemilik gedung sepertinya memang sudah tidak peduli lagi. Doyoung jadi sedikit prihatin pada nasib sang kakek kedepannya jika gedung ini di tutup atau di hancurkan.
Saat mereka sudah di depan pintu, sang kakek menahan tangan Doyoung. "Maafkan aku yang sudah tua ini, nak. Kau pasti sangat kesulitan menemui pelaku penabrak adikmu itu."
"Tidak apa-apa, seharusnya aku memasang CCTV disini, jadi harabeoji tidak perlu repot-repot memperhatikan sekitar."
Selanjutnya, makan malam mereka hanya dihiasi pembicaraan ringan. Doyoung terlalu tidak tega membiarkan orang yang hampir menginjak kepala tujuh itu memikirkan permasalahan yang harusnya dia atasi sendiri.
Dia masih punya caranya sendiri untuk mencari meski itu butuh waktu yang lama. Dia tidak tahu mengapa tidak ada yang mencurigai kejadian ini. Kepolisian pun tidak bertindak jauh dan hanya mengatakan bahwa itu murni akibat rem blong dan ketidaksengajaan. Tapi Doyoung jelas tidak percaya.
Dia tahu ada yang salah. Kecelakaan itu terasa janggal. Dia telah sering melewati jalan itu berkali-kali untuk mengintip keadaan adik sepupunya. Tidak pernah ada truk besar yang lewat ke sana.
Jika itu adalah kecelakaan yang disengaja dan polisi seakan tidak peduli, maka kemungkinan pelaku punya koneksi yang kuat. Jadi ini mungkin akan sedikit menantang bagi dirinya yang hanya rakyat biasa.
Dia tidak tahu ada hubungan apa hingga Shin Yuna, adik sepupunya, harus dibunuh seperti itu. Selama dia memperhatikan, gadis itu hanya gadis biasa yang baik, punya pekerjaan sederhana dan seorang pacar yang juga perhatian. Mungkin ada sesuatu yang tidak dia ketahui. Itu mengapa dia mulai mencari tahu lewat sang sopir dan si pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother
Fanfiction"Tidak ada yang bisa merebut kakakku." Dunianya hanya berpusat pada sang kakak. Tekadnya sudah bulat. Tidak akan ada yang bisa menghalangi, sekeras apapun itu. •Bukan cerita BL/BxB!